
Presiden RI Ogah Terima Ucapan Selamat Merdeka dari Israel

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengakuan kedaulatan suatu negara oleh negara lain menjadi hal yang penting. Atas dasar ini, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dukungan dan pengakuan dari negara lain menjadi keharusan.
Tapi, bagaimana jika Israel yang mengakui kedaulatan Indonesia?
Sejak awal berdiri, sikap Indonesia terhadap Israel selalu sama, yakni menentangnya. Sebab, negara yang lahir pada 1948 itu masih melakukan penjajahan terhadap Palestina, sesuatu yang bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945.
"Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," tulis Pembukaan UUD 1945.
Israel mulanya menyampaikan ucapan selamat kepada Indonesia pada Desember 1949. Presiden Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion mengirim telegram kepada Presiden Soekarno dan Menteri Luar Negeri.
Telegram ini berisi apresiasi atas keberhasilan Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda pada 27 Desember 1949.
Telegram itu tidak ditanggapi pemerintah Indonesia. Menurut Greg Barton dan Colin Rubenstein dalam Indonesia and Israel: A Relationship in Waiting (2005), Israel kembali mengirimkan pesan, kali ini berupa pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia.
Pesan ini kemudian berbalas. Wakil Presiden Mohammad Hatta menyampaikan ucapan terima kasih, tetapi menegaskan Indonesia enggan mengakui Israel.
"Hatta meresposn surat Israel dengan terima kasih, tapi tidak mau menjalin hubungan diplomasi," ungkap Greg Barton dan Colin Rubenstein.
Tidak berhenti sampai di situ, pada Mei 1950 pemerintah Israel kembali mengirim surat berisi tawaran bantuan kepada Indonesia yang tengah membangun roda pemerintahan pasca-perang. Namun, pesan itu kembali diabaikan.
Langkah Israel tersebut sejatinya bertujuan mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Indonesia sekaligus membuka hubungan diplomatik. Tetapi, Indonesia tetap menolak mengakui Israel dan tidak membuka kerja sama.
Sikap ini kemudian tercermin pada beberapa kebijakan. Dalam Konferensi Asia Afrika 1955, misalnya, pemerintah Indonesia tidak mengajak Israel dan memilih mengajak Palestina ikut serta. Lalu, pada ajang Asian Games 1962, pemerintah menolak delegasi Israel datang ke Jakarta.
Sampai akhirnya, hubungan diplomatik Indonesia-Israel tak terwujud.
(mfa/wur) Next Article Saat Negara Asia-Afrika Bersatu Hadapi Dominasi Kekuatan Besar Dunia
