Menkes Bicara Lonjakan Covid hingga Antisipasi Cacar Monyet

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Selasa, 09/08/2022 21:18 WIB
Foto: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Dokumentasi CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penanganan pandemi Covid-19 di tanah air kembali menemui tantangan. Beberapa waktu belakangan terjadi lonjakan kasus penyakit yang dipicu virus Corona tersebut.

Dalam segmen Economic Update program Closing Bell CNBC Indonesia, Senin (8/8/2022), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan perihal situasi terkini pandemi di Indonesia.

"Covid-19 itu selalu mengalami kenaikan kasus yang cukup tinggi kalau ada varian baru yang keluar," ujarnya.



Saat ini, negara-negara dunia sedang dihadapkan dengan penularan virus Corona subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Namun, kondisi Indonesia lebih baik karena kenaikan kasus tertinggi di kisaran 6.000.

"Kenapa kondisi kita lebih baik? Karena memang kita di bulan Januari-Maret itu vaksinasi gencar sekali sehingga teman-teman yang sudah ada antibodinya. Kemudian yang kedua relatif dibandingkan negara-negara lain masyarakat Indonesia itu jauh lebih disiplin menggunakan masker," ujar Budi Gunadi.

Dalam kesempatan ini, menkes juga bicara soal wabah cacar monyet hingga Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi). Berikut petikannya:


WHO sempat memuji Indonesia dalam hal pengendalian pandemi Covid-19. Seperti apa evaluasi pandemi di tanah air dari Kementerian Kesehatan terlebih saat ini ada varian baru?

Covid-19 itu selalu mengalami kenaikan kasus yang cukup tinggi kalau ada varian baru yang keluar. Jadi varian alpha di Januari 2021, kemudian varian Delta di Juli 2021, kemudian varian Omicron di awal tahun ini.

Nah di bulan Juni-Juli tahun ini ada subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang juga mengakibatkan banyak negara-negara di Eropa, Amerika dan bahkan di Jepang yang kasusnya naik lebih dari 100 ribu per hari. Jadi sangat tinggi.

Nah khusus untuk Indonesia bersama dengan India, itu tidak terjadi. Jadi subvarian baru BA.4 dan BA.5 menyebabkan kenaikan kasus, tapi kenaikan kasusnya tidak setinggi negara lain. Negara lain pada saat Omicron naik di 50.000, naik lagi BA.4 dan BA.5 ke 50.000 bahkan ada 100.000.

Indonesia pada saat Omicron di bulan Januari kita sempat 60.000, sekarang kita kasusnya hanya di 6.000. Jadi kondisi kita lebih baik. Kenapa kondisi kita lebih baik? karena memang kita di bulan Januari-Maret itu vaksinasi gencar sekali, sehingga teman-teman yang sudah ada antibodinya.

Kemudian yang kedua relatif dibandingkan negara-negara lain masyarakat Indonesia itu jauh lebih disiplin menggunakan masker. Oleh karena itu imbauan saya ke teman-teman menggunakan masker terutama di masa kenaikan kasus sekarang dan juga terus divaksinasi booster akan sangat membantu agar kasusnya melandai dan juga hospitalisasi dan kematiannya melandai.

WHO skeptis fase endemi bisa ditetapkan tahun ini, Indonesia seperti apa?

Endemi itu terjadi bukan karena berhentinya penularan. Karena yang namanya virus itu jarang yang 2 tahun, 3 tahun bahkan 5 tahun hilang, malah ada yang puluhan tahun ada yang ratusan tahun ada.

Endemi itu terjadi di kondisi. Satu, kalau tertular yang masuk rumah sakit dan wafat itu rendah. Yang kedua, masyarakat sudah tahu bagaimana caranya menjaga kesehatan diri sendiri.

Nah, itu yang sudah mulai kita amati di Indonesia. Yang pertama kita lihat, dengan adanya varian BA.4, BA.5 yang tidak sekali penularannya dan juga lumayan masuk rumah sakit dan wafat, di kita sudah cukup rendah. Jadi kita melihat bahwa kenaikan kasus itu tidak dibarengi dengan yang masuk rumah sakit yang sekarang kosong dan juga yang meninggal yang jauh lebih sedikit.

Yang kedua masyarakat kita juga sekarang sudah jauh lebih terdidik, tidak harus dipaksa oleh pemerintah dikasih tahu oleh pemerintah untuk menjaga kesehatan.

Mereka tahu nih kalau demam, batuk-batuk, dia tes PCR sendiri. Kalau positif dia minta obatnya sendiri kemudian isolasi sendiri. Kalau misalnya ada kerumunan yang padat dan batuk-batuk dia pakai masker. Itu adalah ciri-ciri masyarakat yang sudah siap kalau nanti transisi ini terjadi.

Jadi pandemi ke endemi itu ada dua yang pertama adalah bukan berarti penularan berhenti ya, penularan juga tetap ada kayak influenza dan lain sebagainya demam berdarah, tapi masuk rumah sakit dan wafat kecil, kondisi itu sudah mulai kita amati. Dan yang kedua masyarakat sudah bisa menjaga sendiri kesehatannya mereka. Bukan harus dipaksa dikasih tahu oleh pemerintah.

Foto: Infografis perbandingan harga vaksin (CNBC Indonesia/Aristya Rahadian)



Kondisinya saat ini ya tadi ditunjukkan juga kurva sudah mulai menurun, vaksinasi sesuai dengan target pemerintah. Bagaimana melihat untuk Indonesia bisa mencapat status endemi, tahun ini? dan bagaimana update kondisi rumah sakit?

Secara scientific, memang data menunjukkan setiap enam bulan itu terjadi penurunan dari efektivitas vaksin. Jadi kalau kita lihat memang siklus puncaknya Indonesia itu hampir enam bulan sekali Januari 2021, ada Mei-Juni 2021, kita kena lagi itu Desember-Januari.

Memang kita sudah bilang ujiannya bulan Juni-Juli ini dan sesudah kita lihat memang sudah enam bulan kita relatif jauh lebih landai dibandingkan yang sebelumnya.

Jadi ini menunjukkan bahwa daya tahan atau kekebalan imunitas masyarakat dan juga pemahaman masyarakat mengenai protokol kesehatan sudah jauh lebih baik. Kalau kita bisa melewati bulan Juli-Agustus ini dengan baik tanpa ada lonjakan yang berarti dari sisi jumlah kasus maupun hospitalisasi dan juga kematian, Insya Allah masyarakat kita untuk menghadapi pandemi ini mengendalikan pandemi ini dengan lebih baik.

Mengenai transisi formalnya dari pandemi ke endemi. Karena ini pandemi global itu harus ditentukan secara bersama-sama oleh WHO. Jadi saya rasa akan sangat aneh kalau satu negara bilang saya sudah endemi, karena pandeminya sifatnya global.

Tapi dari sisi kesiapan, kita melihat kalau sampai bulan Agustus ini tidak terjadi pelonjakan tinggi kemudian kita bisa melandari kembali artinya masyarakat Indonesia sudah relatif lebih siap dan bisa mengendalikan Pandemi.

Vaksinasi dosis keempat sudah mulai diberikan ke tenaga kesehatan. Kapan rencana pemberian vaksinasi keempat untuk masyarakat umum?

Memang vaksinasi ini perlu saya sampaikan, tidak melindungi kita dari penularan. Tapi vaksinasi ini akan melindungi kita kalau tertular Insya Allah tidak masuk rumah sakit dan Insya Allah tidak meninggal karena kita sudah memiliki antibodi. Tapi virusnya masih tetap menular, supaya masyarakat juga paham bahwa kita divaksinasi tetap bisa tertular.

Keunggulan dari vaksinasi kalau kita sudah kelar relatif lebih ringan, tidak harus masuk rumah sakit dan risiko kematiannya jauh lebih rendah.

Data yang kita miliki di rumah sakit-rumah sakit, kita sudah pelajari dari Januari sampai sekarang orang-orang yang sudah divaksinasi booster, jadi vaksinasi dosis ketiga itu ,memiliki sepertiga lebih kecil risikonya atau 3,5 kali lebih besar daya tahannya untuk masuk ke rumah sakit dan meninggal dibandingkan orang yang tidak booster.

Orang yang booster yang masuk rumah sakit yang berat dan meninggal, itu kalau dia sudah di booster 3,5 sampai 3,8 kali lebih kecil risikonya dibandingkan dengan orang yang belum di-booster. Nah kita, booster kita masih 50 jutaan orang. Padahal kita berharap booster-nya bisa sampai di atas 100 juta orang.

Jadi kalau ditanya, memang prioritasnya kita selesaikan dulu booster ketiga. Karena saya lihat ini, karena rakyat sudah merasa kebal, sudah merasa bahwa pandemi ini terkendali, mereka tidak memanfaatkan booster ketiga. Padahal booster ketiga ini penting sekali untuk memastikan imunitas kita tetap tinggi, sehingga kalau terkena kita nggak ke rumah sakit dan mudah-mudahan Insya Allah tidak sampai fatal.

Nah khusus untuk booster keempat kita berikan ke para tenaga kesehatan dulu karena akhir-akhir ini kita lihat ada tren kenaikan, sehingga otomatis pasien ini kalau yang dirawat mesti ketemu dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan akan terekspos lebih banyak. Nah ini mau kita lindungi dulu.

Tapi kita masih mau melihat bahwa daya tahan imunisasi masyarakat kita masih lebih baik. Jadi kita fokusnya menyelesaikan dulu booster ketiga yang sampai sekarang baru sekitar 50 jutaan masyarakat. Kita harapkan kalau bisa naik ke 100 juta.

Bagaimana stok vaksin sekarang? Kapan anak-anak yang berusia di bawah 6 tahun divaksinasinya?

Saat ini stok vaksin kita masih berlebih, karena sumbangan dari negara-negara sekarang terus-terusan mengalirkan ke kita. Karena sekarang Alhamdulillah sudah hampir di seluruh dunia produksi vaksin juga sudah cukup melimpah, sehingga harusnya tidak ada masalah untuk pemberian vaksinasi booster ini.

Nah, memang yang untuk anak-anak, itu belum. Masih banyak negara yang belum menjalankan. Ada beberapa negara yang menjalankan dengan prinsip melindungi anak-anak, ada negara-negara yang belum menjalankan.

Karena mereka melihat bahwa anak-anak masih di bawah 6 tahun masih dalam masa pertumbuhan, imunitasnya juga masih terbentuk dan kuat, data juga menunjukkan yang di bawah 5 tahun itu sangat sedikit yang hampir tidak ada yang masuk rumah sakit dan meninggal. Ada, tapi dibandingkan dengan persentase yang lansia atau dewasa jauh di bawah.

Sehingga ada konservatisme bahwa kalau kita terlalu agresif membangun imunitas secara buatan, nanti akan mengganggu pertumbuhan imunitas dari anak-anak yang memang sekarang sudah maju.

Nah kita terus berkonsultas untuk memastikan posisi mana posisi kita ambil. Apakah kita perlu mengambil posisi agresif, kita kasih semuanya vaksinasi atau kita ambil posisi yang konservatif bahwa kita melihat risiko meninggalnya rendah, sehingga dibiarkan anak-anak ini berkembang imunitasnya secara alamiah. Tapi sebagai informasi lebih banyak negara yang belum memberikan vaksinasi di usia 1 sampai 5 tahun, karena pertimbangan ilmiah tadi.


(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Pages

Related Articles