Wawancara Eksklusif
BRIN Bicara Riset Antariksa Hingga Minat Investasi Elon Musk

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut berdampak kepada penyelenggaraan riset dan inovasi di lembaga-lembaga yang sudah eksis sebelumnya. Salah satunya adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Kepada CNBC Indonesia secara virtual, Jumat (11/3/2022), Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Robertus Heru Triharjanto memaparkan fokus demi fokus lembaganya ke depan.
"Dengan adanya BRIN, yang menggabungkan LPNK (lembaga pemerintah nonkementerian) riset, salah satunya LAPAN, maka fungsi penyelenggaraan keantariksaan ada di BRIN. Fungsi risetnya ditangani oleh ORPA, yang SDM-nya adalah teman-teman periset dari LAPAN. SDM administrasi dan periset sosial LAPAN saat ini ditugaskan di BRIN. Yang terakhir bertugas untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan keantariksaan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Heru, sapaan akrab Robertus Heru Triharjanto, juga memaparkan program-program kerja ORPA BRIN ke depan hingga ketertarikan CEO Tesla Inc. Elon Musk berinvestasi di tanah air.
Berikut adalah petikan wawancaranya:
Apa fokus ORPA BRIN ke depan?
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), organisasi sebelum integrasi BRIN, adalah organisasi riset di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi dan juga berfungsi sebagai Indonesian Space Agency. Sehingga LAPAN itu melaksanakan hal-hal yang berhubungan dengan litbang (penelitian dan pengembangan) dan penyelenggaraan keantariksaan. Dengan adanya BRIN, yang menggabungkan LPNK (lembaga pemerintah nonkementerian) riset, salah satunya LAPAN, maka fungsi penyelenggaraan keantariksaan ada di BRIN. Fungsi risetnya ditangani oleh ORPA, yang SDM-nya adalah teman-teman periset dari LAPAN. SDM administrasi dan periset sosial LAPAN saat ini ditugaskan di BRIN. Yang terakhir bertugas untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan keantariksaan.
Ke depannya bagaimana? Di ORPA ini kita akan konsentrasi ke riset dan inovasi. Jadi kita menyiapkan teknologi, knowledge, untuk diaplikasikan, sehingga memberi dampak, untuk menyelesaikan masalah-masalah nasional. Tapi kami hanya konsentrasi masalah risetnya, misalnya untuk penginderaan jauh, kami mengembangkan metodologi pemprosesan data, mengembangkan sensor, dan lain sebagainya. Untuk aspek pelayanan datanya, ada di BRIN. Itu salah satu contoh. Seperti apa? Portal titik Api Kebakaran Hutan misalnya, yang adalah salah satu aplikasi penginderaan jauh paling terkenal. Saat ini ada di Pusdatin BRIN.
Apakah ada program kerja yang lebih spesifik yang bisa dipaparkan?
Untuk program kerja tahun 2022, kebanyakan kami masih meneruskan apa yang sebelumnya dilakukan. Jadi misalnya, kolaborasi dengan teman-teman PTDI untuk pengembangan N219A. Jadi pesawat N219 yang join development dengan PTDI itu kita mau kembangkan menjadi platform amfibi sesuai dengan permintaan stakeholder. Dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menganggap kita negara maritim, kita harus punya solusi untuk transportasi yang bisa masuk ke kepulauan-kepulauan yang tidak ada bandaranya. Jadi salah satunya membuat pesawat penumpang tersebut jadi amfibi. Itu salah satu riset yang kita lakukan, dan kita tidak lakukan sendiri, kita juga lakukan dengan pusat riset-pusat riset lainnya. Misalnya kalau pesawat amfibi itu kan harus ada yang kapalnya agar bisa mengambang di atas air, itu menggunakan hasil riset dari Pusat Teknologi Hidrodinamika di Surabaya, dan lain sebagainya.
Untuk penginderaan jauh, tetap mendukung pelayanan data yang sebelumnya dilakukan, seperti zona potensi penangkapan ikan, pemantauan tutupan lahan pertanian, perkebunan, dan hutan, deteksi pencemaran laut akibat tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Saat ini metodologi-metodologi pengolah datanya terus berkembang. Ke depannya memang kami berusaha untuk mengupayakan supaya lebih banyak data, di antaranya dengan mengusulkan untuk memiliki satelit sendiri, dan mengembangkan komunitas pengolah data, termasuk big data processing, sehingga lebih banyak output yang bisa jadi solusi masalah-masalah di Indonesia dengan penginderaan jauh.
Kami di ORPA punya lima pusat riset, yaitu teknologi penerbangan, teknologi satelit, teknologi roket, teknologi penginderaan jauh, dan teknologi antariksa. Dulu sebelum integrasi ke dalam BRIN ada pusat riset teknologi atmosfer itu sekarang pindah ke Organisasi Riset Kebumian dan Maritim. Sekarang mereka namanya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer. Di sana juga bergabung teman-teman yang selama ini melakukan riset dari BPPT, BMKG, dan lain-lain.
Pusat Riset Teknologi Antariksa salah satunya melakukan pengamatan matahari. Karena banyak fenomena dari matahari yang bisa berdampak di bumi seperti kondisi ionosfer. Ionosfer itu adalah lapisan paling tinggi dari atmosfer kita yang di situ jenis atmosfernya terionisasi. Jadi ada polaritas dan kondisi di sana akan memengaruhi transmisi radio. Zaman sekarang kan nggak ada yang nggak pakai pakai transmisi radio. Kita pakai satelit navigasi itu pakai transmisi radio, kita pakai satelit telekomunikasi itu pakai transmisi radio, telekomunikasi terestrial yang pesawat itu merupakan salah satu concern pengamatan matahari.
Pusat Riset Teknologi Satelit itu satu-satunya pabrik satelit di Indonesia yang saat ini ada. Kita akan tetap melanjutkan pengembangan satelit untuk berbagai misi. Pada akhir tahun ini kita rencanakan akan meluncurkan Satelit LAPAN A-4. Masih satelit eksperimen, menggunakan kamera untuk pengamatan, terutama untuk tutupan lahan. Kameranya bisa mendeteksi sampai kondisi kesehatan tanaman. Bisa juga melakukan pengamatan lalu lintas maritim.
Kemudian untuk Pusat Riset Teknologi Roket, dukungan yang selama ini kita lakukan untuk roket pertahanan. Itu juga masih kita lakukan dari sisi knowledge. Yang bikin roket pertahanan itu industri pertahanan tapi dari sisi pusat riset kita ditugasi untuk membantu dengan pengetahuan yang kita miliki.
Bagaimana memastikan riset dan industri, terutama swasta, bisa bersinergi erat agar hasil riset tidak berhenti di tataran riset semata?
Betul sekali. Riset itu hanya berguna bagi masyarakat untuk memberikan dampak ekonomi apabila memang sudah masuk ke industri. Untuk teman-teman industri, salah satunya PTDI. ORPA akan membantu mereka mengembangkan produk pesawat terbang. Misalnya ada industri lain yang tertarik mengembangkan sistem dan subsistem satelit misalnya, kita juga siap mendukung.
Untuk penginderaan jauh, saat ini pengguna terbesar adalah pemerintah (pelayanan publik), misalnya untuk kebakaran hutan, prediksi panen, dan kebencanaan. Tapi untuk swasta pun kami sediakan layanan datanya, yang saat ini via BRIN. Misalnya ada pemilik kebun kelapa sawit, ingin mengawasi kebunnya menggunakan citra satelit, kita bisa menyediakan datanya, tentunya secara berbayar. Teman-teman industri juga bisa memberikan nilai tambah atas data untuk penginderaan jauh, karena di portal BRIN tadi tersedia dalam bentuk data mentah yang bisa diolah menjadi peta digital tematik sesuai keinginan pengguna. Sederhananya, GIS adalah peta digital yang diberi konten tambahan, sehingga bisa menjadi informasi tematik. Di luar negeri, skala ekonomi dari pengolahan data jauh lebih besar dari bisnis satelitnya. Kalau digambarkan seperti piramid, di mana di bagian bawah adalah dampak ekonomi pengolahan data, yang merupakan trickle down effect dari riset penginderaan jauh.
Saat ini kebanyakan pengguna penginderaan jauh masih pemerintah, sehingga penyedia data dan pengembang aplikasinya pun demikian. Ini beda dengan di telekomunikasi, di mana pemilik/operator satelitnya swasta, dan itu bisa terjadi karena customer-nya langsung dari masyarakat. Namun di awal tahun 1980-an, pemilik/operator satelit telekomunikasi juga pemerintah. Pengguna penginderaan jauh dari corporate umumnya pemilik HPH, kebun, dan tambang. Kami berharap di masa depan pengembang aplikasi penginderaan jauh dari pihak swasta bertambah, sehingga menjadi salah satu dampak ekonomi dari riset dan inovasi keantariksaan yang dilakukan BRIN.
Satelit LAPAN-A2 dan LAPAN-A3, juga satelit-satelit yang akan kita luncurkan selanjutnya membawa alat pemantau kapal. Seperti radio penerima, yang bisa menerima sinyal yang wajib dikeluarkan kapal, yang menyatakan dia itu siapa, mau ke mana, posisi di mana. Saat ini penggunanya dari otoritas maritim. Diharapkan jika sudah lebih banyak satelit diluncurkan dan lebih banyak data didapat, akan juga ada perusahaan swasta yang menggunakan. Misalnya pemilik kapal yang mau tahu di mana kapalnya, atau pemilik kargo, atau perusahaan asuransi terkait. Banyak kapalnya membawa muatan yang nilainya ratusan juta dolar AS, dan mereka tidak ingin muatan tersebut hilang di laut.
ORPA juga akan lebih banyak campaign mengenai teknologi-teknologi antariksa apa saja yang ke bisa menjadi solusi di Indonesia. Misalnya, jika Indonesia akan mulai masuk ke manajemen lalu lintas udara dengan menggunakan satelit navigasi, kami akan dukung dengan data ionosfir untuk augmentation atau peningkatan keandalannya. Hal ini karena untuk navigasi pesawat, tidak sama dengan GPS yang kita gunakan untuk aplikasi darat/laut, karena di atas kalau data error itu dampaknya bisa besar sekali. Secara global hal tersebut sudah terbukti mengoptimalkan penggunaan ruang udara. Ruang udara yang tidak bisa berkembang, akan bisa melayani lebih banyak lalu lintas udara dengan kualitas keamanan yang tetap sama.