Raja Mobil RI: GM Tumbang, Toyota Datang Lalu Menang!
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah John Charles Potter (1866-1938) memperkenalkan sepeda motor dan mobil di Indonesia, kendaraan bermesin mulai melenggang di jalanan Hindia Belanda. Mulanya hanya Susuhunan Pakubuwono X dari Surakarta yang punya mobil, sebuah Benz Victoria Phaeton sejak 1894.
Setelah 1900 jumlah pemilik mobil makin bertambah. Potter bahkan menjadi salah satu penyalur mobil dari luar negeri. Majunya industri perkebunan terutama tebu membuat orang-orang kaya di Hindia Belanda kemudian membeli mobil. Potensi Hindia Belanda sebagai pasar otomotif tercium sampai jauh ke Amerika.
Pabrikan otomotif terbesar Amerika, General Motors (GM) bergerak memasuki pasar di Hindia Belanda. Sebuah perusahaan untuk merakit dan memasarkan produk-produk mobil dari General Motors pun lalu didirikan di Hindia Belanda (Indonesia).
"NV General Motors Java Handel Maatschappij dibentuk pada 3 Februari 1927 untuk perakitan dan distribusi ke Hindia Belanda, Malaya, Prancis (sekarang Kamboja, Laos dan Vietnam) dan Siam (sekarang Thailand)," tulis Louis Fourie dalam On a Global Mission: The Automobiles of General Motors International Volume 3 (2016:1131).
Pabrik perakitannya di Tanjung Priok, seperti disebut Rudolf Mrazek dalam Engineer of Happyland (2006:24), dibuka sekitar bulan Mei 1927. Tidak begitu jauh dari pelabuhan terpenting di Hindia Belanda saat itu.
"Sudah pada awal 1928, (sebanyak) 5732 Chevrolets meninggalkan pabrik itu untuk pasar-pasar di Hindia Belanda. Dalam waktu sekitar 10 tahun, General Motors ikut membantu menambah populasi mobil di Hindia Belanda. Mrazek mencatat pada 1939 terdapat 37.500 mobil di Jawa. Secara keseluruhan, di Hindia Belanda sudah terdapat 51.615 mobil pada tahun itu.
Produksi mobil buatan Amerika di Tanjung Priok itu lalu terganggu ketika tentara Jepang menduduki Hindia Belanda. Karenanya, antara 1942-1945, aset NV General Motors Java Handel Maatschappij itu dikuasai tentara pendudukan Jepang. Di masa-masa itu, seorang Jepang bernama Hideo Kamio bekerja di sana.
Hideo Kamio menjadi kepala pabrik tersebut. Selama bekerja di sana dia mempelajari pabrik itu. "Dia tahu kelebihan serta potensi pabrik itu dari efisiensi perakitan," tulis Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy Djatmiko dalam Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya (2012:108).
Setelah Indonesia merdeka, anehnya General Motors Amerika tidak begitu bersemangat dalam memasarkan produknya di Indonesia yang baru merdeka. Bahkan bekas aset NV General Motors Java Handel Maatschappij itu akhirnya lepas ke tangan pemerintah Republik Indonesia pada era 1950-an.
"Setelah melalui perundingan tawar-menawar yang sangat panjang dengan Generals Motor di New York, akhirnya perusahaan tersebut dibeli oleh BIN (Bank Industri Negara) dan selanjutnya nama General Motors diganti menjadi PT Gaja Motor," tulis Bisuk Siahaan dalam Industrialisasi di Indonesia: Sejak rehabilitasi sampai awal reformasi (2000:372).
Status Gaja Motor pada 1959 berubah dari PT menjadi Perusahaan Negara (PN). Seperti kebanyakan perusahaan baru, yang sebagian aset dan riwayatnya adalah leburan dari perusahaan Belanda. Gaja Motor sendiri ditunjuk sebagai agen tunggal merangkap perakitan produk-produk General Motors di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah Sukarno lengser, William Soeryadjaya menjadi pengusaha Indonesia yang mendapat pinjaman dari USAID sebesar $2,9 juta. Kesempatan itu dipakainya untuk menjadi mengimpor 800 unit truk merek Chevrolet buatan General Motor Co Amerika dan hendak menjualnya di Indonesia.
Truk itu tak dikirim secara utuh, jadi membutuhkan bengkel perakitan di Indonesia. William Soeryadjaya atas nama PT Astra International lalu mendatangi Direktur Jenderal Industri Logam Dasar Suhartoyo untuk mengakses pabrik perakitan Gaja Motor.
"Setelah diperoleh persetujuan pemerintah untuk membentuk patungan, pada bulan Februari 1969 ditandatangani kerjasama antara pemerintah RI dengan PT Astra. Pemerintah memiliki saham 40% pada PT gaja Motor sedang PT Astra International 60%," tulis Bisuk Siahaan (2000:420). Usaha patungan itu berdiri pada 25 Februari 1969 dengan PT Gaja Motor.
Setelah ke-800 truk itu dirakit, General Motor tak bisa lagi mengirim truknya ke Indonesia. Gaja Motor pun terancam berhenti berproduksi. Ketika itu Hideo Kamio sudah menjadi Meneger untuk Toyota Asia Pasifik.
Tak seperti General Motors, Toyota malah ingin memasarkan produknya ke Indonesia. Dalam pemasaran mobil Toyota di Indonesia, Kamio sangat ingin tempatnya dulu bekerja menjadi tempat perakitan Toyota. Orang-orang Toyota lalu menghubung pejabat Indonesia.
"Kalau Anda mau Gaya Motor, ya harus berhubungan dengan Astra dan owner-nya. Anda harus melepas dulu MoU dengan perusahaan lain dan join dengan Astra untuk jadi agen tunggal," kata Suhartoyo seperti dikutip dalam Man of Honor (2012:107).
Toyota dari Jepang merapat ke Astra yang dipimpin William Soeryadjaya. Setelahnya Toyota dipasarkan dan belakangan merajai jalanan di Indonesia. Astra juga ikut membesar sebagai distributornya. Mobil buatan Jepang setelah 1970 sangat menguasai pasaran otomotif Indonesia. Sedangkan GM yang sempat kembali ke Indonesia, bisnisnya terseok-seok, bahkan sempat menutup pabrik di Indonesia pada 2015 lalu, kemudian setelahnya GM mengumumkan menghentikan penjualan kendaraan di pasar Indonesia mulai akhir Maret 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pmt/pmt)