
Menteri Nadiem Buka-bukaan Soal Pendidikan Saat Pandemi Covid

Untuk riset dan teknologi, apakah pandemi ini memberikan tantangan pada kualitas riset kita?
Kita memang sudah lama sebelum pandemi ini, kita punya tantangan besar di riset. Mulai dari penganggaran dan memastikan riset tersebut bisa diimplementasi, itu sudah ada sebelum pandemi. Selama pandemi adalah untuk melakukan aktivitas tersebut, prokes dan yang lainnya memberikan tantangan logistik dan aktivitas yang membutuhkan interaksi fisik. Tapi kami memastikan perguruan tinggi boleh melakukan riset yang dilakukan dan mahasiwa boleh berinteraksi, kami memastikan riset tidak setop di universitas. Mahasiswa boleh masuk ke dalam kampus untuk praktik dan masuk ke laboratorium dan lainnya. Yang belum boleh di daerah tertentu adalah untuk kumpul di satu ruangan.
Tapi laboratorium yang melakukan riset lapangan dalam grup lebih kecil diperbolehkan untuk riset. Kami meluncurkan dua skema insentif. Pertama comparative fund yang diberikan pada perguruan tinggi ini pada saat pengajuan proporasal riset yang memiliki kontribusi langsung pada masyarakat. Jadi mereka boleh memilih spesialisasi riset yang mendapat aset dari insentif ini.
Kami juga ada ada program dana padanan, atau matching fund. Ini efektif, dan kami menawarkan setiap perusaha yang memasukan 1 rupiah kita memberikan 1 rupiah untuk pendanaan riset atau project di dalamm perguruan tinggi. Dalam waktu 2-3 bulan laku total anggarannya, ini kesuksesan insentif dan bagaimana replikasinya tahun depan. Ini mendorong industri buat partispasi dalam riset. Kalau industri berpartisipasi, riset memiliki potensi hilirisasi, menjadi suatu inovasi atau produk yang bisa digunakan lebih luas. Ini arahan riset terapan agar bisa jadi lebih cepat.
Cara mencapainya ini perjalanan yang lama, jauh lebih lama dari 4-5 tahun. Kita harus mulai dengan beberapa perubahan fondasi dari sistem pendidikan. Pertama sistem pegukuran dari pengukuran standar nasional ke internasional. Kami ubah Ujian Nasional (UN) menjadi assement nasional yang lebih selaras dengan numerasi dan literasi standar yang mengukur kita.
Untuk mengukur sistem nasional kami mengukur sistem nasional dengan internasional. Kami akan formulasi sistem nasional untuk memastikan guru-guru dan sistem pendidikan, serta guru-guru mentor kami di kualitas yang terbaik di program guru moderat. Kemudian pengawas kepala sekolah generasi baru yang disebarkan di berbagai macam daerah, perubahan kepemimpinan dulu baru akan turun pada budaya belajar di sekolah.
Merdeka dari beban administratif, dan kemerdekaan dari kekakuan kurikulum. Biasanya anak terpaksa belajar yang terlalu sulit, kami mau ubah itu dan guru-guru bisa maju atau mundur kurikulum sesuai kebutuhan. Anak-akan lebih banyak project base learning untuk mengasah kompetensi yang jauh lebih penting dari menghapal, yakni kemandirian dan kreativitas, sesuai karakter pelajar Pancasila. Project base learning ini penting.
Perguruan tinggi dan kampus merdeka adalah melepaskan sekat antara dunia industri dan universitas. Melepas yang disebut belajar, mengabdi pada masyarakat dan riset, melepaskan sekat fakultas dan universitas.
Ini merdeka belajar di kampus. Jadi semua perusahaan dan lembaga riset dan organisasi nirlaba kelas dunia bisa jadi mini universitas dan memberikan 20 SKS. Dalam 5-10 tahun ke depan akan melihat Indonesia menjadi pionir, bukan hanya mengejar ketingglan
Anda pernah jadi CEO Gojek dan kini menjadi menteri, bagaimana agar Indonesia bisa mencetak Nadiem-Nadiem lainnya?
Itu mungkin harapan saya adalah di luar perubahan di sistem pendidikan, harapannya selalu bilang saya punya dua topi, saya punya topi mendikbudristek dan saya punya topi yang lebih penting yakni topi inisiator gerakan merdeka beajar. Tanpa ini jadi gerakan ini tidak akan sukses untuk mengembangkan ini generasi berikutnya yang bukan hanya pekerjaan, tapi menciptakan lapangan pekerjaan yang menjadi social entrepreneur dan startup.
Bukan hanya profit tapi non profit. Kita butuh mindset berbeda, anak muda kita perlu berpikir mengambil risiko dalam karier mereka adalah normal, dalam upaya mereka meluncurkan sesuatu, dan mereka harus bisa melihat kegagalan adalah hal normal dalam progresnya. Kegagalan sebagai proses. Gotong royong dan kolaborasi dengan masyarakat dan ekosistem itu menjadi hal yang penting, karena saat ini harapan saya perubahan yang dilakukan akan menimbulkan kepercayaan diri untuk mengambil riisko dan hal yang berbeda. Itu harapan pribadi saya perubahan ini akan mencetuskan inovator yang baru dan berani mengambil risiko. (miq/miq)