
Menkes BGS Bicara Sederet Upaya RI Bebas dari Pandemi Corona

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Budi Gunadi Sadikin sebagai menteri kesehatan pada 23 Desember 2020. Kepada BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, meminta menyelesaikan tiga hal, yaitu vaksinasi Covid-19, pandemi Covid-19, dan transformasi di sektor kesehatan.
"Menyelesaikan vaksinasi dan pandemi dibutuhkan manajemen dengan resources yang ada. Saya merasa terpanggil karena menyelamatkan nyawa manusia," ujarnya dalam CNBC Indonesia Economic Update, Senin (12/7/2021).
Memasuki pertengahan tahun ini, pandemi kian mengganas. Lonjakan kasus Covid-19 terus terjadi, tingkat terisian rumah sakit (RS) meningkat, hingga masalah-masalah lain muncul. Pemerintah lantas menerapkan PPKM Darurat untuk menekan laju kenaikan kasus Covid-19.
Berikut adalah penjelasan BGS perihal langkah-langkah terkini pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19:
Anda tidak memiliki latar belakang di bidang kedokteran namun ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi menteri kesehatan. Tanggapan Anda?
Saya diminta selesaikan tiga hal. Vaksinasi, atasi pandemi dan transformasi di sektor kesehatan. Menyelesaikan vaksinasi dan pandemi dibutuhkan manajemen dengan resources yang ada. Saya merasa terpanggil karena menyelmatkan nyawa manusia. Insya Allah bisa menyelesaikan tugas dengan baik.
Saat ditunjuk, Anda langsung dihadapkan dengan pandemi Covid-19?
Kalau terjadi di seluruh dunia, kita bisa diskusi dengan yang lain. Saya jalin komunikasi dengan menkes negara lain. Seperti apa pandemi dan mengatasinya. Membuka jalur khusus dengan Dirjen WHO (Tedros Adhanom) memberikan masukan. Indonesia seperti apa. Saya sendiri juga menjalin hubungan dengan epidemilog. Mereka memberikan masukan dengan baik. Agar segera dieksekusi dan menjalankan dengan baik.
Berkaca kepada Singapura yang sudah menyiapkan timeline new normal, apakah sesederhana itu?
Saya rasa, teman saya di Singapura, which is bukan dokter juga, belajar dari sejarah. Mulai dari pandemi paling dulu black death, ratusan juta meninggal. Ada Spanish Flu, ratusan juta juga. Polio seperti apa. HIV juga puluhan juta. Pandemi ini rata-rata puluhan sampai ratusan tidak hilang. Flu, polio masih ada, padahal penyakit ini sudah ratusan tahun.
Setiap pandemi harus dihadapi oleh umat manusia, harus adaptasi terutama dengan perubahan perilaku dan protokol kesehatan untuk bisa tetap menjalani kehidupan normal walau pandemi ada. Kita harus memahami bagaimana mengobati orang kalau terkena pandemi. Misal DBD, nama asingnya dangue. Kalau 100 tahun yang lalu 95% wafat. Sekarang mungkin ada juga wafat, tapi sebagian kita sudah bisa selamat karena sudah tahu merawatnya bagaimana.
Ini, pandemi menjadi epidemi. Ini istilahnya pandemi terkontrol, baik penularan dan perawatan bisa ditangani dengan baik. Balik kalau sejarah, pandemi akan jadi epidemi. Laju penularan dikontrol, kalau orang sakit bisa dirawat.
Nah, apakah negara di dunia sudah siap, saya belum berani mengatakan itu. Virus itu mutasi terus. Inggris sempat turun, vaksinasi turun, sekarang naik lagi sampai 20 ribu per hari. Israel, dalam dua bulan terakhir naik 4-5 kali lipat kasus harian. Walau pandemi akan jadi sejarah dan kita tahu bagaimana menangani, jangan takabur.
Menurut hitungan Anda, kapan Indonesia bisa lepas dari pandemi?
Target sejak awal adalah 100% dari rakyat Indonesia usia di atas 18 tahun akan vaksinasi. Jumlahnya 181,5 juta orang. Kalau masing-masing butuh dua kali, butuh 363 juta dosis. Sampai sekarang rencana pengiriman sampai akhir tahun 440 juta, di atas 363 juta. Karena ada buffer. Harusnya di akhir tahun sudah menyuntikkan, at least untuk vaksin pertama untuk seluruh target vaksinasi.
Bagaimana dengan pengadaan vaksin?
Untuk 363 juta dosis untuk vaksinasi 185 juta orang, masuknya tidak rata. Semester I masuknya 70 juta. Semester II, 290 juta dalam enam bulan. Itu hampir empat kali lipat lebih tinggi. Oktober akan ada vaksin datang 85 juta. Dibagi 30 hari kira-kira 2,5 juta per hari.
Tanggapan Anda terkait mutasi virus corona varian delta?
Varian delta terkonfirmasi menular cepat. Tapi belum terkonfirmasi fatal. Dia mematikan belum terkonfirmasi. Kalau bisa mengontrol laju penularan, itu yang terbaik.
Ekonomi terpuruk akibat pandemi. Formula apa yang bisa membuat masyarakat sehat tapi ekonomi kembali bergeliat?
Krisis ekonomi sekarang disebabkan oleh krisis kesehatan. Diawali krisis kesehatan. Berbeda dengan 1998-2008 diawali dengan krisis perbankan. Kenapa kesehatan bisa jadi ekonomi? Karena kegiatan ekonomi terjadi kalau ada kontak fisik.
Masalah kesehatan ini melarang kontak fisik. Itu sebabnya ekonomi turun. Setelah saya lihat sebelumnya kesehatan selesai, sehingga masyarakat nyaman kontak fisik, akan sulit kembali ke tingkat ekonomi tumbuh seperti yang diiginkan. Seberapa efektif daring tak seefektif luring.
Pemerintah menetapkan PPKM Darurat selama dua pekan sejak 3 Juli sebagai solusi menekan lonjakan kasus Covid-19. Apakah efektif?
Melihat ini, mobilitas penduduk menurun. Walau lihat polanya, harus lebih menurunkan pergerakan penduduk untuk mengurangi laju penuaran. Selama 1-2 minggu ke depan masih harus ngerem mobilitas penduduk.
Saat PPKM Darurat berlangsung, bagaimana dengan kegiatan ekonomi?
Harus dikurangi supaya orang tak sakit dan nanti rasa aman saat keluar. Kalau terbuka, masyarakat tak merasa aman, tak keluar, kegiatan ekonomi tidak bisa pulih. Sebanyak 70%-80% ekonomi di Indonesia sangat tergantung kontak fisik
Ini akan mengurangi laju penularan, kontak fisik. Lebih baik ekonomi maju selangkah dua langkah daripada maju 1.000 langkah tapi jatuh. Ini jauh lebih efektif dalam jangka panjang.
Apa yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 beberapa waktu belakangan?
Varian delta tinggi, penularan tinggi. Seperti India, delta, Israel, varian delta lebih tinggi. Kasus konfirmasi tinggi selama masih di bawah faskes tidak masalah. Fatalitas penyakit ini tidak lebih tinggi dari varian sebelumnya. Dari 100 yang kena, secara empiris 80% bisa isoman 14 hari sembuh Kemudian 20% perlu masuk RS. Selama 20% tetap mendapatkan layanan kesehatan, fatality penyakit ini lebih rendah dari HIV dan TBC. Kasus aktif cuma 100 ribu, 20%. Padahal tempat tidur ada 400 ribu di Indonesia.
Total tempat tidur RS di RI 400 ribu. Waktu sebelum Lebaran 75 ribu saja buat covid-19. Padahal di awal tahun siapkan 30 ribu. Kita siapkan 75 ribu karena yang masuk rendah. Kita punya room 130 ribu hingga 150 ribu bed untuk pasien.
Pemerintah sudah menyiapkan sejumlah rusun seperti Rusun Nagrak untuk mengatasi lonjakan pasien Covid-19?
Kalau Pasar Rumput, Nagrak, Wisma Atlet itu terpusat. Buat orang-orang tanpa gejala, tak perlu masuk RS. RS hanya dipakai orang-orang yang gejala berat. Kalau ringan bisa isoman. Dari 100 orang, 80% perlu isoman. Masuk RS hanya 20%. Kalau sakit tidak perlu panik.
Jika saturasi di atas 94, tidak sesak dan tidak ada komorbid, mendingan isolasi di rumah saja. Karena masuk RS kadar virusnya tinggi sekali. Kalau saturasi di bawah 94, ada sesak napas dan komorbid sebaiknya ke RS.
Pemerintah juga mulai menginisiasi telemedicine gratis bagi pasien Covid-19. Apakah efektif?
Dari 100 orang yang kena, 80 tidak perlu ke RS. Tapi saya memahami. Jika postif jangan panik. Sekarang buka layanan pilot project. Laboratorium dan telemedicine. Jika tes lab positif dan laboratorium terkoneksi dengan Kemenkes itu akan menghubungkan ke telemedicine. Kalau positif, cukup isoman, kalau harus ke RS akan diarahkan. Dengan demikian semua orang tidak perlu panik. Yang penting saturasi jangan di bawah 94%.
Alokasi anggaran dari Kemenkes bagaimana?
Anggarannya ada Rp 85 triliun. Walau sebagian untuk subisid BPJS sekitar Rp 40 triliun lebih. Kita ditambah ibu menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) melalui KPCPEN sebesar Rp 131 triliun. Dikasih tapi diberikan ke Kemenkes, BNPB dan pemda. Di dalamnya ada vaksinasi, testing, tracing, insentif nakes dan pembayaran klaim untuk RS.
Isu terkait insentif tenaga kesehatan masih menjadi masalah?
Pertama waktu saya masuk akhir 2020 ada tunggakan. Mau bayar 2021 ada proses audit BPKP Rp 1,84 triliun. Sekarang yang sudah diselesaikan Rp 1,44 triliun. Sudah hampir semua selesai.
Catatan kami anggaran yang diberikan melalui Kemenkes, berlaku nakes di RS umum pemerintah, RS TNI, RS Polri, BUMN dan swasta. Kelima jenis RS ini pembayaran insentif melalui anggaran Kemenkes. Yang banyak adalah tenaga kesehatan di RSUD. Anggaran tidak diberikan Kemenkes. Diberikan Kemenkeu kepada pemda. Ini yang kadang-kadang nakes bingung.
Catatan kami 2020, Rp 1,84 triliun, yang Rp 1,44 T sudah selesai. Untuk 2021, Rp 3,79 triliun di mana Rp 3,4 T sudah siap, sudah dibayar Rp 3 triliun. Pencapaian insentif sudah cukup baik. Catatannya Kemenkes membayar untuk dokter dan nakes pusat, RS TNI, polri, dan swasta. Kalau RSUD langsung oleh daerah.
Bagaimana dengan tunggakan klaim RS?
Ada 1 isu tunggakan RS, dibayarkan ke individu dan ke RS. Kalau sudah perawatan dan sudah klaim. Saya masuk di Desember, sudah disiapkan melunasi tagihan 2020 Rp 8 triliun dan untuk 2021 Rp 23 triliun.
Pada 2021 tidak masalah, sudah bayar rutin per bulan. Yang masalah tunggakan 2020 Rp 8,8 triliun. Karena itu tahun lalu, harus diaudit BPKP sebelum bisa dibayarkan. Kita sudah bayar Rp 5,6 triliun masih ada tunggakan 2020 klaim RS yang masuk Januari-Februari, kita setop di Mei. Dari Rp 8,8 triliun menjadi Rp 22 triliun. Padahal dianggarkan baru Rp 8 triliun.
Bagaimana tanggapan terkait dengan harga obat yang saat ini menjadi sorotan?
Saya memahami masyarakat panik. Harga dolar naik, orang panik beli dolar. Padahal sebelumnya tidak perlu dolarnya. Akibatnya dolar langka. Itu juga terjadi di obat. Obat yang ada di list, kemudian ada remdesivir, harus dengan resep dokter. Bukan obat seperti Vitamin C dikonsumsi bebas. Ini ada dampaknya.
Yang terjadi, entah bagaimana, semua merasa khawatir, bisa jadi dokter sehingga beli obat-obatan ini. Kita sedang perbaiki kok obat bisa dibeli, harusnya tidak bisa dibeli umum. Akibatnya semua keluarga stok. Sekarang obatnya ada di rumah yang orang sehat, sehingga kekurangan, harga naik mahal.
Terkait vaksin, ada stigma negatif muncul terkait efek samping, seperti apa langkah untuk menghilangkan stigma tersebut?
Memang saya melihat media berubah sekali. Dulu orang baca koran, orang sekarang lihat Twitter, FB, IG dan WA group. Akibatnya informasi yang masuk belum semua benar. Vaksin ini mengubah RnA, DnA, saya pikir tidak mungkin. Presiden AS, Raja Arab disuntik dengan seperti itu.
Entah bagaimana penyebarannya, orang jadi terbawa. Kemenkes, dibantu media, untuk edukasi untuk jangan cepat percaya dan forward WA. Biarkan ahlinya bekerja. Biarkan orang-orang yang bekerja di bidang medis. Kalau tidak, akan memperkeruh keadaan.
(yun/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dipimpin Jakarta, Kasus Covid-19 Nasional Tambah 5.800 Pasien
