
Jangan Telat! Batas Waktu SPT Badan Tetap 30 April 2021

Jakarta, CNBC Indonesia- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan meminta agar seluruh perusahaan merupakan Wajib Pajak Badan untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan paling lambat 30 April 2021 pukul 24.00 WIB.
"Tidak ada rencana perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Lapor SPT ditutup pada pukul 24.00 WIB, ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.
Dirjen Pajak meminta agar setiap wajib pajak badan mematuhi batas waktu pelaporan karena ada sanksi bila melewati tenggat. Sanksi yang disiapkan adalah denda Rp 1 juta setiap keterlambatan Wajin Pajak Badan.
Sekadar informasi, DJP mencatat jumlah wajib pajak badan yang telah menyampaikan SPT Tahunan pajak penghasilan hingga 15 April 2021 mencapai 373.500 wajib pajak. Tahun ini, sekitar 1,6 juta wajib pajak badan memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan.
Secara total, sambungnya, laporan pajak yang sudah disampaikan oleh wajib pajak badan dan orang pribadi mencapai 11,6 juta SPT. Dari jumlah tersebut, sebanyak 11,2 juta SPT berasal dari wajib pajak orang pribadi.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak hanya bertugas untuk mengumpulkan penerimaan negara, namun juga ikut mendorong perekonomian negara. Apalagi di tengah pandemi covid-19, DJP juga berperan besar dalam pemulihan ekonomi.
"Pada saat pandemi ini pajak memiliki peran tambahan. Pajak itu tidak hanya sekedar mengumpulkan penerimaan, pada saat bersamaan pajak juga kasih relaksasi guna dukung dunia usaha, dan WP yang sekarang sedang sulit," jelasnya.
Suahasil menjelaskan pandemi menekan fundamental kehidupan dunia. Total kasus dunia sudah mencapai 123 juta lebih dan kematian yang mencapai 2,7 juta jiwa. Indonesia juga tidak bisa menghindar dari tekanan tersebut, sehingga dibutuhkan kebijakan agar dampaknya tidak terlalu dalam.
"Virus belum ada obatnya maka perlu pembatasan sosial untuk kurangi dampaknya. Pembatasan berdampak ke kegiatan ekonomi, maka kegiatan ekonomi menurun dan banyak usaha WP terdampak, banyak ibu bapak yang pegawai ada terdampak ada juga merasakan pengurangan permintaan dan skala usaha," terang Suahasil.
Ini juga yang menjadi alasan penerimaan menurun, khususnya dari pajak. Dunia usaha tertekan sehingga membuat kesulitan membayar pajak. Pemerintah, kata Suahasil memahami hal tersebut, maka dari itu relaksasi pajak justru diberikan ketika penerimaan lebih rendah.
Relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non KITE. Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai bulan April hingga September 2020.
Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah KITE maupun non KITE.
Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September.
Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April hingga September 2020.
"Pajak memang biasanya dikonotasikan pemerintah kumpulkan penerimaan, setoran pajak namun pada saat pandemi pajak aktif bagaimana para WP Indonesia menerima relaksasi-relaksasi pajak yang diberikan oleh pemerintah," ujarnya.
Berbagai program tersebut tidak hanya berhenti di 2020. Beberapa dilanjutkan di tahun ini agar mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]