
Dwi Soetjipto Beberkan Jurus SKK Migas Adang Krisis Energi

Jakarta, CNBC Indonesia - Adanya pandemi Covid-19 saat ini memperburuk kondisi industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di dalam negeri. Pasalnya, sebelum adanya pandemi, industri hulu migas di Tanah Air telah memiliki sejumlah tantangan besar seperti produksi minyak dan gas yang terus menerus menurun setiap tahunnya dan cenderung tak mencapai target yang telah ditetapkan, hingga iklim investasi yang dinilai masih tidak menarik investor atau perusahaan migas global.
Namun, ketika pandemi melanda Indonesia sejak Maret 2020, industri ini semakin terpukul, karena ditambah dengan hantaman turunnya harga minyak mentah dunia dan juga semakin melesunya permintaan minyak dan gas bumi di pasar global, tak hanya di dalam negeri.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi hulu migas pada 2020 mencapai US$ 10,21 miliar, lebih rendah 15,6% dibandingkan target yang ditetapkan sebesar US$ 12,1 miliar.
Sementara realisasi lifting minyak pada 2020 mencapai 706 ribu barel per hari (bph), turun sekitar 5,4% dibandingkan realisasi lifting minyak pada 2019 yang mencapai 746.300 bph. Sementara lifting gas pada 2020 mencapai 5.461 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), turun 7,6% dari realisasi 2019 yang sebesar 5.912 MMSCFD. Adapun target awal lifting dalam APBN 2020 yang ditetapkan sebelum terjadinya pandemi yakni 755 ribu bph untuk minyak dan 6.670 MMSCFD untuk lifting gas.
Lantas, bagaimana situasi terkini industri hulu migas saat ini? Apa saja yang akan dilakukan regulator dan industri terkait guna mengalahkan segala hantaman tersebut?
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto membeberkan kondisi terkini dari industri hulu migas di dalam negeri kepada CNBC Indonesia, Senin (11/01/2021).
Dwi menjelaskan kini Indonesia memiliki tiga tantangan utama, antara lain bangkitnya energi baru terbarukan (EBT) di mana kampanye penggunaan energi baru terbarukan di dunia semakin gencar dan meminta masyarakat untuk meninggalkan penggunaan energi berbasis energi fosil. Munculnya industri migas non konvensional seperti shale oil dan shale gas juga membuat persaingan industri hulu migas menjadi semakin ketat.
Lalu, tingkat penurunan alamiah produksi migas di dalam negeri yang sudah terjadi selama 25 tahun menurutnya juga menjadi tantangan tersendiri untuk kembali membangkitkan produksi migas ke depannya.
Selain itu, adanya pandemi yang membuat permintaan minyak dan gas turun menurutnya juga menjadi salah satu kendala untuk meningkatkan produksi minyak dan gas di dalam negeri.
Namun demikian, dia mengaku pihaknya tidak berdiam diri begitu saja. SKK Migas telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi tantangan yang sudah jelas di depan mata ini. Salah satu strategi besar yaitu mewujudkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030.
Dwi pun mengatakan bahwa langkah-langkah yang dilakukan SKK Migas bersama dengan produsen migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ini juga sebagai upaya mencegah terjadinya krisis energi di dalam negeri pada tahun-tahun mendatang.
"Jadi, 2021 ini adalah sesungguhnya situasi krusial untuk tahun-tahun mendatang, potensi sangat besar di Indonesia yang bisa dijadikan penopang kebutuhan energi kita di masa depan," tuturnya kepada CNBC Indonesia.
Lalu, apa saja yang akan dilakukan SKK Migas untuk mewujudkan mimpi tersebut?
Berikut petikan wawancara CNBC Indonesia bersama Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Apa yang perlu dipahami mengenai kondisi migas RI sampai hari ini?
"Ada tiga hal, pertama hulu migas dunia di mana dengan adanya isu mengenai energi baru terbarukan (EBT). Kemudian persaingan yang lebih keras karena muncul minyak yang tidak hanya yang konvensional, tapi juga non konvensional seperti shale oil dan shale gas dan sebagainya dan sumber-sumber energi lain. Maka, pertama dari aspek price, kita akan sulit harapkan harga minyak dunia akan kembali tinggi seperti masa-masa yang lalu, jadi ada keseimbangan baru ke depan yang memang semakin tertekan.
Kedua, hulu migas Indonesia, kita sudah 25 tahun produksi minyak kita decline (turun) terus menerus di mana di satu sisi kita ada 128 cekungan migas dan baru 20 cekungan yang berproduksi. Masih banyak potensi yang masih terbuka. Kita butuh para investor untuk mengangkat, meningkatkan produksi migas Indonesia.
Ketiga, penurunan demand (permintaan) yang baru saja terjadi di 2020 ini karena adanya pandemi."
Satu tahun ke belakang dari Maret 2020, seberapa jauh dampak signifikan pada kondisi migas? Sudah adakah data dari Maret sampai tutup tahun 2020?
"Kalau kita lihat dampak dari pandemi ini, serapan yang sangat rendah secara global semua perusahaan minyak dunia turunkan investasi sekitar 30% di hulu migas, dan kita masih lebih baik dari rata-rata tersebut, kita turun 20%-an. Kalau bicara produksi dan lifting, hanya turun sekitar 5% dari target dan produksi tahun lalu. Ini kira-kira garis besar dampaknya kita di Indonesia. Kita masih lebih baik dari rata-rata dunia, di sisi investasi dan produksi dan lifting hanya terdampak sekitar 5% dari target kita."
Bagaimana spesifik rencana ke depan, khususnya di bawah SKK Migas?
"Jadi, pertama sepanjang 2020 kita sudah banyak bahas diskusikan sebuah visi dan jadi visi nasional di hulu migas nasional di mana di 2030 meningkat dan memproduksi 1 juta barrel oil per hari. Ini yang jadi acuan jangka panjang, oleh karena itu ketika masuk 2021 seperti tadi, kita tetapkan produksi dan lifting 705 barrel oil per hari. Itu sama dengan tahun lalu 705 ribu bph, tapi sesungguhnya ini beda karena yang dilakukan di 2021 harus ada upaya dapatkan tambahan 50 ribu (bph) karena kalau normal saja akan ada decline (penurunan) dan berkurang 50 ribu (bph). Kalau kita masuk di 2021 705 ribu (bph), harus nambah 50 ribu barel oil per hari. Dan 2021 sebagai canangkan 'The year of no decline' ini adalah penting agar bisa mengarah ke depan meningkat, 2022 harus meningkat. Jadi, kalau 2021 kita mampu untuk tidak lagi decline (turun), maka berharap 2022 lebih baik lagi capai peningkatan.
Dan untuk gas kita lebih karena di 2020 lifting gas kita 5.400 MMSCFD, di 2021 target 5.600 MMSCFD, dan revenue (pendapatan) serta investasi juga akan meningkat 20%. Tahun lalu (2020) investasi US$ 10,5 miliar, ditargetkan naik jadi US$ 12,5 billion (miliar) di 2021. Di sisi revenue, targetkan 2021, outlook dengan asumsi harga ICP 45 dollar kita akan targetkan di US$ 22 billion. Ini di gross revenue dan pendapatan negara juga kita targetkan meningkat."
Apa yang bisa disampaikan SKK Migas jaga confidence produksi minyak di 2030 capai 1 juta barel per hari, agar percaya diri on track?
"Jadi, kalau mau peroleh produksi yang meningkat, ukurannya di pengeboran. Salah satu yang sudah disebutkan untuk meningkatkan pengeboran. Alhamdulillah semua KKKS sudah memasukkan semua dalam rencana kerjanya di 2020. Pengeboran kita ada sekitar 240 sumur di 2020, lalu di 2021 ditingkatkan jadi 616 sumur, ada peningkatan lebih dari dua kali. Ini yang sangat diharapkan akan mendukung produksi lifting. Kuncinya adalah harus ada kenaikan produksi dibandingkan tahun-tahun lalu dengan proyek-proyek yang akan onstream (beroperasi) 2021 sebesar 40-50 ribu barel per hari.
Jangka panjang juga tidak boleh dilupakan, 2021 yang akan mendukung peningkatan produksi kita dengan work over naik, well service juga harus naik, tapi jangka panjang kita harus prepare yakni eksplorasi kita, ada tiga terobosan yang kita siapkan. Kita akan laksanakan 3D seismik sepanjang pulau Jawa, pengukuran seismik dengan pesawat terbang di Papua.
Untuk kegiatan operasional adalah membuat investor itu tertarik investasi di Indonesia. Supporting SKK Migas yaitu memperbaiki one door service policy-nya, diharapkan akan membantu KKKS di dalam pengurusan izin, maupun pembebasan lahan, AMDAL, dan sebagainya."
Investasi 2020 migas alami kelesuan, seberapa optimis di 2021 dari sisi investasi untuk sektor migas Indonesia?
"Investasi selalu dikaitkan dengan potensi dan kalau lihat harga minyak dunia, APBN menargetkan, menetapkan pedoman 2020 ICP di bawah US$ 40 per barel, maka 2021 ditargetkan US$ 45 per barel. Kita lihat tren kenaikan harga minyak dunia cukup bagus setelah isu vaksin keluar, sudah membaik dan saat ini sudah di atas US$ 50 per barel. Kita sangat yakin dengan harga minyak dunia naik, maka investasi akan meningkat. Di 2020 investasi di Indonesia adalah US$ 10,5 billion, maka di 2021 akan jadi US$ 12,5 billion, jadi sekitar 20% meningkat. Ini juga terlihat dari kegiatan mereka di investasi juga meningkat. Kalau kita lihat dari seismik 2D terjadi peningkatan 12% untuk wilayah kerja aktif, dan dari KKP (Komitmen Kerja Pasti) open area meningkat 150% cukup besar. Kemudian seismik 3D juga meningkat 24%, sumur pengeboran meningkat 156% dari 240 ke 616 sumur, sumur eksplorasi naik 105% dari 21 sumur jadi 43 sumur, work over meningkat 6%, dan well service meningkat 11%. Ini sudah tertuang dalam rencana kerja KKKS. Jadi, ini adalah confirm dari semua rencana kerja KKKS."
Proyek baru yang perlu investasi besar tahun ini dan mendatang?
"Di rencana proyek yang kita targetkan onstream di tahun 2021 itu ada 12 proyek onstream ditambah 2 PSN (Proyek Strategis Nasional) yang akan onstream di akhir tahun 2021 adalah JTB gas dan proyek Tangguh 3 (Train 3 kilang LNG Tangguh) di Papua (Barat).
Sedangkan dari proyek-proyek yang lain ada 12 proyek tadi, saya sampaikan investasi US$ 1,6 billion dengan tambahan produksi 8.500 barrel oil per hari dan 484 MMSCFD. Kalau JTB dan Tangguh Train 3 size cukup besar akan jadi penopang di 2021 dan juga dan tentunya 2022 dan seterusnya."
Benarkah krisis energi jadi ancaman yang kian nyata di depan mata dari perspektif SKK Migas? apalagi produksi hulu migas terus turun. Kilang juga belum ada penambahan kapasitas khususnya tahun depan, bagaimana antisipasinya, fokus di 2021 ancaman krisis energi nasional?
"Jadi 2021 ini adalah sesungguhnya situasi krusial untuk tahun-tahun mendatang, potensi sangat besar di Indonesia yang bisa dijadikan penopang kebutuhan energi kita di masa depan. Kuncinya adalah investasi di iklim investasi tentunya menjadi kuncinya adalah keekonomian di samping penyederhanaan dan birokrasi yang sudah terus dibangun di pemerintah dan di iklim investasi saat ini sedang terus berjalan diskusi di Kemenkeu, Kementerian ESDM dan SKK Migas ikut membangun perbaikan iklim investasi.
Pertama, di aspek eksplorasi kita ada empat program sebagai exploration sweetener yakni ketersediaan data bawah permukaan, keterbukaan data yang sudah keluar Permen ESDM No 7 2019, promosi area yang potensial, dan pendanaan eksplorasi, ini empat item dalam rangka dukung eksplorasi.
Kemudian, untuk membantu mengatasi permasalahan cash flow, kita sudah tetapkan adanya temporary incentives yakni penundaan pencadangan dana ASR (Abandonment and Site Restoration). Lalu, dari sisi upaya menjaga keekonomian maka saat ini dan terus dibahas mengenai tax holiday, pengurangan penundaan indirect tax, penghapusan PPN LNG, penghapusan biaya sewa barang milik negara, fleksibilitas fiskal, serta dukungan pada industri pendukung hulu migas dari berbagai institusi.
Ini sebagian besar ada lima sampai enam item besar yang sudah terselesaikan, tinggal akan dilanjutkan sisanya. Mudah-mudahan dengan iklim investasi yang lebih baik, karena memang kita tidak bisa berdiri sendiri, kita akan bersaing dengan negara lain tarik investor, hal-hal ini menjadi kunci menangkap potensi nasional yang sesungguhnya besar bagi penopang kebutuhan energi nasional ini."
Proses transisi Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina antisipasi agar tidak kejadian seperti Blok Mahakam?
"Ya jadi yang pertama tentu saja bagaimana menjaga investasi, termasuk bagaimana menjaga tetap ngebor di masa transisi, ini penting supaya menjaga, rawat sumur-sumur yang ada dan tidak begitu operator lama pergi langsung jatuh. Maka, alhamdulillah tanda tangan Heads of Agreement (HoA) sekitar September (2020) ya di mana Heads of Agreement pertama kali kita implementasikan di Indonesia, investasi di masa transisi di mana tentu saja bagaimana mengembalikan investasinya adalah dengan cara pembiayaan dipercepat dan sebagainya dan dari sini akan ada investasi sekitar US$ 150 juta di 2021 ini dan akan ngebor sekitar 115 sumur. Ini jadi hal penting supaya ketika Pertamina masuk di Rokan, produksinya tidak terjun jauh, itu yang pertama.
Kedua, kita ada steering committee dan tim kerja untuk transisi itu, di mana transisi di data pemindahan data penting sekali supaya semua kondisi saat ini. Daan kedua adalah tenaga kerja, tentu saja pertamina akan sangat peduli dan manfaatkan tenaga kerja yang sudah sangat familiar dengan ladang di sana.
Ketiga, persiapan melaksanakan EOR yang penelitiannya di Rokan sudah dilaksanakan sejak mungkin 10 tahun lalu, mestinya tahun-tahun ini ketika nanti Pertamina masuk tinggal pilot plan dan kita harapkan bisa berproduksi di tahun 2024."
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dirjen Migas Buka-bukaan Nasib Migas RI 2021
