Wawancara Eksklusif

Diguncang Pandemi, Pertamina Tak Gentar Bangun Kilang

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 December 2020 12:25
Strategi Pertamina Raih USD 40 Miliar Untuk Investasi Kilang Baru (CNBC Indonesia TV)
Foto: Strategi Pertamina Raih USD 40 Miliar Untuk Investasi Kilang Baru (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini masih dibayang-bayangi dengan krisis energi, terutama ketika ketergantungan pada impor minyak semakin besar, sementara produksi dalam negeri tak juga meningkat selama lebih dari dua dekade.

Permintaan bahan bakar minyak (BBM) kini mencapai 1,3 juta-1,4 juta barel per hari (bph), sementara produksi dari kilang dalam negeri hanya sekitar 700 ribu-800 ribu barel per hari. Ini artinya, sekitar separuh dari permintaan BBM di dalam negeri dipasok melalui BBM.

Bila pertumbuhan ekonomi ke depan semakin meningkat, maka energi yang dibutuhkan semakin besar. Jika kapasitas kilang BBM di dalam negeri tak jua ditambah, tentunya impor BBM akan semakin besar dan pada akhirnya semakin membebani neraca perdagangan negara ini.

Oleh karena itu, inisiatif pembangunan kilang BBM baru pun datang dari PT Pertamina (Persero) melalui program pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/ GRR) maupun peningkatan kualitas dan kuantitas kilang yang telah ada atau biasa dikenal dengan Refinery Development Master Plan (RDMP).

Tak hanya dari Pertamina, sejumlah proyek kilang tersebut pun didukung oleh pemerintah, terutama ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan proyek-proyek kilang BBM tersebut ke dalam Proyek Strategis Nasional yang tercantum dalam Peraturan Presiden No.109 tahun 2020.

Setidaknya ada lima proyek RDMP yang akan dibangun antara lain di kilang Cilacap (Jawa Tengah), Balikpapan (Kalimantan Timur), Plaju (Sumatera Selatan), Dumai (Riau), dan Balongan (Jawa Barat), dan kilang baru Tuban (Jawa Timur) serta Bontang (Kalimantan Timur).

Tak hanya kilang BBM berbasis minyak, Pertamina juga berencana mengembangkan proyek kilang BBM berbasis minyak sawit (Crude Palm Oil/ CPO) di Plaju dan Cilacap.

Proyek-proyek tersebut ditargetkan bisa meningkatkan kapasitas pengolahan minyak menjadi sekitar 1,5 juta-1,8 juta bph dari saat ini sekitar 1 juta bph dengan disertai peningkatan kualitas menjadi berstandar Euro V dari saat ini standar Euro II. Bahkan, produksi petrokimia juga ditargetkan meningkat signifikan menjadi 8,6 juta ton dari kini 1,7 juta ton.

Lantas, sudah sejauh mana pembangunan kilang minyak baru tersebut? Apakah adanya pandemi Covid-19 sejak awal tahun ini mengganggu proses pembangunan kilang ini? Kapan produksi BBM Indonesia akan bertambah, sehingga impor BBM bisa berkurang?

Untuk menjawab hal-hal tersebut, CNBC Indonesia baru saja mewawancarai Ignatius Tallulembang, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Refinery and Petrochemical Sub Holding Pertamina, Senin (14/12/2020).

Berikut petikan wawancara kami:

Pertamina terus menuntaskan mega proyek RDMP dan GRR, bagaimana sebenarnya peran vital kilang ini dalam konteks Indonesia?

"Pembangunan kilang memegang peranan yang sangat penting bagi Indonesia. Faktanya, saat ini kita masih memerlukan 1,3-1,4 juta barel per hari BBM, sementara kapasitas produksi BBM dari kilang existing saat ini sekitar 700-800 ribu barel per hari, sisanya masih dipenuhi dari impor.

Selain itu, kilang yang ada hari ini secara kualitas masih standar Euro II, di mana apabila kita tidak melakukan peningkatan dari sisi kualitas, maka kilang kita tidak akan mampu untuk memenuhi tuntutan akan penyediaan produk ramah lingkungan, yang berarti akan kalah jika bersaing dengan kilang-kilang lainnya.

Di sisi lain, pembangunan kilang ini juga akan memberikan dampak multiplier effect yang sangat besar bagi Indonesia, di antaranya adalah menekan defisit neraca perdagangan atau Current Account Deficit (CAD) melalui pengurangan impor BBM dan petrokimia, menyerap tenaga kerja hingga lebih dari 100 ribu pekerja langsung, serta mendorong peningkatan local content atau TKDN. Hal ini semata-mata dilaksanakan Pertamina untuk dapat berkontribusi dalam membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional."


Pembangunan kilang memerlukan dana yang besar, bagaimana Pertamina menyiasati pendanaan ini, apalagi di tengah pandemi Covid-19 di mana Pertamina harus melakukan efisiensi?

"Kebutuhan investasi untuk proyek kilang BBM dan petrokimia hingga tahun 2027 diperkirakan memerlukan investasi lebih dari US$ 40 miliar. Tentu jumlah yang tidak sedikit, untuk itu dalam memenuhi kebutuhan investasi tersebut Pertamina melakukan beberapa langkah pencarian pendanaan, baik melalui strategic partner, project financing, loan pinjaman dan bangun skema bisnis Build Operate Transfer (BOT) maupun Built Lease Transfer (BLT). Kita akan dorong pihak lain, pihak luar, partner ataupun swasta untuk turut berpartisipasi sharing pendanaan atau membangun sepenuhnya proyek-proyek yang akan kita bangun oleh karena itu pembangunan proyek ini dapat kita selesaikan sesuai dengan target yang ditetapkan.

Seperti contohnya pada pembangunan proyek kilang GRR Tuban, Pertamina bekerja sama dengan Rosneft perusahaan besar dari Rusia dan membentuk perusahaan patungan yaitu PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). Selain itu, untuk proyek lainnya seperti di Petrochemical Jawa Barat, Pertamina juga menjajaki kerjasama dengan partner CPC dari Taiwan dan juga LG Chem dari Korea. Demikian langkah-langkah yang diambil."


Saya ulang angkanya ya 40 miliar dolar ya?

"Iya."


Bagaimana Pertamina menyiasati agar pembangunan kilang ini menarik investor sedang tertantang karena pandemic agar investor tertarik pada proyek besar seperti ini?

"Kalau bicara pembangunan kilang, jika kita hanya fokus pada produksi BBM, maka nilai keekonomiannya yang sering kita indikasikan dengan IRR (Internal Rate of Return) dari proyek tidak akan maksimal sering kita sebut marginal, oleh karena itu, dalam Grand Strategy pembangunan kilang, Pertamina juga akan berfokus pada produk-produk bernilai tinggi, salah satunya adalah integrasikan kilang BBM yang ada dengan petrokimia.

Selain itu, Pertamina juga memanfaatkan dukungan pemerintah seperti penetapan proyek kilang dan petrokimia sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga akan lebih mudah dalam perizinan, pemberian tax holiday atau mendapatkan insentif fiskal berupa tax holiday sehingga meningkatkan nilai keekonomian proyek tentu saja akan sangat menarik investor.

Setelah proyek kilang ini selesai dibangun, maka kilang-kilang yang dimiliki oleh Pertamina akan menjadi lebih kompetitif dan bahkan termasuk yang terbaik di regional. Selain daripada kapasitas pengolahan dan juga produksi BBM yang meningkat, di sisi produk petrokimia juga akan meningkat secara signifikan yaitu dari sebelumnya 1.7 juta metric ton per tahun menjadi 8.6 juta metric ton per tahun."


Layak secara keekonomian di situasi yang sulit ini seperti apa sih Pak? Layak ekonomi bisa berlanjut seberapa lama lagi?

"Ada suatu indikator biasanya di dalam suatu proyek kita kenal IRR juga NPV (Net Present Value) atau juga buyback period, itu juga menjadi indikator. Nah biasanya kalau partner ini punya suatu target IRR misal partner dari Timur Tengah syaratkan IRR 12% bahkan 15% dengan langkah-langkah tadi, itulah upaya yang kita bisa upayakan atau hasilkan dapatkan keekonomian menarik dari investor. Bagi kita Pertamina akan lebih baik percepat pengembalian return."


Selama pandemi Covid-19, apakah pembangunan kilang terus berjalan, bagaimana strateginya?

"Pertamina telah menetapkan bahwa proyek strategis nasional seperti proyek kilang yaitu RDMP dan GRR agar terus dijalankan. Ini komitmen Pertamina, RDMP ini kita kenal adalah proyek upgrading kilang kita lakukan modernisasi pada kilang existing GRR adalah bangun kilang baru terintegrasi dengan petrokimia. Hal ini dilaksanakan tidak hanya agar proyek-proyek tersebut dapat selesai sesuai dengan target waktu, namun juga agar dapat mendorong ekonomi masyarakat khususnya di sekitar wilayah proyek. Seperti contohnya di RDMP Balikpapan, hingga saat ini telah melibatkan lebih dari 6.000 pekerja di lapangan dan terus akan bertambah. Progress cukup signifikan saat ini sudah 25%.

Dalam hal ini, Pertamina menerapkan protokol kesehatan yang ketat termasuk melaksanakan Pool PCR kepada seluruh pekerja proyek dan operasional kilang. Selain itu, kami juga memanfaatkan teknologi-teknologi informasi, sehingga pekerjaan seperti review engineering dapat dilaksanakan secara online. Selama pandemic, Pertamina terus menjalankan penugasan dan amanah untuk melaksanakan pembangunan dan menyelesaikan target kilang dan petrokimia sebagaimana diberikan penugasan."


Efisiensi apa yang pada saat bersamaan dilakukan Pertamina agar bisa on track?

"Berbagai upaya efisiensi dilakukan baik dari operasional Pertamina tentu secara maksimal melakukan upaya-upaya efisiensi tetapi juga dari sisi investasi atau proyek dilakukan langkah-langkah efisiensi melalui misalnya di dalam proses pelelangan upayakan seleksi, pemilihan partner atau EPC kontraktor selain yang punya reputasi internasional juga kita lakukan dengan biaya yang terendah. The lowest price kalau sudah lolos pra kualifikasi dan teknikal maka kita tentukan pemenang berdasarkan keekonomian, biaya investasi pengelolaan proyek termudah demikian juga dalam pengadaan barang, perawatan juga upaya mencari produk dan peralatan yang kompetitif tentunya harus memenuhi kualifikasi dari sisi teknis. Kualitas bagus tapi dalam hal efisiensi tadi harganya harus wajar."

Bagaimana progress pembangunan kilang hingga saat ini, kilang mana yang paling cepat progresnya?

"Kilang yang progres paling cepat adalah RDMP Balikpapan, progress Balikpapan ini saat pandemic masih sesuai dengan target yang ditetapkan dan kami komitmen laksanakan Langkah-langkah terobosan guna percepat penyelesaian proyek. RDMP Balikpapan, di dalamnya termasuk di area Lawe-Lawe, kita bangun storage di sana saat ini telah mencapai progress overall fisik sebesar 24,3% per 3 Desember 2020.

Beberapa milestone penting yang sudah terselesaikan di Tahun 2020 ini di antaranya adalah Operational Acceptance untuk beberapa peralatan kilang seperti New Acid Flare dan New Jetty Sulfur, lalu Material on Site and Erection Gas Turbine Generator, Material on Site Boiler Package, serta Material on Site Module Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang merupakan komponen penting sebagai penunjang kebutuhan power dan steam di kilang pasca RDMP Balikpapan beroperasi.

Hingga akhir Tahun ini juga akan ada milestone penting yang akan kami selesaikan antara lain tercapainya Mechanical Completion (MC) untuk proyek Workshop & Warehouse, MC untuk Gedung Laboratorium, serta Mechanical Tank Installation RFCC Tank. Pembangunan GRR Tuban juga terus berlanjut. Beberapa kemajuan proyek yang ada saat ini adalah telah selesainya pekerjaan restorasi garis pantai di proyek Tuban, serta pengadaan lahan masyarakat yang sebagian besar sudah dibayarkan dan ditargetkan selesai seluruhnya pada akhir tahun 2020 ini.

Selain itu, saat ini juga parallel dilaksanakan untuk pekerjaan Basic Engineering Design (BED) yang telah mencapai progress sekitar 80% per 27 November 2020 yang lalu. Selain itu RDMP Balongan yang pertama juga sudah dilakukan kontrak award nah ini projek kedua yang sudah masuk tahap eksekusi. Balongan fase 1 kami targetkan akan selesai di pertengahan 2022, demikian."


Bicara target RDMP kalau sudah operasi tambah kapasitas berapa besar?

"RDMP Balikpapan fase 1 ditargetkan rampung pada tahun 2023, sementara untuk fase 2 ditargetkan selesai pada tahun 2025. Kilang Balikpapan nantinya akan mampu meningkatkan pengolahan minyak mentah dari sebelumnya 260 ribu barel per hari (bph) menjadi 360 ribu bph, serta meningkatkan kualitas produk total BBM dari sebelumnya sekitar 150 ribu bph meningkat dua kali lipat menjadi 300 ribu bph dengan kualitas sudah setara Euro V.

Detailnya produk gasoline ini Pertamax grup ya premium akan meningkat besar dari saat ini 37 ribu bph dari kilang Balikpapan akan meningkat ke 142 ribu bph lebih dari tiga kali lipat dan juga produk diesel dari 115 ribu bph ke 160 ribu bph, demikian."


Tren dunia ke depan menunjukkan adanya pergeseran kebutuhan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, bagaimana Pertamina mengatasi hal ini?

"Pertamina dalam hal ini sangat mendukung dalam pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan, hal ini juga sejalan dengan rencana Pemerintah dalam mengembangkan serta implementasi bioenergi di Indonesia sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) khususnya terkait dengan Bauran Energi Nasional .

Saat ini Pertamina tengah mengembangkan green refinery di dua lokasi kilang yaitu Plaju dan Cilacap. Kapasitas standalone green refinery Plaju sebesar 20,000 barel per hari CPO atau setara dengan 1 Juta ton CPO per tahun. Sedangkan kapasitas untuk biorefinery Cilacap terdiri dua Fase, Fase-1 adalah sebesar 3,000 barel per hari RBDPO setara dengan 150 Ribu ton RBDPO per tahun dan untuk Fase-2 adalah 6,000 barel per hari CPO setara 300 Ribu ton per tahun.

Pertamina juga telah berhasil melakukan lompatan besar dengan sukses melakukan uji coba produksi Green Diesel D100 sebesar 1.000 barel per hari di Kilang Dumai, Riau uji coba pada Juli lalu. Produksi D100 menggunakan bahan 100% minyak sawit ini menjadi kado Pertamina menjelang HUT RI nantinya, saat ini adalah kado ulang tahun Pertamina yang ke-63. Hal ini tidak lain merupakan semangat dari Pertamina untuk mewujudkan Nawacita yakni mengoptimalkan sumber daya dalam negeri untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional."

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular