
SBY Bicara Soal Resesi, Covid-19, dan Krisis Ekonomi 2008

Jakarta, CNBC Indonesia - PandemiĀ Covid-19 telah berdampak masif kepada seluruh negara di dunia tanpa terkecuali Indonesia. Pandemi tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan semata melainkan juga krisis ekonomi.
Terkait perekonomian, Indonesia bahkan di ambang jurang resesi. Ini setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 minus 5,32%. Apabila di kuartal III nanti perekonomian tumbuh negatif lagi, maka resmi sudah Indonesia masuk kategori negara resesi.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia, pekan lalu, Presiden ke-6 RIĀ Susilo Bambang Yudhoyono mengutarakan pandangan perihal potensi itu. Menurut SBY, sapaan akrab Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia memiliki potensi besar untuk lolos dari jeratan resesi.
"Kalau ditanya ke saya, dapatkah Indonesia bisa bebas dari jerat resesi? Terus terang situasinya berat. Tapi bukan berarti tidak ada jalan untuk kuartal III dan IV kita bisa lebih baik dibanding kuartal kemarin. Boleh saya katakan, pemerintah punya tugas yang sangat berat, make the impossible to possible," kata SBY.
Dalam wawancara itu, Presiden RI periode 2004-2014 itu menawarkan tiga 'jurus' yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, menekan penurunan PDB. Kedua, atasi pengangguran. Ketiga, bantu masyarakat miskin.
Berikut adalah petikan wawancara eksklusif CNBC Indonesia dengan SBY:
Bagaimana pandangan bapak terhadap kondisi perekonomian Indonesia saat ini? Apa mampu Indonesia mampu terhindar dari jurang resesi?
Pertama-tama, saya berharap kita tidak perlu cemas atau risau kalau harus mengalami resesi ekonomi di Indonesia. Karena dunia memang dalam keadaan resesi. Bangsa-bangsa lain mengalami hal yang sama. Bicara resesi, secara teknis ekonomi, resesi terjadi apabila penurunan pertumbuhan ekonomi atau negatif dua kuartal berturut-turut.
Kalau ditanya ke saya, dapatkah Indonesia bisa bebas dari jerat resesi? Terus terang situasinya berat. Tapi bukan berarti tidak ada jalan agar kuartal III dan IV bisa lebih baik. Boleh saya katakan pemerintah punya tugas yang sangat berat, make the impossible to possible.
Bagaimana caranya? Begini. Kita sudah tahu hasil pertumbuhan ekonomi kita di kuartal II minus 5,32%. Mengapa drop seperti itu? Komponennya sudah kita ketahu, mana consumption (konsumsi), government spending (belanja pemerintah), investment (investasi) atau netto dari ekspor minus impor. Kita sudah tahu mana yang merah atau biru. Dari sektor usaha, industri dan perdagangan drop. Padahal keduanya menyumbang pertumbuhan yang sangat penting.
Alhamdulillah pertumbuhan baik karena ada panen kemarin. Nah kalau memang seperti itu struktur dan kondisinya pada kuartal II kemarin, maka lakukan sesuatu untuk meningkatkan semuanya. Kalau konsumsi rendah mungkin karena pengangguran di mana-mana. Daya beli menurun, tidak dapat penghasilan akhirnya berat juga mau dikasih apapun. Tidak mudah. Sekali lagi bisa dilakukan segala upaya untuk mencegah kita dari resesi.
Bagaimana cara melewati krisis ini dibandingkan dengan yang terjadi pada 2008 lalu saat era kepemimpinan bapak?
Terus terang krisis sekarang sangat serius, berat dan saya ikuti pemberitaan percaturan di tingkat global siang malam melalui televisi, sebagian melalui CNBC. Sebagian mengatakan jangan-jangan bukan hanya resesi tapi dunia masuk depresi. Resesi itu kan tempo 1, 2, 3 tahun perlambatan pertumbuhan bisa diatasi. Tapi depresi jauh lebih berat. Kita ingat krisis 2008 deep resesi dari ekonomi global kita.
Tapi tahun 1929 dulu itu depresi disebut the great depression. Yang perlu diwaspadai tanda-tanda sifat-sifat depresi atau resesi berat ini muncul pada tingkat dunia misal drop GDP. Kemudian saham berjatuhan. Perbankan mengalami masalah, spending mengalami penurunan tajam. Terus terang mulai ada ketakutan ini betul-betul great depression 1929 atau lebih berat.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia tergantung seberapa berat pukulan atau dampak dari krisis global terhadap negara kita. Kemudian seberapa cekatan kita cegah menurunnya perekonomian dalam negeri kita karena sudah punya masalah sebelum pandemi, dengan pandemi bertambah berat lagi permasalahannya.
Kita punya contoh 1998 ekonomi kita jatuh betul dan recovery panjang. Tahun 2008 kemarin kita selamat dan terbebas resesi. Artinya kita pernah mengalami masalah itu sebelumnya.
Apa perbedaan krisis tahun ini dan sebelumnya?
Ada perbedaan yang cukup mendasar, meski ada kesamaannya. Bicara perbedaan 2008 murni krisis ekonomi global sekarang krisis ekonomi plus pandemi Covid-19 terus terang lebih berat. Dulu 2008 krisis resesi global tapi tidak semua negara alami resesi, termasuk Indonesia. Pada 2008 pertumbuhan kita 6%, karena ada krisis global tahun 2009 dari jadi 4,6%. Pada 2010 naik lagi bahkan 6,2%. Kita punya bentuk V sehingga kita terbebas dari resesi itu. Sekarang secara global ada resesi. Hampir semua negara mengalami resesi.
Pada 2008 dulu, jangan mengira sebelum ada krisis kita tidak ada tekanan, punya. Harga minyak meroket pada 2005 sehingga kita naikkan 140% harga BBM. Kemudian pada 2008 meroket lagi bahkan puncaknya bisa mencapai 150 dolar per barel harga minyak. Itu juga tekanan yang berat. Belum ada bencana alam banyak sekali, tsunami gempa Jogja, gempa Padang dan banyak sekali. Juga flu burung. Artinya kita punya permasalahan sebelum krisis 2008 yang dulu.
Pada 2020 ini kita punya permasalahan ekonomi kita sebelum pandemi datang. Misalnya utang kita udah lumayan besar baik pemerintah dan BUMN. GDP kita alami perlambatan di tahun-tahun terakhir. Ada persoalan daya beli dan pengangguran. Alhamdulillah kita didorong harga minyak rendah. Kemudian inflasi akibatnya rendah. Itu yang saya katakan ada persamaan dan perbedaan. Kita sudah berada dalam keadaan ini. Mari lakukan segala sesuatu yang pas tepat yang betul-betul bisa menahan kejatuhan ekonomi mendalam.
Apa upaya yang dilakukan untuk mem-booster ekonomi? Dan bagaimana cara pemerintah ketika itu melunasi utang Rp 117 triliun ke IMF?
Saya harus sedikit berhati-hati untuk jelaskan ini karena banyak yang sensitif. Mungkin kurang nyaman kalau saya menyampaikan pandangan apa yang kita lakukan dulu. Karena itu saya mau bicara secara faktual agar segala sesuatu jadi terang dan mudah.
Tahun 2008 saya anggap disrupsi atau diskontinuitas dari apa yang kita lakukan untuk membangun ekonomi kita. Saat awal memimpin Indonesia saya indentifikasi masalah-masalah utama yang berkaitan ekonomi kita. Ternyata saya ketemu lima masalah utama.
Pertumbuhan GDP memang rendah relatif 4%. Saya nggak menyalahkan siapa-siapa karena kita baru keluar dari krisis. Pendapatan per kapita juga rendah US$ 1.100. Lantas utang kita masih lumayan besar termasuk IMF. Tingkat pengangguran 11%, kemiskinan juga tinggi 17%.
Dari situ, pemerintah punya kebijakan strategi dan aksi-aksi yang nyata di lapangan untuk memperbaiki itu. Pro growth, pro job, pro poor dan pro environment policy. Pemerintah kerja sangat keras all out. Tidak selalu mudah ada pasang surut, ada up and down tapi kami tidak menyerah semua diperbaiki. Ketika terjadi disrupsi 2008 tetap kita kembali bangkit dan lawan untuk upaya kita.
Ekonomi kita khas, jangan disamakan dengan ekonomi Malaysia, Tiongkok, Singapura yang kebanyakan export oriented economy. Kita bersandar pada konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah juga. Kemudian investasi. Karena itu saya fokus 2008 melanjutkan ekonomi rumah tangga, konsumsi pemerintah juga investasi karena ekspor kita belum sangat besar dibanding negara-negara yang export oriented economy.
Alhamdulillah atas kerja keras kita, bukan tanpa masalah, tetapi semua yang saya jadikan sasaran dan tujuan besar bisa dicapai. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6%. Pendapatan per kapita naik 350% lantas uutang kita alhamdulillah kita bisa lunasi utang IMF. Karena bagi bangsa kita itu dipermalukanlah, kemudian yang tidak kalah penting tingkat pengangguran 6% dan tingkat kemiskinan 10%. Turun cukup drastis.
Artinya ekonomi kita makin baik-baik. Memang pada masa ujung pengabdian saya 2013-2014 ada tekanan baru terhadap emerging market tapi kami tetap pada koridor haluan membangun ekonomi Indonesia sebagaimana yang rakyat harapkan.
Terkait kondisi saat ini, apa yang harus dilakukan Indonesia?
Saya kembali harus berhati-hati. Jangan nanti sampai dianggap menggurui. Saya yakin Pak Jokowi, Kabinet Indonesia Maju, para menteri ekonomi sudah tahu permasalahan, juga sudah tahu kira-kira apa solusinya. Namun, kalau saya ditanya ini keadaan kita ini yang ada di Indonesia sehingga apapun kebijakan ekonomi yang dipilih sekarang fokus all out lanjut memulihkan ekonomi kita secara masif dan intensif.
Menurut saya ada tiga agenda utama. Pertama, cegah penurunan GDP yang sangat berlebihan. Stimulasi pertumbuhan itu sangat penting. Stabilisasi ekonomi juga sangat penting. Jangan lupakan bahwa pengangguran di mana-mana.
Menko Perekonomian (Menteri Koordinator Bidang Perekomian Airlangga Hartarto) saya ikuti dalam wawancara beliau sebelum dan setelah pandemi jika dijumlahkan pengangguran kita 11 juta. Saya tidak tahu apa sudah memasukkan pengangguran tidak kentara. Yang setengah menganggur sektor informal. Kalau dihitung cukup besar karena itu segera diatasi. Kalau tidak akan memukul konsumsi. Konsumsi drop pertumbuhan pasti drop.
Fokus ketiga, pemerintah bantulah rakyat yang sedang susah ini, kehilangan pekerjaan terutama golongan miskin. Kalau fokus tiga hal itu, ada kemungkinan jika alami resesi toh tidak berkepanjangan. Syukur-syukur Allah SWT memberi pertolongan kita bisa keluar dari resesi meski saya nggak ingin beri angin surga karena situasinya cukup berat.
Kemudian, seperti apa pandangan bapak terhadap perkembangan politik global?
Sebagai seseorang yang pernah aktif di percaturan dunia, dunia diplomasi, bekerja sama dengan negara sahabat dulu selama 10 tahun, terus terang saya ini kecewa. Saya sering kritik mengapa dunia jadi seperti ini. Menurut saya kurang bersatu, kurang padu, seolah-olah untuk kepentingan negara sendiri. Kerja sama rendah. Jadi jangan-jangan benarkan tesis masuk ke dalam nasionalisme sempit. Everybody for itself. Ini tidak bagus.
Karena saya ingat dulu ketika kita menghadapi krisis global 2008, kita menghadapi rangkaian bencana alam pandemi beberapa virus termasuk trans nasional crime itu begitu dekat. Begitu intensif kita kerja sama baik G20, kerja sama regional apapun juga.
Sekarang sepertinya tidak lagi bertumpu pada kerangka kerja sama yang dulu pernah kita jalankan dan efektif. Seolah-olah tidak punya modalitas lagi baik regional dan multilateral. Ini yang saya kritik. Contoh vaksin. Ini bukan kerja sama yang menonjol tapi seolah-seolah perlombaan cepet-cepatan. Siapa yang harus hasilkan vaksin nanti. Ini tidak bagus.
Saling menyalahkan antara AS dan Tiongkok. Akibatnya perang dagang menjadi-jadi. Tidak bagus dalam suasana seperti ini. Kemudian geopolitik memanas. Laut Tiongkok Selatan sekarang lebih tegang lebih memanas lantaran kedua negara besar AS dan Tiongkok sudah berhadap-hadapan. Ini tidak bagus.
Dalam suasana dunia seperti itu harusnya we have to be more united in crucial things unity, ini syarat. Dulu saja kita sungguh bersatu. Tidak mudah juga menghadapi masalah. Apalagi bercerai. Berat kalau masing-masing hanya mementingkan negaranya.
Apa ada ancaman perang sehingga negara-negara lomba beli alutsista?
Kalau dibilang apa ada ancaman yang bisa menuju perang dunia, terus terang tidak ada, hampir tidak ada atau sangat kecil. Memang ada sejumlah tempat yang kalau ada sesuatu bisa saja mendorong terjadi Perang Dunia III. Misal situasi di Timur Tengah. Itu titik yang tidak pernah stabil. Belakangan Laut Tiongkok Selatan itu juga. Tapi dugaan saya, geopolitik sepanas apapun tidak semudah itu lantas menjadi peperangan dunia. Baik AS dan Tiongkok tahu tidak mungkin dia begitu saja lantas bareng-bareng melancarkan peperangan besar di dunia apalagi keadaan pandemi sekarang
Menurut saya janganlah. Harusnya kita fokuskan sumber daya kita, keuangan kita, untuk pulihkan pandemi Covid-19 untuk pulihkan ekonomi yang di mana-mana goyah. Untuk Indonesia sendiri memang modernisasi alutsista dan pembangunan kekuatan TNI adalah program jangka panjang tugas yang harus terus dilaksanakan.
Saya mulai dulu dengan kekuatan militer modernisasi besar-besaran karena uangnya ada. Ekonomi kita tumbuh baik sehingga sudah sekian lama kita tidak menambah alutsista, kita tambah. Kalau sekarang harusnya cegah dulu, tunda dulu. Musuhnya bukan militer, tapi Covid-19. Semua uang harus diarahkan ke sana. Padahal uang kita tidak melimpah ruah, ada batasnya fiskal kita, apalagi ditambah utang pasti tidak bagus.
Keadaan sekarang ditambah utang harus diarahkan beli alutsista baru memenuhi kebutuhan bukan hanya pertumbuhan pertahanan. Tapi sektor manapun. Ngalah dululah. Nanti kalau sudah pulih ekonomi ekonomi pulih kembali silakan dilanjutkan baik pertumbuhan, pendidikan, infrastruktur apapun bisa dilanjutkan kembali
Khusus pertumbuhan pertahanan sedikit ya memang dulu Indonesia punya kekuatan yang cukup untuk masa damai. Kalau masa perang kita tingkatkan, gak mungkin berlebih-lebihanan. Uang kita tidak ada. Harus membiayai pendidikan, kesehatan, mengurangi kemiskinan dan lain lain. Oleh karena itu dalam keadaan seperti ini menurut saya kita pause dulu nanti dilanjutkan lagi.
Terakhir, apa harapan bapak ke depan terhadap bangsa Indonesia?
Kita sebenarnya sudah punya visi besar walau tidak tertulis tapi udah jadi rahasia umum. Semua sepakat Presiden Jokowi yang sekarang dengan pemerintah saya ikuti tekadnya juga sama dengan yang saya sampaikan ini, ingin betul negara kita di abad 21 menjadi negara maju. Develop country. Di 2045, satu abad setelah kita merdeka, kita menjadi negara kuat, strong nation dan sebenarnya kita berangan-angan dan tujuan kita 2030 mendatang Indonesia jadi emerging economy yang juga kuat. Itu visi besar kita.
Memang sekarang ada disruption shocks discontinuity. Mungkin kita set back untuk sementara. Tapi kalau sudah saatnya bangkit, pulih lagi, kita harus lanjutkan cita-cita besar itu bangun negeri ini dengan sekuat tenaga bangsa, bersatu. Pemimpin visioner kita bersama-sama mengatasi permasalahan negeri ini. Membangun negeri ini sehingga progres riil atau nyata. Sehingga our dream pada saatnya menjadi negara makin maju, makin damai, makin rukun masyarakatnya, makin adil, makin demokratis dan di atas segalanya makin sejahtera dan makin makmur. Itu adalah long term vision.
Saya punya keyakinan pada saatnya nanti semua itu akan dapat kita capai. Karena itu sebagai orang tua di negeri ini, saya sungguh berharap generasi penerus pada saatnya siap memimpin kita semua. Saya tidak pernah meragukan generasi muda pada saatnya mereka akan memimpin kita bahkan mungkin lebih bagus lagi memimpin Indonesia dibanding generasi-generasi sebelumnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Crazy Rich RI Buka-bukaan: Cash is The King Relevan Sekali!
