
Mengintip Bisnis Kayu Rusak yang Beromzet Rp 10 Juta/Bulan
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
27 October 2019 13:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Kayu yang rusak bisa disulap menjadi satu karya yang indah di tangan orang yang tepat. Hal itu dibuktikan oleh Firdaus. Ia menyulap kayu tangi rusak dimakan sejenis cacing maupun kapang menjadi berbagai furnitur dan hiasan indah.
Hampir 10 tahun yang lalu, Firdaus tak sengaja memulai usahanya ini. Awalnya, dia berpikir bagaimana mengolah kayu rusak menjadi sesuatu yang lebih berguna.
"Modal awalnya Rp 5 juta. Asal kayu dari Kalimantan, dengan jenis kayu yang berbeda," katanya kepada CNBC Indonesia saat ditemui di sela perhelatan Trade Expo Indonesia, BSD City, beberapa waktu lalu.
Awalnya dia, hanya membuat beberapa peralatan yang berukuran kecil. Misalnya tempat pensil, wadah tisu, hingga bingkai. Berangkat dari situlah, lambat laun dia memulai untuk membuat furniture seperti meja dan rak.
"Produksinya di Jakarta. Ada toko di Kota Kasablanka atau bisa pesan langsung," katanya.
Walau belum diekspor, dia mengaku produk buatannya diminati negara tetangga. Utamanya furnitur beserta perabotan kayu tangi Bekapang. Sebut saja warga negara Jepang, China dan Korea Selatan yang rajin mengunjungi tokonya.
"Eropa juga suka," katanya singkat.
Untuk harga, produk-produk tersebut dijual mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 15 juta yang paling mahal. Setiap barang yang dibuat tak akan pernah sama. Apalagi jika melihat corak kayu yang dihasilkan dari bekapang tersebut.
"Peminatnya memang kalangan tertentu. Yang menyukai seni," tuturnya.
Sepanjang perjalanan bisnisnya, Firdaus sudah mengenyam asam garam. Mulai dari sulitnya mencari bahan baku hingga bagaimana produknya laku dan diminati banyak orang. Dia menyebut, pernah mengantongi omzet mencapai puluhan juta per bulan hingga saat ini kembali turun hanya sekitar Rp 10 juta per bulan.
Meski begitu, Firdaus dibantu anaknya dan tiga orang karyawan terus membuat produk yang khas dan diharapkan bisa tetap diminati oleh kalangan tertentu. Mulai dari pameran hingga mengusahakan untuk berjualan dengan bantuan e-commerce.
Salah satunya adalah Blibli yang sempat mengajukan penawaran kerja sama. Sayangnya, karena motif produk dipastikan tak akan pernah sama, ini menjadi kendala apabila ada pembeli. Meski harus bertahan di tengah kondisi bisnis yang lesu, dia tetap optimistis.
"Karena jarang ada persaingan. Selain itu kayunya memang unik, meski bolong tapi awet tidak cepat rusak," tutupnya.
(miq/miq) Next Article Bisnis Minuman Receh, Pria ini Raup Omzet Rp 15 Juta/Bulan!
Hampir 10 tahun yang lalu, Firdaus tak sengaja memulai usahanya ini. Awalnya, dia berpikir bagaimana mengolah kayu rusak menjadi sesuatu yang lebih berguna.
"Modal awalnya Rp 5 juta. Asal kayu dari Kalimantan, dengan jenis kayu yang berbeda," katanya kepada CNBC Indonesia saat ditemui di sela perhelatan Trade Expo Indonesia, BSD City, beberapa waktu lalu.
"Produksinya di Jakarta. Ada toko di Kota Kasablanka atau bisa pesan langsung," katanya.
Walau belum diekspor, dia mengaku produk buatannya diminati negara tetangga. Utamanya furnitur beserta perabotan kayu tangi Bekapang. Sebut saja warga negara Jepang, China dan Korea Selatan yang rajin mengunjungi tokonya.
"Eropa juga suka," katanya singkat.
Untuk harga, produk-produk tersebut dijual mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 15 juta yang paling mahal. Setiap barang yang dibuat tak akan pernah sama. Apalagi jika melihat corak kayu yang dihasilkan dari bekapang tersebut.
![]() |
"Peminatnya memang kalangan tertentu. Yang menyukai seni," tuturnya.
Sepanjang perjalanan bisnisnya, Firdaus sudah mengenyam asam garam. Mulai dari sulitnya mencari bahan baku hingga bagaimana produknya laku dan diminati banyak orang. Dia menyebut, pernah mengantongi omzet mencapai puluhan juta per bulan hingga saat ini kembali turun hanya sekitar Rp 10 juta per bulan.
Meski begitu, Firdaus dibantu anaknya dan tiga orang karyawan terus membuat produk yang khas dan diharapkan bisa tetap diminati oleh kalangan tertentu. Mulai dari pameran hingga mengusahakan untuk berjualan dengan bantuan e-commerce.
Salah satunya adalah Blibli yang sempat mengajukan penawaran kerja sama. Sayangnya, karena motif produk dipastikan tak akan pernah sama, ini menjadi kendala apabila ada pembeli. Meski harus bertahan di tengah kondisi bisnis yang lesu, dia tetap optimistis.
"Karena jarang ada persaingan. Selain itu kayunya memang unik, meski bolong tapi awet tidak cepat rusak," tutupnya.
(miq/miq) Next Article Bisnis Minuman Receh, Pria ini Raup Omzet Rp 15 Juta/Bulan!
Most Popular