
Eksklusif Interview
Destry Damayanti, Timing Turunnya Bunga Acuan BI & Peluang RI
Donald Banjarnahor & Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
12 July 2019 14:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menyatakan Destry Damayanti telah lulus dan terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia. Destry ditetapkan sebagai DGS melalui metode pemilihan (voting or musyawarah mufakat).
Setidaknya ada lima fokus Destry selama lima tahun ke depan sebagai orang kedua terpenting di bank sentral ini. Mulai dari fokus pada bauran kebijakan hingga mengembangkan sistem pembayaran yang aman.
Kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/7/2019) Destry Damayanti bicara soal terpilihnya ia sebagai BI-2 hingga peluang Indonesia, suku bunga acuan BI dan pendalaman pasar keuangan.
Simak petikan wawancara Destry berikut ini :
Perekonomian global cukup berat dan penuh tantangan, seperti apa kondisi terbaru saat ini dan dampaknya terhadap Indonesia?
Jadi memang kalau kita lihat, sekarang ini di global sendiri, ekonomi tidak seperti harapan di awal. Semua melihat normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS berjalan mulus pada awalnya, ternyata tidak.
Ekonomi AS yang awalnya menguat dan mereka mulai cooling down, tapi kenyataan data yang ada tidak menunjukkan ke arah yang sana. Itu perkiraan awal di 2018. Tapi berubah. Ini mempengaruhi policy di domestik.
Apa saja tantangannya?
Jadi kalau dilihat, tatanan ekonomi global ada beberapa tantangan. Perlambatan ekonomi global itu tidak bisa dihindarkan. Kemudian kedua itu trade war juga tidak jelas arahnya. Ini berikan beban ke ekonomi global dan ini makin dalam perlambatannya. Bahkan lembaga-lembaga internasional sudah revisi ke bawah.
Kemudian yang ketiga, adalah harga komoditas, ini jadi concern ke Indonesia. Kita masih andalkan ekspor. Khususnya CPO dan batu bara. Ini justru masih tertekan saat ini, apalagi ada perlambatan di China.
Selain tiga hal tadi, ada masalah politik juga di Eropa dan ada kecenderungan kebijakan populis, menutup diri juga.
Dampak terhadap Indonesia?
Ini kita secara ekonomi sulit pertahankan dan andalkan perkembangan global khususnya sektor riil. Ekspor akan terganggu. Lemahnya demand global harus diwaspadai.
Kita harus tangkap peluang yang ada dari ini. Pertama, peluangnya trade war ini bisa dimanfaatkan Indonesia. Misalnya masuk ke market yang tadinya dikuasai China. Sayangnya yang banyak menikmati saat ini Vietnam.
Ekspor Vietnam tinggi ke AS, ini harusnya kita bisa ambil peluang untuk manfaatkan kegamangannya AS-China.
Kedua yakni dengan ekonomi global yang melambat kita perkirakan trend bunga turun, ini membuat di Indonesia lebih baik karena prospek pertumbuhannya masih di atas 5%. Nah dari sisi konsumsi masyarakat juga cukup kuat. Imbal hasil menarik, S&P juga berikan rating bagus. Ini Indonesia jadi tujuan investasi menarik
Misalnya saja, inflow dari portfolio itu sudah jelas year to date itu bisa sampai Rp 160 triliun.
Kemudian investasi sektor riil, ini FDI harus terus didorong, ini harus ditangkap pelaku sektor riil. Ini bisa kita mulai dari produk unggulan. Misalnya seperti garmen dan tekstil ini bisa ada peluang di sana. Jadi benar-benar itu di awasi end to end-nya. Terutama perizinan.
BI tengah disorot, karena suku bunga yang tak jua turun. Bunga acuan BI masih tinggi ketimbang negara tetangga. Menurut anda seperti apa?
Kalau saya dari luar, dari ekonom kita lihat statement-statement BI belakangan dan kebijakan BI belakangan terlihat, stance BI berubah. Nah itu stance di AS sendiri sekarang berubah.
Jerome Powell [Gubernur Bank Sentral AS] juga mengindikasikan sektor riil juga tak sesuai harapan, artinya kecenderungan mereka akan turunkan bunga sudah ada. Nah ini sebelumnya, Gubernur BI sudah menyatakan ini kita mulai ke arah yang tadinya hawkish, karena global sudah dovish ke arah sana. Kebijakan bank sentral sudah turunkan GWM juga, tapi memang kalau bank sentral dalam lakukan kebijakan ada 2 aspek, global dan domestik bagaimana?
Global sudah, Bagaimana menurut anda kondisi Domestik?
Domestik harus dilihat lebih dahulu. Sekarang domestik arahnya sama, inflasi terkendali. Kemarin, inflasi saat lebaran kan naik tapi tak tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya. Currency juga bagus dan terjaga. Kemudian terkait likuiditas juga cukup solid. Jadi ada beberapa faktor, dan memang BI ini kan harus balance stabilitas dan harus dukung pertumbuhan yang berkesinambungan.
Namun saat ini message BI sudah clear. Sekarang hanya menunggu timing untuk turunkan.
Apa ada ketakutan dari BI, jika bunga diturunkan, terjadi outflow. Apa dengan diturunkannya bunga acuan, Indonesia masih menarik?
Saya melihat masih menarik. Buat mereka investor itu selain melihat rate yang ada atau suku bunga, mereka lihat dari stabilitas currency-nya. Kalau kita lihat asing kan sudah ada concern investor untuk tetap stay. Di kuartal I, memang lihat politik. Sekarang politik sudah settle nah sekarang sudah jelas, Pak Jokowi juga bicara rencana kebijakan lima tahun ke depan. Ini investor jadi confidence.
BI sendiri juga lebih banyak mengeluarkan instrumen yang memang arahnya menambah likuiditas di pasar. Dengan GWM turun ini kan sudah jelas arahnya. Ada easing juga berarti. Memang BI tetap juga harus bisa memberikan arah. Saya setuju BI seperti saat ini, sebelum ambil kebijakan solid harus banyak pertimbangan dan policy mix. BI sangat prudent.
Salah satu PR regulator adalah rasio kredit bank terhadap PDB yang masih rendah. Anda concern di sini, menurut anda apa yang bisa dilakukan?
Kalau kita lihat rasio kredit terhadap PDB cukup rendah. LDR kan sudah mepet, namun BI mengeluarkan RIM. Rasio Intermediasi Makroprudensial, bank tak hanya dihitung kreditnya dari LDR tapi pembaginya ada banyak dan luas. Ini lebih realistis.
Jika ke depan mau tambah penyaluran kredit harus lihat fundingnya. Harus ada penguatan pendanaannya. Mungkin harus diperkaya instrumen-instrumen, funding lain. Diversifikasi diperlukan, jangan konvensional tapi inovatif. Pendalaman pasar keuangan harus diperdalam.
Simak video Destry Damayanti Jadi Deputi Gubernur Senior BI:
[Gambas:Video CNBC]
(wed) Next Article BI Targetkan 12 Juta UMKM Terhubung QRIS di 2021
Setidaknya ada lima fokus Destry selama lima tahun ke depan sebagai orang kedua terpenting di bank sentral ini. Mulai dari fokus pada bauran kebijakan hingga mengembangkan sistem pembayaran yang aman.
Kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/7/2019) Destry Damayanti bicara soal terpilihnya ia sebagai BI-2 hingga peluang Indonesia, suku bunga acuan BI dan pendalaman pasar keuangan.
![]() |
Simak petikan wawancara Destry berikut ini :
Perekonomian global cukup berat dan penuh tantangan, seperti apa kondisi terbaru saat ini dan dampaknya terhadap Indonesia?
Jadi memang kalau kita lihat, sekarang ini di global sendiri, ekonomi tidak seperti harapan di awal. Semua melihat normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS berjalan mulus pada awalnya, ternyata tidak.
Ekonomi AS yang awalnya menguat dan mereka mulai cooling down, tapi kenyataan data yang ada tidak menunjukkan ke arah yang sana. Itu perkiraan awal di 2018. Tapi berubah. Ini mempengaruhi policy di domestik.
Apa saja tantangannya?
Jadi kalau dilihat, tatanan ekonomi global ada beberapa tantangan. Perlambatan ekonomi global itu tidak bisa dihindarkan. Kemudian kedua itu trade war juga tidak jelas arahnya. Ini berikan beban ke ekonomi global dan ini makin dalam perlambatannya. Bahkan lembaga-lembaga internasional sudah revisi ke bawah.
Kemudian yang ketiga, adalah harga komoditas, ini jadi concern ke Indonesia. Kita masih andalkan ekspor. Khususnya CPO dan batu bara. Ini justru masih tertekan saat ini, apalagi ada perlambatan di China.
Selain tiga hal tadi, ada masalah politik juga di Eropa dan ada kecenderungan kebijakan populis, menutup diri juga.
Dampak terhadap Indonesia?
Ini kita secara ekonomi sulit pertahankan dan andalkan perkembangan global khususnya sektor riil. Ekspor akan terganggu. Lemahnya demand global harus diwaspadai.
Kita harus tangkap peluang yang ada dari ini. Pertama, peluangnya trade war ini bisa dimanfaatkan Indonesia. Misalnya masuk ke market yang tadinya dikuasai China. Sayangnya yang banyak menikmati saat ini Vietnam.
Ekspor Vietnam tinggi ke AS, ini harusnya kita bisa ambil peluang untuk manfaatkan kegamangannya AS-China.
Kedua yakni dengan ekonomi global yang melambat kita perkirakan trend bunga turun, ini membuat di Indonesia lebih baik karena prospek pertumbuhannya masih di atas 5%. Nah dari sisi konsumsi masyarakat juga cukup kuat. Imbal hasil menarik, S&P juga berikan rating bagus. Ini Indonesia jadi tujuan investasi menarik
Misalnya saja, inflow dari portfolio itu sudah jelas year to date itu bisa sampai Rp 160 triliun.
Kemudian investasi sektor riil, ini FDI harus terus didorong, ini harus ditangkap pelaku sektor riil. Ini bisa kita mulai dari produk unggulan. Misalnya seperti garmen dan tekstil ini bisa ada peluang di sana. Jadi benar-benar itu di awasi end to end-nya. Terutama perizinan.
![]() |
BI tengah disorot, karena suku bunga yang tak jua turun. Bunga acuan BI masih tinggi ketimbang negara tetangga. Menurut anda seperti apa?
Kalau saya dari luar, dari ekonom kita lihat statement-statement BI belakangan dan kebijakan BI belakangan terlihat, stance BI berubah. Nah itu stance di AS sendiri sekarang berubah.
Jerome Powell [Gubernur Bank Sentral AS] juga mengindikasikan sektor riil juga tak sesuai harapan, artinya kecenderungan mereka akan turunkan bunga sudah ada. Nah ini sebelumnya, Gubernur BI sudah menyatakan ini kita mulai ke arah yang tadinya hawkish, karena global sudah dovish ke arah sana. Kebijakan bank sentral sudah turunkan GWM juga, tapi memang kalau bank sentral dalam lakukan kebijakan ada 2 aspek, global dan domestik bagaimana?
Global sudah, Bagaimana menurut anda kondisi Domestik?
Domestik harus dilihat lebih dahulu. Sekarang domestik arahnya sama, inflasi terkendali. Kemarin, inflasi saat lebaran kan naik tapi tak tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya. Currency juga bagus dan terjaga. Kemudian terkait likuiditas juga cukup solid. Jadi ada beberapa faktor, dan memang BI ini kan harus balance stabilitas dan harus dukung pertumbuhan yang berkesinambungan.
Namun saat ini message BI sudah clear. Sekarang hanya menunggu timing untuk turunkan.
Apa ada ketakutan dari BI, jika bunga diturunkan, terjadi outflow. Apa dengan diturunkannya bunga acuan, Indonesia masih menarik?
Saya melihat masih menarik. Buat mereka investor itu selain melihat rate yang ada atau suku bunga, mereka lihat dari stabilitas currency-nya. Kalau kita lihat asing kan sudah ada concern investor untuk tetap stay. Di kuartal I, memang lihat politik. Sekarang politik sudah settle nah sekarang sudah jelas, Pak Jokowi juga bicara rencana kebijakan lima tahun ke depan. Ini investor jadi confidence.
BI sendiri juga lebih banyak mengeluarkan instrumen yang memang arahnya menambah likuiditas di pasar. Dengan GWM turun ini kan sudah jelas arahnya. Ada easing juga berarti. Memang BI tetap juga harus bisa memberikan arah. Saya setuju BI seperti saat ini, sebelum ambil kebijakan solid harus banyak pertimbangan dan policy mix. BI sangat prudent.
Salah satu PR regulator adalah rasio kredit bank terhadap PDB yang masih rendah. Anda concern di sini, menurut anda apa yang bisa dilakukan?
Kalau kita lihat rasio kredit terhadap PDB cukup rendah. LDR kan sudah mepet, namun BI mengeluarkan RIM. Rasio Intermediasi Makroprudensial, bank tak hanya dihitung kreditnya dari LDR tapi pembaginya ada banyak dan luas. Ini lebih realistis.
Jika ke depan mau tambah penyaluran kredit harus lihat fundingnya. Harus ada penguatan pendanaannya. Mungkin harus diperkaya instrumen-instrumen, funding lain. Diversifikasi diperlukan, jangan konvensional tapi inovatif. Pendalaman pasar keuangan harus diperdalam.
Simak video Destry Damayanti Jadi Deputi Gubernur Senior BI:
[Gambas:Video CNBC]
(wed) Next Article BI Targetkan 12 Juta UMKM Terhubung QRIS di 2021
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular