
Bos OJK Buka-bukaan soal Konsolidasi Perbankan
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
12 July 2019 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada bank-bank untuk melakukan konsolidasi. Hal ini dilakukan guna menyelamatkan bank-bank berskala kecil agar tetap bisa berkompetisi di tengah cepatnya gempuran teknologi.
Mengenai hal itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso buka-bukaan soal konsolidasi perbankan. Berikut nukilan hasil wawancara dengan CNBC Indonesia:
Apa tujuan dari imbauan untuk berkonsolidasi ini? Apakah ada intensi lain di dalamnya?
Konsolidasi ini adalah dampak dari adanya kompetisi jadi tidak ada intensi kita, betul-betul ya tujuannya konsolidasi. Konsolidasi ini adalah dampak karena kompetisi. Bagi bank yang tidak kompetitif otomatis akan sulit bersaing dan kita akan mengingatkan bahwa "hey kalian ini posisinya berat, porsinya pasti size-nya kurang kompetitif". Ekonomi scale-nya terlalu kecil untuk kompetisi.
Boro-boro menginstal IT. Bagaimana Anda setor modal untuk bisa kompetitif kalau tidak punya ya cari investor. Itu saja sih, proses normal.
Apakah itu artinya bank-bank kecil bermasalah?
Kita harus pre-emptive. Jangan nunggu bermasalah, bukan berarti bank bermasalah, nggak bermasalah ya mereka sehat bahkan kalau lending-nya kecil karena DPK-nya kecil, modalnya tinggi. Modalnya barangkali malah terlalu tinggi cuman karena tidak dapat nasabah ya otomatis leverage-nya sangat rendah.
Bagaimana proses pengkonsolidasian bank-bank ini?
Prosesnya sih bukan bank-bank mengajukan. Tapi kita kasih warning. Otomatis sudah berpikir sendiri. Tapi saya rasa tidak pada tempatnya
kalau banknya disebut. Jadi itu prosesnya. Jadi saya kira ini adalah dampak dari kompetisi yang ketat sehingga mereka kita remain supaya ekonomi scope scale-nya tinggi sehingga bisa kompetisi.
Bagaimana kalau ternyata tidak memungkinkan untuk melakukan konsolidasi?
kalau katakanlah tidak bisa, tolong bagaimana setor modal, kalau tidak bisa setor modal ya cari investor. Itu saja. Itu proses normal. Itu corporate action.
Apakah dirasa perlu semacam insentif supaya bank mau berkonsolidasi?
Tidak ada, ini bisnis normal. Ini Bisnis normal, corporate action. Kami yakin itu bisa dilakukan dengan cepat tanpa ada insentif dan
dorongan.
Bagaimana dengan bank-bank dalam negeri yang berkantor pusat di luar negeri?
Bisnis bank-bank yang kantor pusatnya di luar negeri ini lebih banyak di drive dari strategi bisnis di kantor pusatnya dan ini operasi globalnya itu mereka tentunya dengan dinamika ekonomi yang ada, dengan teknologi yang ada, itu bisa berpengaruh kepada bisnis modal bank-bank
yang kantor pusatnya di luar negeri dan beroperasi di daerah termasuk di Indonesia.
Kami tentunya tidak bisa melarang kalau mereka, katakanlah melakukan penerapan teknologi yang lebih canggih sehingga tentunya, atau bisnis modelnya berubah silakan saja, dan ini implikasinya ya mungkin saja bisa berdampak kepada jumlah pegawai yang diperlukan.
Perkembangan teknologi semakin cepat, apakah ada kekhawatiran jumlah karyawan bisa berkurang akibat digitalisasi?
Jangan khawatir tentunya ini kita harus mengambil strategi-strategi yang jitu, bagaimana supaya transisi ini tidak menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap peningkatan lapangan kerja dan sebagainya.
Nah ini adalah dimana saja, bukan hanya di Indonesia, sekarang perbankan kita juga di daerah-daerah tidak perlu mereka membuat kantor cabang atau physical present di sana. Cukup menggunakan agen.
Nah ini juga dilakukan bahkan perbankan-perbankan dalam Indonesia kita, ya karena apa? Dengan tekhnologi sudah bisa menjangkau daerah-daerah tersebut. Lebih efisien dan lebih efektif dan juga lebih akurat menggunakan agen banking, restless banking. Ini adalah hal yang bagus.
Dampaknya dari digitalisasi apa ke perbankan?
Bahkan sekarang ini perbankan kita fee base-nya meningkat cukup tajam, dan bahkan NIM-nya sudah mulai turun, yang tadinya 5,4%-5,5% sekarang sudah dibawah 5% NIM-nya. Ini suatu perkembangan yang bagus karena mereka sudah bisa mengandalkan fee base-nya. Ini adalah mimpi yang
dulu kita cita-citakan sudah mulai tercapai bahwa mengandalkan fee base.
Simak video buka-bukaan Bos OJK soal kondisi perbankan di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Wimboh Santoso Bicara Soal Pandemi dan Resesi
Mengenai hal itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso buka-bukaan soal konsolidasi perbankan. Berikut nukilan hasil wawancara dengan CNBC Indonesia:
Apa tujuan dari imbauan untuk berkonsolidasi ini? Apakah ada intensi lain di dalamnya?
Boro-boro menginstal IT. Bagaimana Anda setor modal untuk bisa kompetitif kalau tidak punya ya cari investor. Itu saja sih, proses normal.
Apakah itu artinya bank-bank kecil bermasalah?
Kita harus pre-emptive. Jangan nunggu bermasalah, bukan berarti bank bermasalah, nggak bermasalah ya mereka sehat bahkan kalau lending-nya kecil karena DPK-nya kecil, modalnya tinggi. Modalnya barangkali malah terlalu tinggi cuman karena tidak dapat nasabah ya otomatis leverage-nya sangat rendah.
![]() |
Bagaimana proses pengkonsolidasian bank-bank ini?
Prosesnya sih bukan bank-bank mengajukan. Tapi kita kasih warning. Otomatis sudah berpikir sendiri. Tapi saya rasa tidak pada tempatnya
kalau banknya disebut. Jadi itu prosesnya. Jadi saya kira ini adalah dampak dari kompetisi yang ketat sehingga mereka kita remain supaya ekonomi scope scale-nya tinggi sehingga bisa kompetisi.
Bagaimana kalau ternyata tidak memungkinkan untuk melakukan konsolidasi?
kalau katakanlah tidak bisa, tolong bagaimana setor modal, kalau tidak bisa setor modal ya cari investor. Itu saja. Itu proses normal. Itu corporate action.
Apakah dirasa perlu semacam insentif supaya bank mau berkonsolidasi?
Tidak ada, ini bisnis normal. Ini Bisnis normal, corporate action. Kami yakin itu bisa dilakukan dengan cepat tanpa ada insentif dan
dorongan.
Bagaimana dengan bank-bank dalam negeri yang berkantor pusat di luar negeri?
Bisnis bank-bank yang kantor pusatnya di luar negeri ini lebih banyak di drive dari strategi bisnis di kantor pusatnya dan ini operasi globalnya itu mereka tentunya dengan dinamika ekonomi yang ada, dengan teknologi yang ada, itu bisa berpengaruh kepada bisnis modal bank-bank
yang kantor pusatnya di luar negeri dan beroperasi di daerah termasuk di Indonesia.
Kami tentunya tidak bisa melarang kalau mereka, katakanlah melakukan penerapan teknologi yang lebih canggih sehingga tentunya, atau bisnis modelnya berubah silakan saja, dan ini implikasinya ya mungkin saja bisa berdampak kepada jumlah pegawai yang diperlukan.
Perkembangan teknologi semakin cepat, apakah ada kekhawatiran jumlah karyawan bisa berkurang akibat digitalisasi?
Jangan khawatir tentunya ini kita harus mengambil strategi-strategi yang jitu, bagaimana supaya transisi ini tidak menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap peningkatan lapangan kerja dan sebagainya.
Nah ini adalah dimana saja, bukan hanya di Indonesia, sekarang perbankan kita juga di daerah-daerah tidak perlu mereka membuat kantor cabang atau physical present di sana. Cukup menggunakan agen.
Nah ini juga dilakukan bahkan perbankan-perbankan dalam Indonesia kita, ya karena apa? Dengan tekhnologi sudah bisa menjangkau daerah-daerah tersebut. Lebih efisien dan lebih efektif dan juga lebih akurat menggunakan agen banking, restless banking. Ini adalah hal yang bagus.
Dampaknya dari digitalisasi apa ke perbankan?
Bahkan sekarang ini perbankan kita fee base-nya meningkat cukup tajam, dan bahkan NIM-nya sudah mulai turun, yang tadinya 5,4%-5,5% sekarang sudah dibawah 5% NIM-nya. Ini suatu perkembangan yang bagus karena mereka sudah bisa mengandalkan fee base-nya. Ini adalah mimpi yang
dulu kita cita-citakan sudah mulai tercapai bahwa mengandalkan fee base.
Simak video buka-bukaan Bos OJK soal kondisi perbankan di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Wimboh Santoso Bicara Soal Pandemi dan Resesi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular