Wawancara Pefindo: Buka-bukaan Soal Asing Incar Bisnis Rating

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
28 January 2019 09:53
Asing Incar Perusahaan Rating Indonesia
Foto: Direktur Utama Pefindo, Salyadi Saputra (CNBC Indonesia/ Yanurisa Ananta)
Kembali ke refinancing 2019, sektornya mana saja yang dominan?
Paling besar tetap perusahaan pembiayaan sebesar Rp39,6 triliun, banking Rp30,5 triliun. Sektor lainnya macam-macam. Selalu, yang paling besar finance company. Mungkin karena tiap tahun mereka ada obligasi jatuh tempo setahun, tiga tahun, jadi cepat.

Ada berapa obligasi di pipeline Pefindo [untung pemeringkatan]?
Di pipeline, terus terang belum banyak mandat untuk penerbitan obligasi. Ada Rp23 triliun tapi ini per 18 Desember 2018, artinya sudah ada yang terealisasi diterbitkan tahun lalu. Perkiraan kami antara Rp15 triliun-20 triliun [mandat saat ini]. Mudah-mudahan bisa direalisasikan di kuartal pertama tahun ini atau paling telat semester pertama. Kami belum bisa memberi gambaran tentang realisasi penerbitan obligasi di awal 2019 karena masih sedikit, kecil-lah.

Semuanya sudah di-rating?
Ada rating-nya yang masih on going. tapi kebanyakan memang bukan emiten baru ya.

Lantas bagaimana dengan Medium Term Notes (MTN) tahun?
Kalau MTN, pasti sama mengenai tingkat suku bunga walaupun tenor MTN lebih pendek. Meski begitu, tetap penerbit MTN enggak bisa ubah karena sudah fixed, kupon juga enggak bisa turun atau naik. Ditambah lagi, adanya POJK [Peraturan Otoritas Jasa Keuangan] yang mengatur underlying reksa dana yang berisi MTN. Itu yang mungkin menyebabkan MTN juga sekarang menyusut lumayan banyak. Saya rasa mungkin akan lebih berat lagi MTN dibanding obligasi korporasi.

Kita ke rating Pak. Bagaimana kinerja rating Pefindo tahun ini?
Bisnis kami oke karena disamping penerbitan obligasi yang menjadi sumber pendapatan. Kami juga banyak melakukan pemeringkatan perusahaan yang memiliki utang luar negeri. Berdasarkan aturan BI, perusahaan yang ingin melakukan pinjaman luar negeri harus di-rating, itu menjadi sumber pendapatan kami yang lain. PBI nya sudah sejak 2012 cuma baru sekarang orang sadar. Klien kami bertambah lumayan banyak. Sekarang klien yang rating-nya kami monitoring ada 310-an perusahaan dibandingkan sebelumnya sekitar 200. Jadi naik 50% sejak 2016. Dengan peraturan itu, banyak sekali perusahaan yang mau melakukan pinjaman luar negeri.

[Pada 2014, BI merilis aturan tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non-Bank dalam PBI Nomor 16/PBI/2014).

Apakah ada asing yang tertarik?
Pefindo menjadi perusahaan pemeringkat yang menjadi incaran beberapa lembaga pemeringkat internasional untuk menjadi partner, dalam arti menjadi pemegang saham. Saat ini kami pure lokal.

[Per Juni 2018, Pefindo dimiliki oleh 86 entitas yakni 54 perusahaan sekuritas, Bursa Efek Indonesia, 22 dapen, 7 perusahaan asuransi, dan 2 bank komersial. Tidak ada kepemilikan mayoritas di atas 50%] 

Bocoran dikit Pak?
Terus terang enggak bisa kami sebutkan siapa, tapi ada beberapa. Mungkin ada tiga atau empat investor asing yang berusaha masuk. Artinya, ini bukan hanya untuk Pefindo tapi untuk Indonesia, sinyal bahwa investor luar melihat Indonesia ini punya prospek luar biasa. Bila investor asing masuk yang hanya lihat profit atau keuntungan, ya itu kan sudah biasa. Tapi ini kan yang mau masuk ini lembaga pemeringkat yang di sana, yang mereka selalu melihatnya risiko-risiko.

Ini saja mereka mau masuk, masuk ke bisnisnya ya, bukan melakukan pemeringkatan di Indonesia. Mereka sudah melakukan itu, tapi mereka mau masuk bisnis pemeringkatan di Indonesia, apa pun itu, terlepas dari rating Indonesia yang sudah investment grade meskipun masih BBB. Tapi ternyata mereka, di sisi lain, melihat Indonesia punya potensi. Mereka sudah menyatakan minat, belum sampai ke negosiasi untuk menjadi pemegang saham pefindo. Semuanya tergantung stakeholder. Kalaupun masuk, mereka bukan mayoritas. walaupun misalnya para pemegang saham nanti setuju, paling juga berapa persen.

Bagaimana dengan bisnis rating obligasi tahun ini?
Tahun 2019 ini mudah-mudahan bagus. Sebab, tahun lalu ada beberapa kejadian yang mungkin kurang bagus dari segi rating. Ada yang diturunin ratingnya, ada yang default juga. Tahun ini mudah-mudahan sih tidak terlalu banyak yang ratingnya turun, atau bahkan gagal bayar, karena kita sudah melihat tahun lalu kami sudah turunin rating. Maka 2019 minimal stabil. Default yang terjadi tahan lalu, ya karena macam-macam faktornya.

Dari sisi investor, jika mau berinvestasi di surat utang korporasi, apa yang harus dicermati?
Tentunya rating, jangan sampai rating rendah tapi kuponnya tinggi, lalu tergiur dengan kupon. Saya rasa, misal BUMN dan non-BUMN, mungkin orang selalu melihat bahwa BUMN lebih aman. Tapi saya rasa, rating itu sudah tercermin, baik BUMN-BUMN dan perusahaan swasta. Jadi seharusnya sih semua tercermin melalui rating.

Tahun 2019 ini obligasi korporasi, saya rasa harusnya good momentum untuk investor karena ke depan bisa saja, jika perekonomian membaik, bisa jadi turun. Bagi investor, jadi bagus juga karena dengan obligasi yang diterbitkan tahun ini kuponnya kan lumayan tinggi setelah pemilu. Tahun pemilu kan turun tuh penerbitan, tapi mereka [investor] sudah dapat kupon tinggi kan. Bisa juga seperti itu semua tergantung ekspektasi dan bagaimana mencermati suku bunga.

**
(tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular