Special Interview

Hanan Supangkat, Generasi ke-4 yang Buat Rider Batal Bangkrut

Arina Yulistara, CNBC Indonesia
01 December 2018 19:16
Hanan Supangkat merupakan bos dari merek pakaian dalam favorit nasional, Rider.
Foto: Ketua Klub Ferrari Indonesia Hanan Supangkat (CNBC Indonesia/Wanti Puspa Gustiningsih)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sukses, muda, dan ramah, tiga kata tepat mewakili Hanan Supangkat. Pria 36 tahun itu merupakan bos dari merek pakaian dalam favorit nasional, Rider.

CNBC Indonesia sempat bertemu dan berbincang dengan Hanan Supangkat beberapa waktu lalu. Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) pun bercerita mengenai kesuksesannya mengembalikan kejayaan Rider yang sempat terpuruk.


Ia pun disebut-sebut sebagai generasi keempat yang mampu meningkatkan keuntungan Rider berkali-kali lipat. Kepiawaiannya dalam membangun perusahaan yang hampir bangkrut pada usia 22 tahun membuat namanya populer di kalangan pengusaha muda.

Seperti apa kisah bapak dua anak itu dalam mengembangkan Rider? Simak bincang-bincang CNBC Indonesia dan Hanan Supangkat berikut ini.

Hanan Supangkat, Generasi ke-4 yang Buat Rider Batal BangkrutFoto: Ketua Klub Ferrari Indonesia Hanan Supangkat (CNBC Indonesia/Wanti Puspa Gustiningsih)


Boleh diceritakan awal membangun Rider?


Waktu saya pulang dari Amerika (lulusan California State Polytechnic University), saya mencoba masuk perusahaan yang dibangun oleh kakek buyut. Saya waktu itu berusia 22 tahun dan belum punya pengalaman. Jadi modalnya cuma semangat dan mimpi yang besar untuk membuat Rider menjadi nomor satu kembali.

Saya berusaha untuk memperkenalkan lagi produk pakaian dalam Indonesia asli ke kalangan muda. Ini perusahaan harus continue jadi saya melakukan pengembangan, khususnya dari produk, marketing-nya. Di samping itu saya juga fokus ke manufaktur sesuai base pendidikan. Saya fokus belajar, saya coba implementasi pelajaran di sekolah dulu hingga bisa meningkat.

Rider sempat hampir bangkrut karena apa?

Dulu orangtua saya fokus ke ekspor karena tahun 1998 dolar lagi terbang tinggi. Pasar lokalnya sepi jadi kita ganti haluan ke ekspor. Saya pikir sayang ini di Indonesia sudah menjadi legend brand kalau enggak dikembangin lama-lama hilang. Banyak yang bangkrut kan merek-merek dulu kala jadi harus ada yang terus mengembangkannya demi bisa eksis.

Hanan Supangkat, Generasi ke-4 yang Buat Rider Batal BangkrutFoto: infografis/Hanan Supangkat Bos ‘RIDER’ dan Ketua FERRARI OWNER CLUB INDONESIA/Aristya Rahadian Krisabella

Apa inovasi yang dilakukan kala itu?
Membuat House of Rider itu di 2004. Dulu hanya distributor tradisional saja. Saya lihat dari situ enggak bisa berkembang, harus buat satu ikon lah. Makanya buat House of Rider sebagai ikon.

Sekarang sudah ada 10 toko seperti di Jayapura, Ambon, Surabaya, Medan, Pekanbaru, Bandung, dan Jakarta.

Sempat berkolaborasi atau mendapatkan investor baru demi membangun perusahaan yang hampir bangkrut?
Semua mandiri sih. Saya di-guide sama Papa dulu. Sekarang Papa juga masih presiden direktur tapi beliau sudah lebih santai dan anaknya sekarang yang aktif.

Bicara soal keuntungan, meningkat berapa persen dari sebelumnya?
Total hampir 300% dalam waktu enam sampai tujuh tahun. Sekarang sih terbangnya enggak tinggi banget, growth-nya sekitar 10% sampai 15% per tahun.

Apa kenaikan dolar belakangan ini berdampak pada perusahaan?
Sangat berdampak karena bahan baku 100% impor itu kapas. Indonesia nggak bisa menghasilkan kapas. Kapas yang dijadikan benang dan saya bikin benangnya sendiri sampai jadi baju.

Omzetnya berapa?
Per tahun sekitar ratusan miliar.
Hanan Supangkat, Generasi ke-4 yang Buat Rider Batal BangkrutFoto: Hanan Supangkat mengikuti Komunitas Ferrari saat berkumpul dengan sebutan ‘Ferarri track day’ dimana para pemilik mobil sport ferarri menjajal kecepatan mobil mereka di arena sircuit. (CNBC Indonesia/Fitria Said)

Produknya apa saja dan sudah berapa pabrik sekarang?
Produknya celana dalam dan pakaian dalam. Ada dua tipe yang pakai lengan dan tanpa lengan. Warnanya sekarang macam-macam seperti hitam, biru, coklat, merah, oranye.

Sasarannya memang sekarang yang muda karena mereka swinger banget, suka ngikutin tren. Kalau yang tua mah sudah loyal banget malah, kalau enggak ada, suka ngomel.

Untuk pabriknya ada tiga di Jakarta dan Semarang. Soal harga mulai dari Rp 20.000 sampai Rp 60.000.


(prm) Next Article Dirut BRI Sunarso: Memimpin itu Menyetimbangkan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular