
Apa Kabar Hidetoshi Nakata? Kini Ia Jadi Pebisnis Sake
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 June 2018 19:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Hidetoshi Nakata telah membangun karir impiannya ketika berusia 29 tahun.
Mantan pemain sepakbola, yang seringkali disebut sebagai "David Beckham-nya Jepang" itu muncul tiga kali dalam turnamen Piala Dunia FIFA, dua pertandingan Olimpiade, serta menandatangani kontrak besar dengan klub-klub di Inggris dan Italia.
Namun, memasuki masa 11 tahun perjalanan karir sepakbolanya, dia memutuskan untuk meninggalkan semua itu.
"Saya bermain sepakbola bukan karena saya ingin menjadi terkenal atau miliuner, tapi karena saya mencintai sepakbola," kata Nakata, dilansir dari CNBC International, Kamis (28/6/2018).
"Namun, saya mungkin merasa sedikit lelah dengan lingkungan dan berbagai hal."
Hanya beberapa pekan setelah Jepang kalah 4-1 terhadap Brazil di Piala Dunia 2006, dia mengumumkan keputusan pensiun yang mengejutkan. Nakata berkata dia diam-diam membuat keputusan enam bulan sebelumnya, dan menyadari bahwa sepakbola menjadi "bisnis yang besar".
Dengan hari-hari penuh pertandingan yang telah berakhir, Nakata pun mencari kegiatan lain. Pencarian itu tidaklah mudah.
Dia mengendari mobil ke 47 prefektur di Jepang untuk kembali berkenalan dengan dirinya sendiri dan negara asal setelah berkarir lama di luar negeri. Dia bertemu dengan petani, koki dan pengrajin lainnya, bertekad untuk mempertahankan tradisi Jepang yang berusia puluhan dekade lamanya.
Butuh waktu tujuh tahun bagi Nakata untuk menyelesaikan perjalanan menjelajah negara tersebut, tapi pada akhirnya dia menemukan passion sebenarnya: sake.
"Ketika saya mulai memahami budaya di balik sake dan industrinya, saya mulai memahami kualitas sake dan orang-orang juga sejarah di baliknya," kata Nakata. "Namun di saat yang sama, saya memahami masalah yang mereka miliki."
Ketertarikan Nakata terhadap sake, minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi beras, bertepatan dengan penurunan penjualan domestik. Penjualan sake anjlok 30% sejak tahun 1975, menurut data dari lembaga pajak Jepang.
Sementara penurunan populasi dan peminum yang menua adalah sebagian alasannya, industri sake juga menderita masalah pencitraan dan telah digantikan oleh wine dan cocktails di kalangan konsumen muda.
Nakata pun mengubah passion menjadi ambisi. Pada tahun 2013 dia meluncurkan "N", sake premium yang dijual seharga US$1.000 (Rp 14,3 juta) per botol. Setelah itu, dia bantu mengembangkan sebuah pendingin sake guna mempermudah restoran dan penggemar sake untuk menikmati miniuman itu dengan temperature yang optimal.
"Jadi banyak orang berpikir [sake] itu sama dengan wine, atau temperature ruangan tidak apa-apa," kata Nakata.
"Namun sebenarnya, Anda perlu menyimpannya di suhu minus [lima] derajat. Karena tidak ada satupun yang memberitahu informasi seperti ini, maka tidak ada produk-produk seperti wine cellar [ruang bawah tanah untuk menyimpan wine]."
Beberapa tahun lalu, Nakata meluncurkan Sakenomy, sebuah aplikasi yang menerjemahkan label sake untuk para pengguna dan menawarkan panduan lengkap bagi para pembuat sake, serta rekomendasi padu-padan berbagai masakan.
Pada prosesnya, dia menjadi sesosok duta besar budaya untuk negaranya, jalan-jalan keliling dunia untuk menunjukkan hal terbaik dari Jepang.
"Semua pasar-pasar tradisional itu, layaknya pengrajin dan pembuat sake, tidak benar-benar membuka pintu dengan mudah ke publik," kata Nakata.
"Jika Anda memiliki obyek yang luar biasa, jika Anda memiliki informasi yang keren, jika Anda memiliki pengalaman atau cerita yang super, akan lebih baik untuk membaginya ke orang-orang."
Bisnis Nakata membuatnya jauh dari lapangan hijau sampai saat ini, tetapi mantan pemain sepakbola itu berkata kedisiplinan yang dia pelajari sebagai seorang atlet masih berdiam di dalam dirinya. Dia terus berlatih setiap minggu karena menurutnya itu membuat mentalnya tetap tajam. Dia berkata tubuhnya adalah sebuah ukuran dari "bagaimana Anda menekan pikiran Anda."
Bahkan ketika dia mengincar untuk memperluas bisnis sakenya yang luas, Nakata ngotot bahwa tidak ada tujuan akhir yang nyata.
"Saya hanya melakukan hal-hal yang saya gemari. Sepakbola, kerajinan tangan, budaya," katanya.
"Saya tidak melakukannya untuk uang atau ketenaran. Maka dari itu, bagi saya, tidak ada sukses ataupun kegagalan yang nyata."
(dru) Next Article Modal Rp 2,9 Juta Jadi Rp 14 M, Pria Ini Tajir Lewat Celana!
Mantan pemain sepakbola, yang seringkali disebut sebagai "David Beckham-nya Jepang" itu muncul tiga kali dalam turnamen Piala Dunia FIFA, dua pertandingan Olimpiade, serta menandatangani kontrak besar dengan klub-klub di Inggris dan Italia.
Dia bahkan menerima salah satu penghargaan tertinggi di Italia yaitu Order of the Star of Italian Solidarity untuk menghormati karirnya yang mendekati masa sepuluh tahun di sana.
Namun, memasuki masa 11 tahun perjalanan karir sepakbolanya, dia memutuskan untuk meninggalkan semua itu.
"Namun, saya mungkin merasa sedikit lelah dengan lingkungan dan berbagai hal."
Hanya beberapa pekan setelah Jepang kalah 4-1 terhadap Brazil di Piala Dunia 2006, dia mengumumkan keputusan pensiun yang mengejutkan. Nakata berkata dia diam-diam membuat keputusan enam bulan sebelumnya, dan menyadari bahwa sepakbola menjadi "bisnis yang besar".
Dengan hari-hari penuh pertandingan yang telah berakhir, Nakata pun mencari kegiatan lain. Pencarian itu tidaklah mudah.
Dia mengendari mobil ke 47 prefektur di Jepang untuk kembali berkenalan dengan dirinya sendiri dan negara asal setelah berkarir lama di luar negeri. Dia bertemu dengan petani, koki dan pengrajin lainnya, bertekad untuk mempertahankan tradisi Jepang yang berusia puluhan dekade lamanya.
Butuh waktu tujuh tahun bagi Nakata untuk menyelesaikan perjalanan menjelajah negara tersebut, tapi pada akhirnya dia menemukan passion sebenarnya: sake.
"Ketika saya mulai memahami budaya di balik sake dan industrinya, saya mulai memahami kualitas sake dan orang-orang juga sejarah di baliknya," kata Nakata. "Namun di saat yang sama, saya memahami masalah yang mereka miliki."
Ketertarikan Nakata terhadap sake, minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi beras, bertepatan dengan penurunan penjualan domestik. Penjualan sake anjlok 30% sejak tahun 1975, menurut data dari lembaga pajak Jepang.
Sementara penurunan populasi dan peminum yang menua adalah sebagian alasannya, industri sake juga menderita masalah pencitraan dan telah digantikan oleh wine dan cocktails di kalangan konsumen muda.
Nakata pun mengubah passion menjadi ambisi. Pada tahun 2013 dia meluncurkan "N", sake premium yang dijual seharga US$1.000 (Rp 14,3 juta) per botol. Setelah itu, dia bantu mengembangkan sebuah pendingin sake guna mempermudah restoran dan penggemar sake untuk menikmati miniuman itu dengan temperature yang optimal.
"Jadi banyak orang berpikir [sake] itu sama dengan wine, atau temperature ruangan tidak apa-apa," kata Nakata.
"Namun sebenarnya, Anda perlu menyimpannya di suhu minus [lima] derajat. Karena tidak ada satupun yang memberitahu informasi seperti ini, maka tidak ada produk-produk seperti wine cellar [ruang bawah tanah untuk menyimpan wine]."
Beberapa tahun lalu, Nakata meluncurkan Sakenomy, sebuah aplikasi yang menerjemahkan label sake untuk para pengguna dan menawarkan panduan lengkap bagi para pembuat sake, serta rekomendasi padu-padan berbagai masakan.
Pada prosesnya, dia menjadi sesosok duta besar budaya untuk negaranya, jalan-jalan keliling dunia untuk menunjukkan hal terbaik dari Jepang.
"Semua pasar-pasar tradisional itu, layaknya pengrajin dan pembuat sake, tidak benar-benar membuka pintu dengan mudah ke publik," kata Nakata.
"Jika Anda memiliki obyek yang luar biasa, jika Anda memiliki informasi yang keren, jika Anda memiliki pengalaman atau cerita yang super, akan lebih baik untuk membaginya ke orang-orang."
Bisnis Nakata membuatnya jauh dari lapangan hijau sampai saat ini, tetapi mantan pemain sepakbola itu berkata kedisiplinan yang dia pelajari sebagai seorang atlet masih berdiam di dalam dirinya. Dia terus berlatih setiap minggu karena menurutnya itu membuat mentalnya tetap tajam. Dia berkata tubuhnya adalah sebuah ukuran dari "bagaimana Anda menekan pikiran Anda."
Bahkan ketika dia mengincar untuk memperluas bisnis sakenya yang luas, Nakata ngotot bahwa tidak ada tujuan akhir yang nyata.
"Saya hanya melakukan hal-hal yang saya gemari. Sepakbola, kerajinan tangan, budaya," katanya.
"Saya tidak melakukannya untuk uang atau ketenaran. Maka dari itu, bagi saya, tidak ada sukses ataupun kegagalan yang nyata."
(dru) Next Article Modal Rp 2,9 Juta Jadi Rp 14 M, Pria Ini Tajir Lewat Celana!
Most Popular