
Special Interview
Hadapi Disrupsi Digital, Bank Harus Jadi Fintech
Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
19 February 2018 07:02

Jakarta, CNBC Indonesia — Jadi salah satu bank tertua dan bank dengan laba terbesar di Indonesia tak membuat Bank Rakyat Indonesia (BRI) kebal terhadap disrupsi digital. Bank BRI kini sedang berusaha mengantisipasi disrupsi digital ini dengan bertransformasi menjadi bank digital.
Kepada Jurnalis CNBC Indonesia, Wahyu Daniel, Roy Franedya dan Gita Rossiana, Direktur Digital Banking dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo blak-blakan bercerita tentang transformasi yang sedang dijalankan dan perubahan budaya (culture) perusahaan yang akan membuat BRI bersaing di era digital.
Berikut petikan wawancaranya:
Perbankan sudah sejak awal kembangkan layanan berbasis internet. Lalu kenapa digitalisasi dianggap sebagai disrupsi bagi bank?
Saya buat disclaimer dulu, we are fintech with bank license, jadi jangan dibilang kondisi yang mengarah ke digitalisasi sebagai ancaman. Itu adalah nature evolution. Melihat jangan negatif harusnya lebih positif. Bagaimana BRI dengan teknologi ini bisa lebih memperdayakan (empowerment) dan bisa lebih dekat dan terlibat (engagement) dengan nasabah.
Kepada Jurnalis CNBC Indonesia, Wahyu Daniel, Roy Franedya dan Gita Rossiana, Direktur Digital Banking dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo blak-blakan bercerita tentang transformasi yang sedang dijalankan dan perubahan budaya (culture) perusahaan yang akan membuat BRI bersaing di era digital.
Berikut petikan wawancaranya:
Saya buat disclaimer dulu, we are fintech with bank license, jadi jangan dibilang kondisi yang mengarah ke digitalisasi sebagai ancaman. Itu adalah nature evolution. Melihat jangan negatif harusnya lebih positif. Bagaimana BRI dengan teknologi ini bisa lebih memperdayakan (empowerment) dan bisa lebih dekat dan terlibat (engagement) dengan nasabah.
Ini harus jadi solusi untuk memberikan layanan yang lebih baik. Makanya bank harus jadi fintech nantinya biar bisa lebih cepat, lebih baik dan lebih murah dalam hal memberikan layanan.
Apa keunggulan fintech dari bank di era digital ini?
Menariknya, fintech hadir teknologinya dulu (platform) tetapi definisinya dia ingin mengambil yang tidak dilakukan perbankan tradisional sehingga muncul kategori baru. Bukan karena mereka lebih baik dalam membuat layanan, tetapi sebelumnya bank menolak melayani segmen itu, kemudian infrastruktur perbankan membuat lambat dalam melakukan manuver.
Sekarang bank menyadari itu, segmen tersebut harus juga dilayani. Mestinya bank harus memberikan layanan yang lebih cepat dan lebih baik.
Berapa lama BRI butuh waktu melakukan transformasi ke digital banking?
Transformasi ini sifatnya perjalanan. Untuk fondasi-fondasinya butuh waktu dua tahun. Kira-kira siapnya 2019. Pada 2020 transformasi ini sudah siap mendorong bisnis yang terbang.
Skema seperti apa yang disiapkan untuk fondasi digital banking ini?
Kalau bicara framework, ada tiga pilar yang kita lakukan. Pertama, kita mendigitalisasi core BRI. Bank tradisional harus didigitalisasi agar lebih optimal dalam operasinya. Bagaimana kita lebih dekat dan terlibat dengan nasabah, bagaimana kita mendelegasi wewenang ke karyawan, para Mantri (account officer).
Selama ini Mantri terintimidasi, menghafal semua produk, harus mengisi buku harian, kini dibantu perangkat-perangkat untuk lead management, pemprosesan pinjaman sudah di gadget mulai bulan ini sudah dilakukan. Jadi Mantri tinggal pakai foto dan pencet-pencet di aplikasi kemudian masuk central processing sehingga cepat untuk memutuskan.
Itu yang dilakukan di segmen pembiayaan mikro. Bahkan mungkin BRI satu-satunya bank yang layanan terstandarisasi pendelegasiaan wewenangnya yang dipersenjatai dengan smartphone yang dikasih aplikasi yang sudah standar jadi mereka tinggal bekerja melalui smartphone. Kami mendistrubusikan 43.000 gadget ke seluruh Indonesia untuk karyawan di lapangan. Pada bisnis consumer juga begitu, mulai dengan pinjaman perumahan, kendaran dan lain sebagainya sudah begitu.
Kedua, kita bilangnya ekstrim kanan dulu. Bagaimana kita terlibat dalam kehidupan nasabah. Bagaimana layanan BRI, mungkin tidak banyak tetapi sangat personal untuk masing-masing nasabah. Pemenuhan kebutuhan akan dana dan pinjaman akan sangat cepat, nasabah bisa dengan mudah mendapatkan dan membayarnya dengan berbagai cara. Nasabah bisa membayarnya mingguan, pinjam tiga bulan, bisa.
Sekarang yang tradisional bayar cicilan tiap tanggal lima, misalnya. Nanti nasabah punya pilihan untuk kapan harus bayar. Itu nanti ada di sisi yang berbeda lagi, itu yang kami sebut sebagai digital banking, produknya tidak banyak tetapi sangat costumer centric (berfokus pada konsumen) dengan personalisasi yang banyak.
Nah yang ditengah disebut sebagai digital ekosistem. BRI ingin hadir di semua ekosistem. Apakah itu di pertanian, peternakan tetapi intinya BRI ingin melakukan masif kolaborasi dengan berbagai industri karena kita tidak memiliki pemain disana, BRI dalam hal ini berpatner dengan mereka. Jadi layanan BRI hadir di berbagai e-commerce, ride sharing, properti, begitu mereka mau transaksi ada BRI.
Fintech yang bagus front-end kita support demikian kita bangun masif kolaborasi mudah-mudah menjadi sumber fee based berbasis digital.
Ada rencana rencana akuisisi fintech untuk memperkuat digital banking BRI?
Jadi kita lihat dari sisi kepentingan stategic dan inovasinya. Jadi kami terapkan sistem build, borrow dan buy. Kalau kita bisa bangun sendiri maka kita bangun sendiri, kalau harus berpatner maka kita berkolaborasi dengan perusahaan. Jika kita melihat itu harus menjadi kapabilitas yang harus kita miliki di masa mendatang maka akan kita akuisisi. Misalnya, big data. Kedepan BRI justru jadi organisasi yang didorong oleh data, jadi big data harus dikembangkan apakah dengan membangun sendiri atau akuisisi.
Seberapa penting big data bagi BRI dan fondasi digital banking?
Dalam transformasi ini digital harus menjadi DNA BRI. Kemampuan ini harus dibangun BRI untuk bisa hadir tetapi juga memberikan dampak. Itu basisnya satu yaitu big data dan data analytic. Paling tidak ada tiga kegunaan teknologi big data bagi BRI. Pertama, menghasilkan manajemen risiko yang makin efisien lewat credit scoring. Pertempuran kedepan adalah siapa yang kredit scoring paling bagus.
Fintech kenapa disukai karena dia cepat dalam menentukan risiko kredit. Ketika credit scoring lebih bagus dan cepat sebetulnya bank akan lebih cepat juga. Risk management jauh lebih efisien dan keputusannya kualitas.
Kedua, data akan memproteksi dari fraud (penyimpangan). Bank paling banyak diserang pada kemanan siber, ketahanan digital harus betul-betul jadi fokus di era digital. Proteksi dari fraud ini bisa dibangun dengan data driven bisa real time membaca pola-pola anomali.
Ketiga, merchant assessment. Bagaimana para merchant itu dengan cepat kita nilai keualitasnya dan dengan cepat kita tingkatkan kerja samanya. Tentunya dengan patner yang berkualitas. kalau dia perlu ada pendanaan, kita kasih saja dulu dan lain-lain.
Apa keunggulan fintech dari bank di era digital ini?
Menariknya, fintech hadir teknologinya dulu (platform) tetapi definisinya dia ingin mengambil yang tidak dilakukan perbankan tradisional sehingga muncul kategori baru. Bukan karena mereka lebih baik dalam membuat layanan, tetapi sebelumnya bank menolak melayani segmen itu, kemudian infrastruktur perbankan membuat lambat dalam melakukan manuver.
Kami mendistrubusikan 43.000 gadget ke seluruh Indonesia untuk karyawan di lapanganIndra Utoyo |
Berapa lama BRI butuh waktu melakukan transformasi ke digital banking?
Transformasi ini sifatnya perjalanan. Untuk fondasi-fondasinya butuh waktu dua tahun. Kira-kira siapnya 2019. Pada 2020 transformasi ini sudah siap mendorong bisnis yang terbang.
Skema seperti apa yang disiapkan untuk fondasi digital banking ini?
Kalau bicara framework, ada tiga pilar yang kita lakukan. Pertama, kita mendigitalisasi core BRI. Bank tradisional harus didigitalisasi agar lebih optimal dalam operasinya. Bagaimana kita lebih dekat dan terlibat dengan nasabah, bagaimana kita mendelegasi wewenang ke karyawan, para Mantri (account officer).
Selama ini Mantri terintimidasi, menghafal semua produk, harus mengisi buku harian, kini dibantu perangkat-perangkat untuk lead management, pemprosesan pinjaman sudah di gadget mulai bulan ini sudah dilakukan. Jadi Mantri tinggal pakai foto dan pencet-pencet di aplikasi kemudian masuk central processing sehingga cepat untuk memutuskan.
Itu yang dilakukan di segmen pembiayaan mikro. Bahkan mungkin BRI satu-satunya bank yang layanan terstandarisasi pendelegasiaan wewenangnya yang dipersenjatai dengan smartphone yang dikasih aplikasi yang sudah standar jadi mereka tinggal bekerja melalui smartphone. Kami mendistrubusikan 43.000 gadget ke seluruh Indonesia untuk karyawan di lapangan. Pada bisnis consumer juga begitu, mulai dengan pinjaman perumahan, kendaran dan lain sebagainya sudah begitu.
Kedua, kita bilangnya ekstrim kanan dulu. Bagaimana kita terlibat dalam kehidupan nasabah. Bagaimana layanan BRI, mungkin tidak banyak tetapi sangat personal untuk masing-masing nasabah. Pemenuhan kebutuhan akan dana dan pinjaman akan sangat cepat, nasabah bisa dengan mudah mendapatkan dan membayarnya dengan berbagai cara. Nasabah bisa membayarnya mingguan, pinjam tiga bulan, bisa.
Sekarang yang tradisional bayar cicilan tiap tanggal lima, misalnya. Nanti nasabah punya pilihan untuk kapan harus bayar. Itu nanti ada di sisi yang berbeda lagi, itu yang kami sebut sebagai digital banking, produknya tidak banyak tetapi sangat costumer centric (berfokus pada konsumen) dengan personalisasi yang banyak.
Nah yang ditengah disebut sebagai digital ekosistem. BRI ingin hadir di semua ekosistem. Apakah itu di pertanian, peternakan tetapi intinya BRI ingin melakukan masif kolaborasi dengan berbagai industri karena kita tidak memiliki pemain disana, BRI dalam hal ini berpatner dengan mereka. Jadi layanan BRI hadir di berbagai e-commerce, ride sharing, properti, begitu mereka mau transaksi ada BRI.
Fintech yang bagus front-end kita support demikian kita bangun masif kolaborasi mudah-mudah menjadi sumber fee based berbasis digital.
Ada rencana rencana akuisisi fintech untuk memperkuat digital banking BRI?
Jadi kita lihat dari sisi kepentingan stategic dan inovasinya. Jadi kami terapkan sistem build, borrow dan buy. Kalau kita bisa bangun sendiri maka kita bangun sendiri, kalau harus berpatner maka kita berkolaborasi dengan perusahaan. Jika kita melihat itu harus menjadi kapabilitas yang harus kita miliki di masa mendatang maka akan kita akuisisi. Misalnya, big data. Kedepan BRI justru jadi organisasi yang didorong oleh data, jadi big data harus dikembangkan apakah dengan membangun sendiri atau akuisisi.
Seberapa penting big data bagi BRI dan fondasi digital banking?
Dalam transformasi ini digital harus menjadi DNA BRI. Kemampuan ini harus dibangun BRI untuk bisa hadir tetapi juga memberikan dampak. Itu basisnya satu yaitu big data dan data analytic. Paling tidak ada tiga kegunaan teknologi big data bagi BRI. Pertama, menghasilkan manajemen risiko yang makin efisien lewat credit scoring. Pertempuran kedepan adalah siapa yang kredit scoring paling bagus.
Fintech kenapa disukai karena dia cepat dalam menentukan risiko kredit. Ketika credit scoring lebih bagus dan cepat sebetulnya bank akan lebih cepat juga. Risk management jauh lebih efisien dan keputusannya kualitas.
Kedua, data akan memproteksi dari fraud (penyimpangan). Bank paling banyak diserang pada kemanan siber, ketahanan digital harus betul-betul jadi fokus di era digital. Proteksi dari fraud ini bisa dibangun dengan data driven bisa real time membaca pola-pola anomali.
Ketiga, merchant assessment. Bagaimana para merchant itu dengan cepat kita nilai keualitasnya dan dengan cepat kita tingkatkan kerja samanya. Tentunya dengan patner yang berkualitas. kalau dia perlu ada pendanaan, kita kasih saja dulu dan lain-lain.
Next Page
Kesiapan SDM
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular