
Special Interview
Ambisi Bank DBS Indonesia Masuk Sepuluh Besar
Donald Banjarnahor & gita rossiana, CNBC Indonesia
06 February 2018 09:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Berusia kurang lebih 28 tahun di Indonesia, PT Bank DBS Indonesia terus membuktikan konsistensinya. Perseroan pun terus bertransformasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi.
Melalui layanan terbarunya Digibank dan integrasi dengan PT Bank ANZ Indonesia, Bank DBS berencana menjadi bank terbesar kesepuluh di Indonesia dalam lima tahun mendatang. Bagaimanakah perjalanan Bank DBS untuk mencapai target tersebut?
CNBC Indonesia yang diwakili Gita Rossiana dan Donald Banjarnahor mendapat kesempatan untuk berbincang dengan President Director of PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna di Kantornya, pekan lalu.
Berikut hasil wawancara CNBC Indonesia dengan PT Bank DBS Indonesia.
Bagaimana kondisi DBS Indonesia pada 2017?
Saya melihat industri perbankan pada tahun lalu dari sisi pendapatan doing well, bisa naik 8%, walaupun dari sisi laba bersih bertumbuh flat.
Seharusnya laba kami bisa naik, tetapi karena ada dua big project pada tahun lalu, yakni Digibank dan akuisisi consumer banking ANZ Indonesia sehingga laba kami flat.
Boleh diceritakan mengenai Digibank yang dikembangkan DBS Indonesia?
Proyek ini adalah proyek strategis karena kami lihat di masa depan, tidak bisa survive dengan kehadiran fintech yang katanya menyerbu perbankan. Tapi kami melihat fintech bukan sebuah ancaman, namun sebuah peluang. Sehingga kami ingin memanfaatkan momen ini untuk bisa menjadi bank terbesar di Indonesia seperti yang dilakukan oleh salah satu bank swasta terbesar pada 15 tahun lalu dengan inovasi ATM-nya.
Kami juga melihat fintech sebagai mitra, karena kami berpikir mengapa tidak mengambil mereka untuk ikut mengerjakannya. Fintech dalam hal ini lebih lincah, sementara bank highly regulated. Fintech bisa launch produk dan kemudian revisi lagi.
Perubahan bukan hal yang asing lagi di dunia ini. Dulu kita lihat adanya revolusi industri komputer dan telepon dengan perubahan yang jangka waktunya cukup lama. Tetapi sekarang perubahan cepat sekali karena adanya digitalisasi. Kalau dulu perubahan lambat, maka antisipasinya lambat. Sekarang tidak bisa, kita harus cepat. Kalau tidak cepat bakal hilang.
Bagaimana inovasi digibank yang dilakukan DBS Indonesia?
Digibank yang kami siapkan akan dikembangkan sampai tahap akhir. Yang saat ini kami kembangkan baru tahap pertama, yakni (1) sudah paperless karena membuka akun melalui mobile apps, (2) tidak perlu tanda tangan basah, dan (3) tidak perlu datang ke cabang.
Inovasi lainnya adalah sudah ada electronic-Know Your Customer (e-KYC) atau biometric KYC dengan adanya kehadiran Kartu Tanda Pengenal Elektronik. Lalu bisa juga transfer di mana saja dengan menggunakan chat banking. Kami juga menggunakan kecerdasan buatan.
Dalam pengembangan e-KYC tidak perlu face to face?
Tidak perlu face to face karena kami kerjasama dengan OJK sehingga yang dulunya harus ke cabang, sekarang sudah tidak perlu lagi. OJK sekarang juga sudah sangat maju, begitu tahu fintech bakal masuk, mereka sudah tahu dan mengikuti perubahan.
Kami juga bisa melakukan verifikasi melalui alat. KTP nanti taruh di alat, nanti dibaca dan samakan dengan finger print. Dengan alat ini juga, data yang diperlukan bisa dibaca di chip, jadi orang tidak perlu datang ke cabang.
Inovasi tahap kedua digibank yang dilakukan DBS bagaimana?
Sekarang tahap kedua, kami taruh alat di 21 kedai kopi. Di sana ada alat yang disiapkan untuk pembukaan akun Digibank. Tinggal taruh KTP, taruh sidik jari, biometric, lalu ambil ATM. Tidak sampai satu menit bisa buka akun. Kami benar-benar memberikan customer journey. Kami ada spending tracker, jadi kalau sudah belanja pakai kartu debit, ada notifikasinya.
Dampaknya ke pembukaan akun bagaimana pak?
Kalau dulu ketika Agustus 2017 diluncurkan, jumlah pembukaan akun mencapai 60 per hari. Namun sekarang sudah 600-1000 per hari.
Lalu, segmen nasabah seperti apa yang disasar?
Kami menyasar segmen milenial, memang sekarang mereka belum punyauang, tapi sekitar lima tahun lagi menjadi manajer. Seperti kita melihat yang punya Gojek mereka kan milenial dan kaya raya.
Apakah Bank DBS memiliki target untuk menjadi bank terbesar?
Kami ingin menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia, yakni masuk sepuluh besar dari sisi aset dalam lima tahun ke depan. Sementara secara grup, DBS ingin menjadi bank terbaik di dunia pada 2020.
Untuk menjadi bank terbesar tersebut bagaimana caranya?
Selain melalui Digibank, kami juga melakukan integrasi dengan perbankan ritel ANZ Indonesia yang sudah diakuisisi. Integrasi ini juga dilakukan di lima negara, termasuk Taiwan, China, Hongkong dan Singapura. Sudah hampir setahun ini kami sibuk sekali untuk proses integrasi. Nilai aset manajemen dan perbankan ritel ANZ di lima negara tersebut mencapai SGD 110 juta.
Portofolio bisnis yang diakuisisi mencakup di Singapura, Hong Kong, Cina, Taiwan dan Indonesia, dimana pasar tersebut mewakili total nilai deposit sejumlah 17 miliar dolar Singapura (SGD 17 miliar), pinjaman sebesar 11 miliar dolar Singapura (SGD 11 miliar), investasi sebesar 6,5 miliar dolar Singapura (SGD 6,5 miliar) dalam AUM, dan total pendapatan sebesar 825 juta dolar Singapura (SGD 825 juta) untuk tahun finansial 2016. Melayani 1,3 juta nasabah, dimana 10 ribu diantaranya merupakan nasabah Wealth dan 1,2 juta lainnya adalah nasabah perbankan ritel.
Jadi aset dan liabilitas ANZ akan kami ambil, tapi ANZ Indonesia masih tetap ada untuk melakukan bisnis korporasinya. Cabang di Indonesia ada sekitar 23 dan sekitar 1.500 karyawannya akan jadi pegawai kami. Tidak ada lay off dan akan kami tawari semua untuk bergabung dengan DBS.
Jumlah aset perbankan ritel ANZ yang akan diintergasikan sekitar Rp7 triliun atau lebih dari 10% dari aset DBS Indonesia saat ini.
Sosialisasi ke nasabah apakah sudah dilakukan?
Sudah sejak lama kami lakukan sosialisasi yakni sejak diumumkan pada Oktober 2016. Awalnya diberitahukan ANZ, selanjutnya secara regular kami teruskan pemberitahuan kepada nasabah.
Selain mengembangkan bisnis konsumer, apakah Bank DBS juga berencana mengembangkan segmen korporasi atau komersial?
Kalau dari sisi inovasi produk konsumer memang sudah banyak sekali. Oleh karena itu, kami juga ingin mengembangkan Digibank untuk segmen korporasi, yakni melalui kerjasama dengan e-commerce.
Dari kerjasama tersebut, kami bisa kasih loan ke pelaku usaha kecil yang ada di e-commerce. Kami bisa melihat rekam jejak penjual melalui data yang ada, seperti berapa penjualannya dan bagaimana proses delivery-nya.
Nama produk kreditnya adalah Algo Lending, dengan credit scoring menggunakan real data. Kami menggunakan data-data non finansial jadi memang akan memanfaatkan big data. Selain itu, kami juga akan ada kerjasama dengan perusahaan telekomunikasi terkait data pemakaian konsumen dan lainnya.
(dru) Next Article Industri Asuransi Terkena Dampak Pelemahan Rupiah
Melalui layanan terbarunya Digibank dan integrasi dengan PT Bank ANZ Indonesia, Bank DBS berencana menjadi bank terbesar kesepuluh di Indonesia dalam lima tahun mendatang. Bagaimanakah perjalanan Bank DBS untuk mencapai target tersebut?
CNBC Indonesia yang diwakili Gita Rossiana dan Donald Banjarnahor mendapat kesempatan untuk berbincang dengan President Director of PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna di Kantornya, pekan lalu.
Berikut hasil wawancara CNBC Indonesia dengan PT Bank DBS Indonesia.
Saya melihat industri perbankan pada tahun lalu dari sisi pendapatan doing well, bisa naik 8%, walaupun dari sisi laba bersih bertumbuh flat.
Seharusnya laba kami bisa naik, tetapi karena ada dua big project pada tahun lalu, yakni Digibank dan akuisisi consumer banking ANZ Indonesia sehingga laba kami flat.
Boleh diceritakan mengenai Digibank yang dikembangkan DBS Indonesia?
Proyek ini adalah proyek strategis karena kami lihat di masa depan, tidak bisa survive dengan kehadiran fintech yang katanya menyerbu perbankan. Tapi kami melihat fintech bukan sebuah ancaman, namun sebuah peluang. Sehingga kami ingin memanfaatkan momen ini untuk bisa menjadi bank terbesar di Indonesia seperti yang dilakukan oleh salah satu bank swasta terbesar pada 15 tahun lalu dengan inovasi ATM-nya.
Kami juga melihat fintech sebagai mitra, karena kami berpikir mengapa tidak mengambil mereka untuk ikut mengerjakannya. Fintech dalam hal ini lebih lincah, sementara bank highly regulated. Fintech bisa launch produk dan kemudian revisi lagi.
Perubahan bukan hal yang asing lagi di dunia ini. Dulu kita lihat adanya revolusi industri komputer dan telepon dengan perubahan yang jangka waktunya cukup lama. Tetapi sekarang perubahan cepat sekali karena adanya digitalisasi. Kalau dulu perubahan lambat, maka antisipasinya lambat. Sekarang tidak bisa, kita harus cepat. Kalau tidak cepat bakal hilang.
![]() |
Bagaimana inovasi digibank yang dilakukan DBS Indonesia?
Digibank yang kami siapkan akan dikembangkan sampai tahap akhir. Yang saat ini kami kembangkan baru tahap pertama, yakni (1) sudah paperless karena membuka akun melalui mobile apps, (2) tidak perlu tanda tangan basah, dan (3) tidak perlu datang ke cabang.
Inovasi lainnya adalah sudah ada electronic-Know Your Customer (e-KYC) atau biometric KYC dengan adanya kehadiran Kartu Tanda Pengenal Elektronik. Lalu bisa juga transfer di mana saja dengan menggunakan chat banking. Kami juga menggunakan kecerdasan buatan.
Dalam pengembangan e-KYC tidak perlu face to face?
Tidak perlu face to face karena kami kerjasama dengan OJK sehingga yang dulunya harus ke cabang, sekarang sudah tidak perlu lagi. OJK sekarang juga sudah sangat maju, begitu tahu fintech bakal masuk, mereka sudah tahu dan mengikuti perubahan.
Kami juga bisa melakukan verifikasi melalui alat. KTP nanti taruh di alat, nanti dibaca dan samakan dengan finger print. Dengan alat ini juga, data yang diperlukan bisa dibaca di chip, jadi orang tidak perlu datang ke cabang.
![]() |
Inovasi tahap kedua digibank yang dilakukan DBS bagaimana?
Sekarang tahap kedua, kami taruh alat di 21 kedai kopi. Di sana ada alat yang disiapkan untuk pembukaan akun Digibank. Tinggal taruh KTP, taruh sidik jari, biometric, lalu ambil ATM. Tidak sampai satu menit bisa buka akun. Kami benar-benar memberikan customer journey. Kami ada spending tracker, jadi kalau sudah belanja pakai kartu debit, ada notifikasinya.
Dampaknya ke pembukaan akun bagaimana pak?
Kalau dulu ketika Agustus 2017 diluncurkan, jumlah pembukaan akun mencapai 60 per hari. Namun sekarang sudah 600-1000 per hari.
Lalu, segmen nasabah seperti apa yang disasar?
Kami menyasar segmen milenial, memang sekarang mereka belum punyauang, tapi sekitar lima tahun lagi menjadi manajer. Seperti kita melihat yang punya Gojek mereka kan milenial dan kaya raya.
Apakah Bank DBS memiliki target untuk menjadi bank terbesar?
Kami ingin menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia, yakni masuk sepuluh besar dari sisi aset dalam lima tahun ke depan. Sementara secara grup, DBS ingin menjadi bank terbaik di dunia pada 2020.
Untuk menjadi bank terbesar tersebut bagaimana caranya?
Selain melalui Digibank, kami juga melakukan integrasi dengan perbankan ritel ANZ Indonesia yang sudah diakuisisi. Integrasi ini juga dilakukan di lima negara, termasuk Taiwan, China, Hongkong dan Singapura. Sudah hampir setahun ini kami sibuk sekali untuk proses integrasi. Nilai aset manajemen dan perbankan ritel ANZ di lima negara tersebut mencapai SGD 110 juta.
Portofolio bisnis yang diakuisisi mencakup di Singapura, Hong Kong, Cina, Taiwan dan Indonesia, dimana pasar tersebut mewakili total nilai deposit sejumlah 17 miliar dolar Singapura (SGD 17 miliar), pinjaman sebesar 11 miliar dolar Singapura (SGD 11 miliar), investasi sebesar 6,5 miliar dolar Singapura (SGD 6,5 miliar) dalam AUM, dan total pendapatan sebesar 825 juta dolar Singapura (SGD 825 juta) untuk tahun finansial 2016. Melayani 1,3 juta nasabah, dimana 10 ribu diantaranya merupakan nasabah Wealth dan 1,2 juta lainnya adalah nasabah perbankan ritel.
Jadi aset dan liabilitas ANZ akan kami ambil, tapi ANZ Indonesia masih tetap ada untuk melakukan bisnis korporasinya. Cabang di Indonesia ada sekitar 23 dan sekitar 1.500 karyawannya akan jadi pegawai kami. Tidak ada lay off dan akan kami tawari semua untuk bergabung dengan DBS.
Jumlah aset perbankan ritel ANZ yang akan diintergasikan sekitar Rp7 triliun atau lebih dari 10% dari aset DBS Indonesia saat ini.
Sosialisasi ke nasabah apakah sudah dilakukan?
Sudah sejak lama kami lakukan sosialisasi yakni sejak diumumkan pada Oktober 2016. Awalnya diberitahukan ANZ, selanjutnya secara regular kami teruskan pemberitahuan kepada nasabah.
Selain mengembangkan bisnis konsumer, apakah Bank DBS juga berencana mengembangkan segmen korporasi atau komersial?
Kalau dari sisi inovasi produk konsumer memang sudah banyak sekali. Oleh karena itu, kami juga ingin mengembangkan Digibank untuk segmen korporasi, yakni melalui kerjasama dengan e-commerce.
Dari kerjasama tersebut, kami bisa kasih loan ke pelaku usaha kecil yang ada di e-commerce. Kami bisa melihat rekam jejak penjual melalui data yang ada, seperti berapa penjualannya dan bagaimana proses delivery-nya.
Nama produk kreditnya adalah Algo Lending, dengan credit scoring menggunakan real data. Kami menggunakan data-data non finansial jadi memang akan memanfaatkan big data. Selain itu, kami juga akan ada kerjasama dengan perusahaan telekomunikasi terkait data pemakaian konsumen dan lainnya.
(dru) Next Article Industri Asuransi Terkena Dampak Pelemahan Rupiah
Most Popular