Bapak Ibu Waspada, 112 Anak Terpapar Radikalisme di Medsos-Game Online

Tim Redaksi,  CNBC Indonesia
30 December 2025 19:55
Slovenian NGO member plays a video game created to put players in the shoes of the migrants on the Balkan route and call the Slovenian government to remove the razor wire fence erected at the border between Slovenia and Croatia in Ljubljana, Slovenia, December 3, 2018. Picture taken December 3, 2018.REUTERS/Borut Zivulovic
Foto: Permainan game online migrant. REUTERS/Borut Zivulovic

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengungkapkan terdapat setidaknya 112 anak terpapar radikalisme melalui media sosial (medsos) dan game online, selama 2025.

"Kemudian, ini yang menarik, yang terakhir adalah sepanjang tahun 2025, ya, aparat penegak hukum, Densus 88 sudah menangkap beberapa jaringan terorisme maupun simpatisan Ansharud Daulah yang berkiblat kepada ISIS, dan juga 112 anak yang teradikalisasi di social media," ungkap Kepala BNPT Eddy Hartono dalam paparannya pada Pernyataan Pers Akhir Tahun BNPT di Jakarta Pusat, dikutip dari detikcom, Selasa (30/12/2025).

Eddy mengatakan, paparan radikal dari media sosial telah berpengaruh pada anak-anak. Ia mengambil contoh kasus ledakan bom di SMAN 72 Jakarta sebagai kasus nyata paparan kekerasan di media sosial.

"Ini menunjukkan bahwa baik itu social media maupun di game online, ya, ada beberapa peristiwa juga kemarin SMA 72 walaupun itu tidak terkait dengan terorisme, tapi mereka terpapar di social media, ya," katanya.

Dia menyebut, 112 anak tersebut berasal dari 26 provinsi. Dia pun menyoroti adanya anak yang melakukan baiat mandiri sebelum masuk ke organisasi radikal.

"Jadi 112 ini tersebar di 26 provinsi, ya. Kalau kita lihat hasil sementara, ya, bahwa bahkan di antara mereka ada yang baiat sendiri, baiat mandiri. Nah, kalau dilihat dari prosesnya, baiat mandiri ini adalah titik sebelum tahap awal, Pak. Artinya apa? Sebelum dia melaksanakan baiat mandiri, mereka masuk kepada tadi itu, Pak. Kalau istilah di dalam Komdigi itu teradikalisasi melalui algoritma," katanya.

Eddy menjelaskan bagaimana algoritma media sosial bisa meningkatkan paparan radikalisme. Ia mengatakan paparan tersebut berawal dari interaksi sang anak dengan konten radikal.

"Artinya anak-anak ini sebelumnya bagaimana dia sering mengakses, sering berinteraksi, ya. Kalau dari apa, pola engagement itu pertama tentang dari share dulu, atau dari like dulu. Like, kemudian share, kemudian watch time. Watch time itu durasi berapa lama dia melihat itu," ujarnya.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Pembatasan, Meutya Ungkap Media Sosial yang Tak Boleh Buat Anak RI


Most Popular
Features