Kepala Negara Lengser Karena Salah Pakai Huruf, Lalu Masuk Penjara
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkara salah pakai font ternyata benar-benar bisa berbuah bencana. Di Pakistan, orang nomor 1 berujung di balik jeruji karena salah pilih huruf saat mengetik dokumen.
Kisah ini benar-benar terjadi pada 2017 dan menimpa Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif yang terbukti memalsukan dokumen penting.
Semua bermula dari bocornya Panama Papers pada 2016. Kala itu, dunia dihebohkan oleh kemunculan 11 juta lebih dokumen keuangan yang mengungkap praktik penyimpanan harta lewat perusahaan cangkang di luar negeri. Dari sekian banyak nama tokoh dunia, muncul nama Maryam Nawaz, putri dari Nawaz Sharif.
Kehadiran nama keluarga nomor satu Pakistan dalam dokumen membuat satu negara gempar. Sebab mencerminkan potensi penggelapan kekayaan. Gelombang protes dan tuntutan agar Nawaz mundur menggema di jalan-jalan Islamabad. Tekanan politik menguat hingga perkara ini masuk ke Mahkamah Agung Pakistan.
Mengutip CNBC International, dalam pembelaannya, keluarga Nawaz menyerahkan sejumlah dokumen properti yang disebut-sebut telah dimiliki sejak 2006. Dokumen itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tak ada aliran dana ke luar negeri sebagaimana dituduhkan di Panama Papers.
Awalnya, Mahkamah Agung menerima dokumen tersebut dan menyatakan Nawaz tidak bersalah. Namun, seorang jaksa menemukan sesuatu keanehan. Meskipun sepele tetapi fatal, yakni dokumen itu diketik dengan font Calibri.
Di sinilah semua berbalik 180 derajat. Huruf Calibri memang dikenal luas saat ini sebagai huruf standar di Microsoft Word. Namun, pada 2006 Calibri belum dirilis untuk publik. Huruf itu baru secara resmi tersedia di komputer setelah 31 Januari 2007.
Kepada BBC International, pencipta Calibri, Lucas de Groot, menjelaskan bahwa versi beta dari Calibri tersebut memang sudah ada pada 2004-2006, tetapi belum pernah disebarluaskan di luar kalangan ahli teknologi.
"Versi beta hanya digunakan secara terbatas, bukan oleh perusahaan atau pejabat pemerintah," ujarnya.
Dengan kata lain, mustahil dokumen yang dibuat pada 2006 bisa menggunakan font Calibri. Dugaan pemalsuan pun tak terhindarkan.
Mahkamah Agung kemudian membuka kembali kasus tersebut dan memerintahkan penyelidikan forensik. Mengutip The Express Tribune, dokumen-dokumen itu dikirim ke Radley Forensic Document Laboratory di London. Ahli forensik di sana memastikan adanya kejanggalan.
"Calibri tidak tersedia secara komersial sebelum 31 Januari 2007. Dokumen yang kami periksa kemungkinan dibuat setelah tanggal itu," ujar ahli forensik.
Temuan ini menjadi pukulan telak bagi Nawaz. Pada 2017, Mahkamah Agung akhirnya menjatuhkan vonis pemberhentian Nawaz Sharif dari jabatan perdana menteri. Alasannya karena tidak mampu mempertanggungjawabkan kekayaannya dan terbukti memalsukan dokumen.
Dalam pernyataannya yang dikutip Reuters, Nawaz menyebut tuduhan itu bermotif politik. Namun, sejarah mencatat bahwa pemalsuan font di dokumen bisa membuat penguasa digulingkan.
Nawaz dihukum 10 tahun penjara pada 2018 yang kemudian ditangguhkan. Lalu, ia dipenjara lagi dengan hukuman 7 tahun pada Desember 2018.
(dem/dem)