Ditendang China, Begini Nasib Manusia Rp 2.500 Triliun
Jakarta, CNBC Indonesia - CEO Nvidia Jensen Huang baru saja melangsungkan pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump. Keduanya membahas terkait kebijakan pembatasan ekspor chip canggih, yang menjadi salah satu pusat konflik geopolitik antara AS dan China.
Sebagai informasi, sejak era pemerintahan Joe Biden, AS sudah sering melancarkan pembatasan ekspor chip ke China. AS takut China akan menggunakan chip tersebut untuk mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) demi memperkuat militernya.
Namun, pembatasan ekspor itu justru menjadi pendorong China untuk mengembangkan chip domestik. Beberapa saat lalu, ketika Trump melonggarkan ekspor chip yang tak terlalu canggih ke China, negara kekuasaan Xi Jinping justru tampak tak membutuhkannya.
Pemerintah China meminta raksasa teknologi lokal untuk berhenti menggunakan chip buatan AS dan beralih ke chip domestik. Bahkan, pemerintah memberikan insentif keringanan pajak listrik bagi data center di China yang menggunakan chip lokal.
Pasca bertemu Trump, Huang mengaku tak tahu pasti apakah China mau menerima penawaran chip AI H200 buatan Nvidia, jika AS melonggarkan pembatasan ekspor.
South China Morning Post melaporkan salah satu poin pertemuan Trump dan Huang mempertimbangkan apakah AS akan mengizinkan H200 untuk dijual ke China.
"Kami tak tahu. Kami tak memiliki petunjuk," kata Huang, saat ditanya lebih lanjut terkait nasib penjualan chip ke China.
"Kami tak bisa menurunkan kapasitas chip untuk dijual ke China. Mereka tak akan mau menerimanya," ia menambahkan.
Juru bicara Gedung Putih mengatakan pemerintah tidak bisa mengumbar obrolan yang bersifat pribadi.
Mengizinkan H200 untuk dijual ke China akan menandai kemenangan besar bagi Nvidia. Raja chip yang merupakan perusahaan paling bernilai di dunia tersebut sudah mendapat tekanan bertubi-tubi dari pemerintahan Trump.
Bukan cuma sual pembatasan ekspor, tetapi juga ancaman tarif yang sempat membawa guncangan bagi ekonomi dunia.
Huang sendiri tetap menjalin hubungan baik dengan Trump, sejak sang presiden kembali ke Gedung Putih pada awal tahun ini. Kendati demikian, Huang juga kerap menggembar-gemborkan bahaya membatasi ekspor chip ke China.
Dalam beberapa kesempatan, Huang mengatakan teknologi China hanya sejengkal tertinggal dari AS. Jika teknologi AS dibatasi, China akan mengejar ketinggalannya dan bisa mendominasi sektor AI.
Ketika ditanya seberapa sering Huang bertandang ke Washington, ia menjawab "kapan pun saya dibutuhkan Presiden".
Sepertinya Huang memang tak punya pilihan lain selain mendekat ke Trump. Terbukti, beberapa kali Trump mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan Nvidia.
Misalnya saat Trump sempat melarang chip H20 yang dibuat khusus untuk China, untuk diekspor ke negara kekuasaan Xi Jinping. Setelah dilobi Huang, Trump akhirnya mencabut larangan tersebut dan Nvidia bisa kembali menjual chip H20 ke China.
Namun, seperti yang dijelaskan sebelumnya, justru China yang balik balas dendam dan meminta perusahaan lokal berhenti menggunakan chip Nvidia.
Chip H200 yang menjadi poin pembahasan saat ini, mulai dikapalkan ke konsumen pada tahun lalu. Chip ini lebih canggih dari H20, dan dirancang untuk melatih dan menjalankan model-model AI.
Diskusi soal perizinan chip yang lebih canggih ke China telah memicu argumen panas antara pemangku kebijakan Republik dan Demokrat. Senator Elizabeth Warren dari Demokrat memperingatkan izin penjualan H200 ke China akan mempercepat perkembangan militer China dan mengancam kepemimpinan teknologi AS.
Dalam surat yang diberikan ke Kementerian Perdagangan Howard Lutnick, Warren meminta pemerintah untuk tetap membatasi penjualan chip canggih Nvidia ke China. Ia juga mengekspresikan kekhawatirannya atas minimnya transparansi dalam pengambilan keputusan terkait kontrol ekspor.
"Kita tak boleh membiarakn perusahaan besar seperti Nvidia menjual teknologi sensitif ke negara-negara yang tidak memiliki nilai yang sama [dengan AS]," tulis Warren dalam surat yang ditandatangani Andy Kim dari Demokrat.
Bulan lalu, Huang mengatakan China mewakili pasar bernilai US$50 miliar untuk Nvidia. Namun, Nvidia telah mengecualikan pendapatan data center dari negara-negara Asia dari prediksi keuangannya.
"Kami sangat mendambakan peluang untuk kembali menggarap pasar China," kata Huang dalam sebuah wawancara.
Ia menambahkan bahwa penjualan di China akan menguntungkan warga AS dan seluruh dunia karena model sumber terbuka China "meninggalkan China dan digunakan di seluruh dunia".
(fab/fab)[Gambas:Video CNBC]