Teori Dunia The Matrix Salah Total, Dibuktikan Ilmuwan

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
Senin, 10/11/2025 20:30 WIB
Foto: Pengunjung menggunakan perangkat Virtual Reality (VR) saat simulasi manasik Haji dan Umrah di arena Manasik Xperience, Kuningan City, Jakarta, Jumat (7/3/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penelitian dari UBC Okanagan memastikan alam semesta tidak seperti Film The Matrix, yakni kehidupan di dalamnya bukan berdasarkan sebuah simulasi dari superkomputer.

Penelitian tersebut diterbitkan dalam Jurnal Holography Applications in Physics dan dipimpin oleh  Mir Faizal dengan kolaborasi bersama Lawrence M. Krauss, Arshid Shabir, dan Francesco Marino.

Mereka mengungkapkan mustahil ada komputer yang bisa mensimulasikan kehidupan alam semesta. Sebaliknya alam semesta dibangun di luar jangkauan pemahaman algoritma apapun.


"Jika simulasi itu memungkinkan, alam semesta dapat memunculkan kehidupan yang pada gilirannya bisa menciptakan simulasinya sendiri. Kemungkinan ini membuat tidak mungkin alam semesta kita adalah asli, namun simulasi di dalam simulasi lain" kata Faizal, dikutip dari laman resmi UBC, Senin (10/11/2025).

Penelitian ini berpusat pada sifat realitas sendiri yang menarik. Di mana fisika modern telah berkembang jauh dari teori Isaac Newton mengenai mekanika, lalu digantikan Einsten pada relativitas, hingga mekanika kuantum.

Teori terbaru mengenai gravitasi kuantum merujuk pada ruang dan waktu tidaklah fundamental. Keduanya muncul dari informasi murni, yang berada dalam ranah platonis, sebuah fondasi matematika yang lebih nyata dari alam semesta fisik.

Menurut tim peneliti, fondasi berbasis informasi tidak bisa menggambarkan realitas dengan komputasi sepenuhnya. Namun dengan teorema ketidaklengkapan Godelian dapat membuktikan soal pemahaman non-algoritmik dan sulit dibuktikan lewat komputasi.

Faizal mengatakan timnya menemukan tidak bisa mendeskripsikan semua aspek realitas fisik dengan teori komputasi gravitasi kuantum. Artinya tak ada teori yang bisa digunakan hanya dari komputasi.

"Sebaliknya ini membutuhkan pemahaman nonalgoritmik yang lebih fundamental dari hukum komputasional gravitasi kuantum dan dari ruang waktu itu sendiri," jelasnya.

Dia menambahkan tiap simulasi memiliki sifat algoritmik, harus ikut aturan yang diprogram sebelumnya. Namun realitas memiliki pemahaman non-algoritmik, membuatnya tak bisa disimulasikan sama sekali.

"Karena tingkat realitas fundamental berdasarkan pemahaman non-algoritmik, alam semesta tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menjadi simulasi," ungkap Faizal.


(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Fintech di Era AI, Dorong Efisiensi-Kurangi Risiko Gagal Bayar