
Ilmuwan UGM Umumkan Sapi Jenis Baru, Begini Tingkah Lakunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sapi Gama atau Gagah dan Macho jadi rumpun sapi pedaging baru (Galur) di Indonesia. Sapi tersebut dikembangkan oleh Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada dan PT Widodo Makmur Perkasa Tbk. (WMPP).
Penetapan Galur baru itu dilakukan oleh Kementerian Pertanian dalam Keputusan Menteri Pertanian RI No 840/Kpts/HK.150/M/09/2025.
Butuh waktu lama untuk melakukan penelitian pada Sapi Gama. Ketua tim peneliti Ali Agus mengatakan waktu penelitian mencapai kurang lebih 13 tahun.
Sapi Gama adalah hasil persilangan pejantan Belgian Blue dan sapi lokal. Dari persilangan itu menghasilkan sapi dengan keunggulan adaptif pada iklim tropik, berotot ganda dan daging kualitas premium.
Bukan hanya itu, Gama minim kesulitan pada persalinan. Sebelumnya hal ini jadi tantangan pada sapi-sapi di Indonesia.
"Kendala kita selama ini di Indonesia, Sapi-sapi kesulitan melahirkan, kemudian harus operasi sesar, sehingga ini banyak tantangan. Nah, kami tidak menyerah terhadap tantangan itu, kami melakukan pilihan-pilihan strategis," kata Ali dikutip dari laman resmi UGM, Senin (6/10/2025).
Bobot tubuh Gama agak sedikit lebih kecil dibandingkan anak Belgium Blue mencapai 40-60 kg. Namun Gama dengan 36 kg diyakini mudah besar asalkan bisa diberi pakan yang baik.
Ali mengatakan Gama memiliki tulang kecil dan otot ganda. Menurutnya dalam 2,5 tahun sudah bisa dipotong dan mencapai bobot 700-800 kg.
"Sehingga dalam umur 30 bulan atau 2,5 tahun, itu sudah layak untuk dipotong, dengan bobot mencapai 700-800 kg. Nah, sehingga kalau memotong sapi satu ekor ini, nah yang kelebihan lainnya karkasnya itu di atas 65 persen," jelasnya.
Sebagai informasi, karkas merupakan bagian tumbuh yang telah disembelih, dikuliti, dikeluarkan darah dan jeroan, kemudian dipisahkan bagian kaki, kepala, dan organ lain yang tidak bisa dimakan. Pada akhirnya menyisakan bagian yang siap olah.
Tingkah Laku Sapi Gama
Belgian Blue diketahui hidup di Belgia dengan wilayah beriklim dingin dan organ vitalnya relatif kecil. Karakteristik ini membuat sapi rentan pada stress panas di lingkungan Indonesia yang tropis.
Peneliti dari Fakultas Peternakan UGM Tristianto Nugroho melakukan penelitian soal tingkah laku sapi persilangan Belguan Blue dan peranakan Ongole pada puncak musim kemarau. Sapi dibiarkan bergerak bebas dalam kandang bertipe open loose house.
Dari hasil pengamatannya, ditemukan waktu berdiri dan berbaring relatif seimbang dengan 42% berdiri dilakukan untuk makan. Kemudian terlihat juga saat suhu udara mencapai puncak (pukul 10:00-11:00) sapi beberapa kali pindah dari berbaring ke berdiri.
"Setelah makan pagi, sapi biasanya akan berbaring untuk mengunyah kembali makanannya. Namun, karena kondisi lantai kandang yang panas, sapi bisa merasa tidak nyaman dan kembali berdiri untuk mencari tempat yang lebih sejuk untuk berbaring," jelasnya.
Terkait hal itu, anggota peneliti Sapi Gama, Panjono mengatakan salah satu indikator penilaian adaptasi hewan memang melalui tingkah lakunya. Menurutnya, aspek adaptasi juga salah satu pertimbangan utama pada pengembangan sapi itu.
Dia mengatakan Belgian Blue berada di iklim dingin dengan produktivitas daging lebih tinggi. Namun sapi lokal memiliki produktivitas rendah, sementara memiliki adaptasi lingkungan Indonesia.
Persilangan yang dilakukan timnya agar genetik Belgian Blue tidak sepenuhnya menjadi komplementer. Namun bisa lebih stabil dan dapat dikembangkan di masyarakat.
"Lewat penelitian ini, harapannya Sapi GAMA dapat segera memiliki performa yang stabil sehingga dapat diterima dan dikembangkan di masyarakat," ujarnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
