Matahari Picu Serangan Jantung, Cek Sederet Penelitiannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Gangguan geomagnetik akibat aktivitas Matahari terbukti meningkatkan risiko serangan jantung di Bumi. Efek badai Matahari ini terungkap dari penelitian di Brasil.
Penelitian oleh National Institute for Space Research di Brasil berhasil menyatakan hubungan sebab akibat antara gangguan geomagnetik terhadap penyakit jantung sudah banyak didokumentasikan, termasuk dampaknya ke serangan jantung (myocardial infarction/MI).
Serangan jantung adalah penyumbatan aliran darah ke otot jantung yang menyebabkan kerusakan atau kematian jaringan otot jantung akibat kekurangan oksigen.
Para peneliti dari Brasil memfokuskan riset mereka serangan jantung, dengan meneliti catatan RS dari wilayah kota San Jose dos Campos pada periode 1 Januari 1998 hingga 31 Mei 2005.
Periode tersebut adalah salah satu siklus puncak aktivitas Matahari, seperti yang terjadi setahun silam. Pada 2024, menurut NASA, Matahari mencapai titik "solar maximum", yaitu puncak dari siklus 11 tahun. Aktivitas puncak itu adalah penyebab badai Matahari dan aurora terjadi lebih sering dari biasanya.
Catatan rumah sakit yang diteliti oleh peneliti Brasil berasal dari 1.340 pasien (469 perempuan dan 871 pria). Kemudian, data tersebut dibandingkan dengan aktivitas geomagnetik pada periode yang sama.
Temuan mereka menunjukkan tren yang serupa dengan penelitian sebelumnya, yaitu serangan jantung lebih sering terjadi pada pria daripada perempuan, tetapi tingkat kematiannya setara. Selain itu, perempuan cenderung melaporkan gejala tidak biasa dibandingkan dengan pria, yang tercatat cenderung hanya melaporkan dua gejala yaitu tangan kiri yang mati rasa dan rasa sakit di dada.
Namun, para peneliti di Brasil menemukan perbedaan signifikan saat membandingkan data dengan aktivitas geomagnetik. Ketika ada gangguan geomagnetik, ada kenaikan kasus serangan jantung di rumah sakit, begitu juga kematian. Kenaikan frekuensi ini lebih banyak terjadi pada perempuan.
"Data menunjukkan, meskipun jumlah serangan jantung pada perempuan lebih rendah, pada kondisi gangguan geomagnetik, terjadi proporsi lebih tinggi," tulis laporan penelitian seperti dikutip oleh IFL Science.
Penelitian serupa pernah diterbitkan pada 2018. Tim peneliti melaporkan bahwa variasi detak jantung (HRV), yaitu perbedaan jeda antara detak jantung berubah merespons gangguan geomagnetik. Tingkat HRV tinggi menandakan kesehatan yang lebih baik, berarti sistem saraf manusia merespons kondisi lingkungan dengan baik.
Penelitian lain yang dilakukan pada 2022 menunjukkan bahwa gangguan geomagnetik yang intensi bisa menurunkan HRV selama 24 jam,
Pada 2023, penelitian yang menggunakan data dari 204 wilayah yang terbagi atas bujur Bumi yang berbeda menunjukkan ada korelasi positif antara intensitas aktivitas geomagnetik dengan penyakit jantung.
Sekelompok peneliti Rusia juga menemukan kaitan antara badai geomagnetik dengan risiko serangan jantung dan stroke. Namun, kesimpulan itu ditarik hanya berdasarkan enam laporan penelitian.
IFL Science menyatakan berbagai penelitian itu menggambarkan bahwa masih butuh banyak data untuk menyimpulkan hubungan antara badai Matahari dan serangan jantung. Namun, riset yang sudah ada menunjukkan keterkaitan sehingga penting ada penelitian lebih lanjut.
(dem/dem)