Fakta Gelap di Balik Hubungan Asmara dengan AI Terbongkar, Miris

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
06 September 2025 11:15
Ilustrasi artificial Intelegence (AI). (REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo)
Foto: Ilustrasi artificial Intelegence (AI). (REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT hingga Gemini kini tak hanya digunakan untuk bekerja atau belajar. Sebagian orang justru menjadikannya pasangan virtual. Namun, penelitian terbaru mengungkap sisi gelap dari fenomena ini.

Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Social and Personal Relationships, tim peneliti Universitas Brigham Young menemukan, hubungan romantis dengan chatbot AI justru membuat penggunanya lebih rentan mengalami depresi dan kesepian.

Survei terhadap 2.989 responden menunjukkan hampir 20% orang-dan bahkan 25% kelompok usia 18-29 tahun-mengaku pernah menggunakan chatbot percintaan. Namun, bukannya membawa manfaat emosional, interaksi ini malah dikaitkan dengan meningkatnya masalah psikologis.

Data riset juga mengungkap, 7% responden mengaku melakukan masturbasi saat berbincang dengan AI, sementara 13% lainnya menonton konten porno berbasis AI. Tren ini lebih sering terjadi pada pria dan kelompok usia muda yang dua kali lebih mungkin terlibat dengan AI dibanding orang yang lebih tua. Sebagian bahkan mengaku lebih memilih interaksi dengan AI ketimbang hubungan nyata dengan manusia.

Padahal, tujuan awal teknologi ini adalah membantu mereka yang kesepian agar merasa lebih terhubung. Namun, peneliti Brian Willoughby menegaskan temuan mereka justru sebaliknya.

"Kami tidak menemukan bukti bahwa penggunaan AI membantu orang merasa tidak terlalu sendirian atau terisolasi," katanya. Dengan kata lain, hubungan dengan AI justru memperparah kesendirian.

Kekhawatiran juga datang dari kalangan anak muda. Studi Internet Matters mencatat 67% remaja usia 9-17 tahun rutin menggunakan chatbot AI. Sepertiga di antaranya menganggap AI sebagai teman, sementara 12% mengaku tidak punya teman nyata untuk diajak bicara.

Dalam skenario terburuk, ketergantungan berlebihan pada bot percakapan bahkan dikaitkan dengan munculnya "psikosis AI", istilah yang digunakan psikiater untuk menggambarkan gangguan mental berat akibat interaksi obsesif dengan AI. Kondisi ini sudah dilaporkan berujung pada kasus bunuh diri hingga pembunuhan.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AI Milik Elon Musk Mendadak Tebar Kontroversi 'Genosida Bule'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular