Tuduhan KPPU soal Pelanggaran 97 Fintech, Ahli Hukum UI Bingung

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
Rabu, 27/08/2025 15:59 WIB
Foto: infografis/Utang Pinjol Menggunung Gen Z & Milenial Paling Demen Ngutang/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mempersidangkan tuduhan kartel pinjol pada 97 perusahaan fintech. Namun ahli dari Universitas Indonesia bingung soal tuduhan kartel pada puluhan perusahaan tersebut.

Ditha Wiradiputra selaku Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) menjelaskan kartel dalam aturan UU Nomor 5 tahun 1999 mengacu pada praktik antipersaingan yang mengatur produksi. Namun setelah dilihat untuk kasus tersebut seharusnya tuduhan terkait dugaan pelanggaran penetapan harga.


"Nah pertanyaannya adalah bagaimana ceritanya perusahaan-perusahaan fintech ini, perusahaan-perusahaan pinjaman daring ini melakukan pengaturan produksi. Karena yang ramai dituduhkan adalah pelanggaran mengenai masalah kartel," kata Ditha di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

"Namun ketika proses persidangan dimulai ternyata tuduhan yang diarahkan kepada perusahaan-perusahaan ini adalah pelanggaran Pasal V, dugaan pelanggaran praktek penetapan harga atau price fixing," dia menjelaskan.

Dia mengatakan jika tuduhan terkait pelanggaran praktik penetapan harga, seharusnya tak menggunakan istilah kartel. Karena pengaturannya berbeda.

"Sehingga kalau kita menyebutkan atau menggunakan istilah kartel akan missleading. Akan menimbulkan kebingungan," ujarnya.

Dia juga menyoroti bukti dari KPPU terkait pedoman perilaku yang dibuat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2018. Di dalamnya mengatur soal ketentuan larangan maksimal di atas 0,8%.

"Perusahaan-perusahaan anggota AFPI diminta tidak boleh mengenakan suku bunga pinjaman kepada para pengguna dana mereka itu tidak boleh lebih dari 0,8 persen. Artinya perusahaan-perusahaan ini kalau ingin mengenakan suku bunga di bawah itu boleh-boleh saja," ungkap Ditha.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah mengatakan membantah adanya kesepakatan penetapan batas maksimum suku bunga pada 2018.

Batas maksimum yang diatur merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan. Tujuannya adalah melindungi konsumen dari praktik predatory lending.

"Waktu itu, itu rekan-rekan bisa dilihat itu juga ada di pemberitaan salah satu media. Ada proses hukum yang dilakukan di polres Sleman. Waktu itu berdasarkan penyidik, diketahui bunga ini dikenakan oleh pinjol ilegal waktu itu adalah 4%. Jadi predatory lending itu yang itu. Kemudian yang dimaksud dengan predatory lending itu apa lagi? Pinjam 3 juta, dalam 2 bulan-3 bulan jadi 30 juta. Itu predatory lending," jelasnya.

Terkait manfaat ekonomi yang ditetapkan juga merupakan batas atas atau maksimum. Jadi platform diperbolehkan menerapkan standar mengenai manfaat ekonominya.

"0,8% itu maksimum ya. Karena lebih dari itu kita anggap sebagai mirip-mirip predatory landing," kata Kuseryansyah.

Code of Conduct yang jadi alat bukti, dia mengatakan telah dicabut pada 8 November 2023. Jadi pengaturan itu juga sudah tidak berlaku lagi.

"Adapun surat keputusan Code of Conduct Asosiasi yang disebutkan sebagai alat bukti, kesepakatan antara platform oleh KPPU juga telah dicaput 8 November 2023. Sesuai dengan tanggal mulai berlakunya SPOJK 19 tahun 2023 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jadi selain tidak pernah ada kesepakatan, yang dianggap sebagai bukti pun sudah tidak berlaku lagi," ungkapnya.

Saat dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan pihaknya tidak bisa menanggapi pernyataan itu. Dia meminta informasi bisa disampaikan melalui persidangan di KPPU.

"Informasi tersebut silahkan disampaikan dalam persidangan di KPPU. Agenda sidang terdekat juga berkaitan dengan tanggapan dari Terlapor. Jadi kami tidak bisa menanggapi pernyataan tersebut," kata Deswin kepada CNBC Indonesia.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Transaksi AI Asia Pasifik Diramal Rp520 Triliun, RI Dapat Cuan?