
Riset Ungkap Hidup Sederhana Ternyata Lebih Bahagia dari Kaya Raya

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah gaya hidup serba mewah, riset terbaru justru mengungkap bahwa memilih hidup sederhana dapat membuat seseorang merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya.
Temuan ini berlawanan dengan narasi pemasaran sehari-hari yang sering menyamakan kebahagiaan dengan pendapatan yang diterima dan jumlah aset yang dimiliki.
Penelitian yang dipimpin Profesor Rob Aitken dari University of Otago, Selandia Baru, menemukan bahwa mereka yang menjalani gaya hidup sederhana secara sukarela cenderung memiliki tingkat kebahagiaan (wellbeing) lebih tinggi, baik secara hedonis maupun eudaimonis.
Hedonic wellbeing merujuk pada perasaan senang dan kepuasan hidup, sedangkan eudaimonic wellbeing berkaitan dengan tujuan hidup, pertumbuhan, serta hidup sesuai dengan nilai-nilai pribadi.
"Hidup sederhana bukan soal pengorbanan materi, melainkan bagaimana pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional dapat tercapai lewat hubungan sosial, koneksi, keterlibatan komunitas, serta rasa hidup yang bermakna," ujar Aitken dikutip dari Earth.com, Rabu (20/8/2025).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup sederhana kerap mendorong rutinitas yang meningkatkan interaksi, saling membantu, hingga partisipasi dalam masyarakat. Hal ini membuat kesejahteraan seseorang meningkat, bukan karena mengurangi kepemilikan barang semata, melainkan karena waktu, perhatian, dan uang dapat dialihkan untuk hal-hal yang lebih bernilai.
Penelitian tersebut juga memvalidasi skala kesederhanaan terbaru dan menemukan bahwa keterkaitannya dengan kebahagiaan tetap kuat meski faktor demografis seperti usia, pendapatan, dan gender diperhitungkan.
Temuan ini sejalan dengan studi psikologi lain yang menunjukkan bahwa materialisme berlebihan cenderung menurunkan kesejahteraan. Sebaliknya, ketika seseorang mengurangi fokus pada harta benda dan lebih menekankan hubungan serta pengembangan diri, tingkat kebahagiaan justru meningkat.
Peneliti mencontohkan beberapa praktik sederhana yang bisa meningkatkan ikatan sosial sekaligus menekan konsumsi berlebih, seperti kebun komunitas, berbagi sumber daya, pinjam-meminjam, hingga membeli produk lokal.
Penelitian psikologi independen mendukung pandangan ini.
Sebuah meta-analisis besar atas 259 sampel menemukan bahwa nilai materialisme yang lebih kuat secara konsisten berkaitan dengan tingkat kebahagiaan pribadi yang lebih rendah, mencakup kepuasan hidup hingga vitalitas.
Analisis lanjutan juga menunjukkan bahwa mengurangi prioritas materialisme dapat membantu. Saat orang mengalihkan fokus pada hubungan dan kompetensi, mereka cenderung melaporkan peningkatan kesejahteraan. Hasil ini sejalan dengan jalur sosial dan berbasis nilai yang ditemukan dalam studi Otago.
Jadi, kuncinya adalah keselarasan. Orang mengatakan soal manfaat yang lebih besar ketika rutinitas sederhana sesuai dengan nilai mereka dan memberi ruang untuk mempraktikkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
