Heboh TikTok Rekrut Eks Tentara Israel, Ini Analisis Pengamat

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Selasa, 12/08/2025 19:55 WIB
Foto: Logo TikTok. (AP/Kiichiro Sato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penunjukan Erica Mindel, mantan instruktur militer Israel, sebagai Manajer Kebijakan Publik TikTok untuk ujaran kebencian (hate speech) memicu pro-kontra. Di tengah sorotan terhadap penanganan konten antisemit dan ekstremis, pengamat kebijakan digital menilai langkah ini berisiko menimbulkan bias jika tidak diimbangi mekanisme pengawasan internal yang kuat.



"Pasti kekhawatiran akan terjadi konflik kepentingan maupun kemudian cenderung menggunakan pandangan atau perspektif tertentu. Akan ada bias dalam konteks bagaimana dia menentukan satu konteks atau satu produk digital, apakah kemudian dia diganggap sebagai antisemit atau tidak, misalnya, ada kekhawatiran itu," kata pengamat kebijakan digital sekaligus Executive Director Catalyst Policy-Works Wahyudi Djafar kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/8/2025).

"Itu sangat tergantung pada bagaimana mekanisme internal dari TikTok itu sendiri, dalam membuat satu kebijakan internal yang terkait dengan moderasi konten," imbuhnya.

Wahyudi menekankan, penting bahwa tanggung jawab moderasi konten tidak dilekatkan hanya pada satu orang saja sebagai pengambil keputusan tertinggi. Melainkan diputuskan secara kolektif oleh dewan konten (content council) juga penting untuk mengambil keputusan secara kolektif terhadap satu konten yang debatable. Dewan konten ini diharapkan dapat merepresentasikan berbagai kelompok dan aliran.

"Ada garansi bahwa keputusan akhir untuk memoderasi suatu konten itu betul-betul merepresentasikan berbagai perspektif dan berbagai pemikiran," jelasnya.

Ia juga menyarankan adanya mekanisme banding (internal complaint handling mechanism) bagi pihak yang merasa dirugikan.

"Jadi, misalnya ketika ada pihak yang merasa dirugikan atau menganggap satu konten tidak melanggar dia bisa mengadu lagi ke Tiktok dan dipertimbangkan kembali moderasi terhadap konten tersebut.

Sebelumnya, mengutip Economic Times, Mindel resmi menjabat penuh waktu sejak Juli di kantor pusat TikTok di New York. Berdasarkan profil LinkedIn, ia akan menyusun kebijakan ujaran kebencian, memimpin strategi, serta menjadi pakar internal-eksternal TikTok dalam isu antisemitisme.

Langkah TikTok ini mendapat respons beragam. Kelompok pendukung, seperti Anti-Defamation League (ADL) dan sejumlah organisasi advokasi Yahudi, menilai langkah tersebut tepat untuk memperkuat perlindungan terhadap komunitas Yahudi dari ujaran kebencian. Namun, kritik datang dari pihak yang khawatir kebijakan moderasi TikTok akan bias, khususnya terhadap konten pro-Palestina.

TikTok sudah lama dikritik karena penegakan kebijakan moderasi konten yang tidak konsisten dan algoritmanya yang dianggap tidak transparan, yang menurut para pengkritik telah memperkuat pesan ekstremis, rasis, dan antisemit.

Platform yang dimiliki ByteDance asal China ini juga tengah menghadapi tekanan regulasi ketat di AS dan Eropa terkait penyebaran konten berbahaya.

Dengan antisemitisme yang disebut mencapai rekor tertinggi secara global, peran Mindel akan menjadi sorotan. Ia dituntut untuk menjaga keseimbangan antara melindungi komunitas rentan dan memastikan kebebasan berekspresi tetap terjaga di platform yang kini menjadi salah satu ruang diskusi politik paling panas di dunia digital.



(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Perpanjang Batas Waktu ByteDance Divestasi TikTok di AS