PBB Warning Keras AS & China, Malapetaka di Depan Mata

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
27 July 2025 07:15
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di KTT ASEAN, Kamis, (7/9/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di KTT ASEAN, Kamis, (7/9/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan peringatan keras kepada dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menegaskan bahwa persaingan dalam teknologi tak boleh mengorbankan masa depan bumi.

Ia menyebut malapetaka sudah di depan mata jika dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil.

Dalam pidatonya di markas besar PBB, Guterres menyoroti maraknya pembangunan pusat data (data center) berbasis gas dan batu bara, terutama di tengah meningkatnya kebutuhan listrik akibat perkembangan kecerdasan buatan (AI).

Ia menegaskan bahwa masa depan teknologi harus ditenagai oleh energi bersih. Guterres juga meminta pemerintah di seluruh dunia untuk menyiapkan rencana iklim nasional yang baru guna mencapai target Perjanjian Paris sebelum September.

Ia menyatakan bahwa momen ini merupakan peluang besar bagi pemerintah untuk memenuhi seluruh permintaan listrik baru dengan energi terbarukan serta menggunakan air secara berkelanjutan dalam sistem pendingin.

Seperti diketahui, AS dan China adalah dua negara yang paling kencang mengembangkan teknologi AI dan berinvestasi pada data center sebagai penopangnya. Keduanya bersaing untuk mendominasi teknologi AI dunia.

Peringatan ini disampaikan sebelum Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan Rencana Aksi AI dari pemerintahannya. Rencana ini diperkirakan akan mencakup sejumlah kebijakan eksekutif untuk melonggarkan pembatasan penggunaan lahan dan produksi energi demi mendorong pengembangan kecerdasan buatan (AI).

Trump sebelumnya telah menetapkan status darurat energi nasional untuk mengatasi tingginya kebutuhan listrik pusat data dalam menjalankan AI, serta untuk mempermudah pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas, batu bara, dan nuklir guna bersaing dengan China.

Sebagai dua rival ekonomi terbesar di dunia, Amerika Serikat dan China kini terjebak dalam persaingan teknologi untuk memperebutkan dominasi di bidang AI.

Namun, di saat yang sama, Trump juga telah mengeluarkan perintah eksekutif dan menandatangani undang-undang "One Big Beautiful Bill Act" yang membatasi insentif untuk energi angin dan surya, dua sumber energi terbarukan yang saat ini mendominasi daftar antrean pembangkit listrik baru yang akan tersambung ke jaringan listrik.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 15.000 Ilmuwan Teriak Jadwal 'Kiamat', Sudah di Depan Mata

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular