Operator Internet RI Tertekan, Ternyata Ada Efek Trump Vs Xi Jinping

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Senin, 14/07/2025 18:35 WIB
Foto: Ilustrasi pengguna smartphone (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri telekomunikasi nasional tengah berada di bawah tekanan, tak hanya karena faktor internal seperti kompetisi dari platform digital (OTT), tetapi juga akibat tensi geopolitik global yang ikut berdampak pada rantai pasok teknologi. Salah satu pemicunya ternyata berasal dari kebijakan Amerika Serikat (AS) era Donald Trump yang memberi efek lanjutan hingga saat ini.

Dalam artikel opini di CNBC IndonesiaAmar Bilhaq, Manager of Human Capital Management PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) menyatakan aspek geopolitik sering luput dalam analisis kinerja perusahaan teknologi RI, termasuk Telkom.

"Fluktuasi pasar saham global yang dipicu oleh suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi China, serta perang teknologi antara negara besar telah menciptakan iklim yang tidak stabil bagi sektor teknologi dan telekomunikasi," katanya.


Meskipun Telkom sudah mampu memperbaiki biaya operasional sehingga lebih efisien, penurunan harga saham tetap berpengaruh dengan mempersempit ruang ekspansi.

"Sektor teknologi secara global telah mengalami koreksi signifikan sejak tahun 2022, imbas dari aksi jual investor saat bank sentral dunia mulai mengetatkan likuiditas. Sektor telekomunikasi meski tidak tumbuh seagresif perusahaan teknologi digital ikut terdampak sentimen negatif ini. Bagi trader jangka pendek, saham telekomunikasi dengan margin tipis dan belanja modal raksasa jelas kurang menarik," katanya.

Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward menyatakan perkembangan geopolitik sangat berdampak pada industri telekomunikasi.

"Kondisi geopolitik saat ini tentu akan berpengaruh pada industri telekomunikasi. Indonesia sebagai negara pengguna perangkat telekomunikasi tentu terkena imbas dari masalah persaingan global mengenai komponen, GPU dengan AI-nya, dan teknologi 5G dengan isu keamanannya serta koneksinya, serta tergerusnya pendapatan oleh OTT [over the top]," ujar Ian kepada CNBC Indonesia, Senin (14/7/2025).

Menurut Ian, dalam jangka pendek, situasi ini sangat berdampak pada industri telekomunikasi nasional. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya strategi jangka panjang yang berbasis kebijakan nasional untuk memastikan keberlanjutan sektor ini.

"Dalam jangka panjang, pemerintah tentu harus mengeluarkan kebijakan yang menjaga keberlanjutan pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia," tegasnya.

Untuk membentengi sektor telekomunikasi dari tekanan eksternal dan memperkuat transformasi digital nasional, Ian menyebut perlunya pembangunan tiga pilar utama.

Indonesia perlu membangun tiga pilar industri telekomunikasi atau transformasi digital. Pertama, 100% internet, yaitu semua punya hak yang sama untuk menikmati dampak transformasi digital.

Kedua, super platform seperti QRIS. Di mana platform yang digunakan, dimiliki negara dan dijalankan oleh industri telekomunikasi dalam negeri.

Ketiga, Satu Data. Ian menjelaskan, nilai suatu negara atau industri telekomunikasi adalah penguasaan data dan turunannya.

"Data tersebut dapat diolah menjadi apa saja, contohnya dari data NIK menjadi data NPWP, dan seterusnya," jelas Ian.

Ia menambahkan bahwa secara regulasi, Indonesia sudah memiliki sejumlah dasar hukum untuk mengatasi tantangan geopolitik dan pelindungan data.

"Dalam menghadapi geopolitik secara jangka pendek dan jangka panjang, sebenarnya secara peraturan perundang-undangan sebagian besar sudah ada. Contoh, data harus ditaruh di Indonesia. Tapi perlu melihat efektivitas dan dampak sosial serta ekonomi yang diperoleh masyarakat, negara, dan industri telekomunikasi," paparnya.

Ian juga menekankan pentingnya Content Delivery Network (CDN) yang dimiliki oleh negara dan dioperasikan oleh pelaku industri dalam negeri sebagai bagian dari infrastruktur strategis nasional demi keamanan data.

Di tengah tekanan global, peluang investasi di sektor telekomunikasi nasional justru terbuka lebar.

"Sentimen investor untuk industri telekomunikasi di Indonesia terbuka lebar. Indonesia masih dianggap lapar bandwidth dan data center. Berapa pun yang disediakan akan terserap habis," ucapnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa kesuksesan ini butuh koordinasi yang kuat antar pemangku kepentingan.

"Hanya saja, dalam jangka pendek perlu ada koordinasi semua pihak dengan lebih baik, sehingga semua mendapatkan bagian yang sangat menguntungkan," kata Ian.

Ia optimistis, dalam jangka panjang, industri telekomunikasi Indonesia akan menjadi ladang investasi yang menjanjikan. Selain populasi besar, struktur geografis Indonesia yang berupa kepulauan juga menghadirkan potensi bisnis infrastruktur digital seperti kabel laut.

"Ke depannya, investasi di Indonesia untuk industri telekomunikasi akan sangat menarik, dengan jumlah penduduk yang besar dan daerah kepulauan. Kabel laut akan menarik secara bisnis," pungkasnya.


(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gerak Cepat Telkomsel Bikin Akses Internet Merata & Berkualitas