Heboh AI Gantikan Manusia Ancam Pekerja RI, Ini Kata Raksasa Software
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak perkembangan masif Artificial Intelligence (AI) beberapa saat lalu, banyak kekhawatiran yang muncul. Salah satunya soal potensi teknologi itu bisa menggantikan manusia.
Banyak riset juga yang menjelaskan soal potensi banyak pekerjaan yang akan diambil alih sistem AI. Mulai dari pekerjaan di industri teknologi, driver online, media, hingga guru.
Namun President Director IBM Indonesia, Roy Kosasih menjelaskan manusia tak akan tergantikan AI. Ia mengatakan yang akan terjadi adalah mereka yang menggunakan AI akan menggantikan orang-orang yang tidak mengadaptasi teknologi itu.
"AI terutama generative AI tidak akan menggantikan manusia. Tapi manusia yang menggunakan AI akan dapat menggantikan manusia yang tidak menggunakan AI," kata Roy dalam IBM Impact for Adult Learners, Academia, and Women in Workforce, Senin (26/8/2024).
Dia menjelaskan AI sudah menjadi kebutuhan. Bahkan banyak CEO perusahaan yang mengatakan perusahaan harus menggunakan AI, jika tidak mau tertinggal dengan perusahaan lain.
Penerapannya juga terus berkembang ke berbagai industri. Hal yang perlu dilakukan sekarang adalah menemukan use case baru untuk diterapkan.
"Jadi setiap kali bisa menerapkan atau membangun satu use cases penggunaan yang baru di satu perusahaan, itu akan kemudian melihat company akan bisa melihat, oh ternyata penggunaan dari AI ini sangat menolong. Untuk memberikan efektivitas, efisiensi, atau produktivitas yang jauh lebih besar," ucapnya.
Dia menjelaskan perusahaan akan lebih berkemban dengan AI. Salah satu contohnya adalah membuat pekerjaan lebih efisien atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
"Sehingga kata kuncinya adalah, dengan menggunakan AI, satu perusahaan itu akan menjadi berkembang, menjadi sangat luar biasa," jelas dia.
Talenta Digital Masih Kurang
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan banyak talenta untuk mengembangkan hingga menerapkan AI lebih lanjut lagi. Mengutip sebuah survei, kebutuhan talenta di bidang teknologi sendiri mencapai 9 juta tenaga kerja.
"Nah dari 9 juta ini bagaimana kemudian kita sasar, memang mungkin tidak akan langsung dalam waktu segera, ataupun juga kebutuhan hanya untuk di AI itu langsung 9 juta," jelas Roy.
Namun jumlah kebutuhan talenta itu bisa meningkat. Yakni bergantung dari sektor pemerintah dan swasta membangun penyerapan teknologi AI di masing-masing sektor.
"Tapi tergantung dari sektor pemerintah dan swasta membangun penyerapan teknologi AI akan membuat kebutuhan meningkat," ungkap Roy.
Meski Indonesia juga dirasa telah siap menerapkan di bidang teknologi. Bahkan disebut sangat cepat mengadopsinya.
Namun Roy juga mengingatkan perlunya meningkatkan pada hal-hal tertentu. Misalnya keraguan pada talenta yang dimiliki untuk mengadopsi teknologi.
"Ada beberapa keraguan-keraguan dari CEO atau pimpinan perusahaan di Indonesia. Pada saat saya ngobrol-ngobrol sama mereka, pada saat saya mulai memperkenalkan AI, ada sedikit pertanyaan dari mereka seperti ini, saya punya talenta nggak sih di pendudukan saya untuk mengadopsi penggunaan AI ini? Jadi ada sedikit keraguan-keraguan," kata Roy.
Aturan AI di Indonesia, Perlukah?
Sementara itu, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran terkait etika AI. SE Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 etika kecerdasan buatan (AI) yang dirilis tahun lalu.
Ini dibuat untuk pelaku usaha, aktivitas pemrograman berbasis AI, dan penyelenggaraan sistem elektonik lingkup publik dan privat. SE diharapkan bisa jadi pedoman etika saat menggunakan AI.
Bukan hanya itu, pemerintah juga tengah menyiapkan aturan tambahan soal AI. Bentuknya diperkirakan peraturan menteri atau peraturan presiden, bisa juga berbentuk undang-undang.
"Tentu saja kita menginginkan aturan yang lebih kompleks dan lebih powerfull dalam bentuk UU nantinya, cuma sebelum ke arah sana perlu diexercise bbrp aturan yang sifatnya vertiakl dan juga horizontal terkait dengan adopsi AI," kata Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria belum lama ini.
Terkait aturan ini, Roy menjelaskan aturan soal etik AI memang diperlukan. Dia menyebutkan Indonesia termasuk yang cepat menanggapi perkembangan teknologi.
"Memang peraturan ethical AI sangat diperlukan. Kami melihat pemerintah Indonesia sangat baik sekali, sangat cepat memberi tanggapan perkembangan AI begitu cepatnya begitu dahsyatnya," kata Roy.
Perundangan soal AI juga akan membuat masyarakat tidak ragu lagi menggunakan AI. Termasuk menggunakan teknologi dengan lebih beretika dan bertanggungjawab.
"Karena itu akan mengatur berbagai macam sektor bagaimana AI itu diadopsi, dikembangkan, sehingga kita akan bisa masyarakat ini mulai nggak ragu-ragu lagi nih menggunakan AI," jelasnya.
"Kita tahu AI yang diterapkan di Indonesia, kalau sesuai dengan peraturan tersebut akan menjadi AI yang beretika dan bertanggung jawab," imbuhnya.
(fab/fab)