Modus Penipuan Terbaru Pakai Aplikasi Transfer Gratis Kuras Rp 3,3 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Modus penipuan online terus bertambah. Dalam sebuah laporan, para penipu berusaha untuk menggunakan phishing dan aplikasi pembayaran resmi agar tidak terlacak.
Aplikasi pembayaran bersifat tidak bisa diubah. ini berarti saat uang dikirimkan ke akun lain, termasuk penipu, mereka tidak bisa mendapatkan uangnya kembali.
Transaksi ini akan diidentifikasi sebagai pembelian atau transaksi terotoritasi. Ini karena uang dikirim secara sukarela ke pihak lain.
Jadi para penipu seakan memanfaatkan itu. Jadi mereka akan menggunakan metode link email phishing yang menyamar sebagai pegawai bank.
Berikutnya mereka melancarkan aksinya dengan menelepon dan meminta pembayaran lewat aplikasi transfer uang di Amerika Serikat seperti Zelle dan Venmo.
"Penipu menggunakan berbagai cara untuk mencuri uang dari para konsumen melalui aplikasi pembayaran seperti Zelle, Venmo, bahkan transaksi tradisional bank," kata Senator Maxine Waters dalam pernyataannya, dikutip dari BusinessInsider, Selasa (13/8/2024).
"Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk secepatnya memperbarui aturan perlindungan konsumen yang relevan dengan sistem pembayaran saat ini," ia menuturkan.
Penipuan melalui aplikasi sendiri telah merugikan mencapai US$210 juta (Rp 3,3 triliun). Ini berdasarkan laporan Data Trade Commision (FTC) pada tahun 2023 lalu.
Aturan soal perlindungan konsumen juga telah berkembang di Amerika Serikat (AS). Undang-undang yang diperkenalkan Partai Demokrat pada 2 Agustus 2024 lalu, terkait penggantian biaya kerugian pada penipuan.
Waters bersama senator lainya Richard Blumenthal dan Elizabeth Warren menjadi pihak yang mengajukan aturan tersebut. Ketiganya meminta institusi keuangan bisa bertanggung jawab untuk membantu konsumen yang jadi korban penipuan.
(dem/dem)