Misteri Tengkorak Lonjong Peru Dikira Alien, Ini Kata Ilmuwan

Jakarta, CNBC Indonesia - Semenanjung Paracas, yang terletak di sepanjang pantai selatan Peru, adalah rumah bagi salah satu penemuan arkeologi paling misterius dan menarik dari abad ke-20, yakni tengkorak lonjong.
Tengkorang lonjong ini ditemukan pada tahun 1928 oleh arkeolog Peru Julio Tello. Penemuan misterius itu diduga berasal dari peradaban Paracas kuno, yang berkembang dari sekitar 800 hingga 100 SM.
Penemuan ratusan tengkorak lonjong telah memicu keingintahuan dan spekulasi luas tentang praktik budaya peradaban kuno ini, terutama praktik deformasi kranial.
Penemuan Tengkorak
Penemuan di Semenanjung Paracas mengungkap beragam masyarakat yang kompleks dan maju dengan tradisi pemakaman yang kaya.
Di antara banyak temuan, yang paling mencolok adalah tengkorak lonjong, yang menarik perhatian karena bentuk dan ukuran yang tidak biasa.
Tidak seperti tengkorak manusia pads umumnya, ini memiliki bentuk panjang yang menunjukkan bahwa ini adalah modifikasi yang disengaja daripada anomali genetik.
Pentingnya tengkorak ini tidak hanya terletak pada bentuk mereka yang tidak biasa, tetapi juga pada apa yang mereka ungkapkan tentang praktik budaya dan sosial orang-orang Paracas.
Praktek deformasi kranial, diamati dalam berbagai budaya kuno di seluruh dunia, terutama diucapkan di Paracas, menunjukkan penekanan budaya yang kuat pada bentuk modifikasi tubuh.
Praktik Deformasi Kranial
Deformasi kranial adalah praktik kuno yang melibatkan pembentukan tengkorak yang disengaja dengan menerapkan tekanan eksternal, biasanya menggunakan kain atau bahan pengikat lainnya.
Dalam kasus peradaban Paracas, proses ini dimulai pada masa bayi ketika tulang tengkorak paling lentur.
Proses pengikatan dipertahankan selama beberapa tahun sehingga menghasilkan bentuk tengkorak lonjong secara permanen.
Ada beberapa alasan mengapa budaya kuno terlibat dalam deformasi kranial:
1. Status Sosial dan Identitas: Dalam banyak budaya, bentuk tengkorak yang berubah adalah penanda status sosial atau afiliasi dengan kelompok tertentu. Dalam kasus Paracas, tengkorak lonjong mungkin menjadi simbol status sosial yang tinggi atau bangsawan, membedakan elit dari rakyat umum.
2. Preferensi Estetika: Sama seperti praktik modifikasi tubuh seperti tato dan tindik dengan tujuan estetika, Paracas mungkin telah menganggap bentuk tengkorak lonjong merupakan bentuk estetis atau ideal.
3. Ritualistik atau Agama Keyakinan: Praktek ini mungkin juga memiliki makna spiritual atau ritualistik, mungkin terkait dengan keyakinan tentang kepala menjadi kursi kekuatan spiritual atau kecerdasan.
Menimbulkan perdebatan
Penemuan tengkorak lonjong telah menyebabkan berbagai interpretasi dan teori, beberapa di antaranya membawa ke hal spekulatif.
Sementara beberapa telah berasumsi keterlibatan makhluk luar bumi, seperti alien, atau asal-usul tentang dunia lain. Sebagian besar arkeolog dan antropolog setuju bahwa tengkorak ini adalah hasil dari praktik budaya yang disengaja.
Studi ilmiah modern, termasuk analisis DNA dan studi morfologi kranial, terus menjelaskan orang-orang Paracas dan praktik mereka. Studi-studi ini telah mengkonfirmasi bahwa tengkorak lonjong adalah manusia dan hasil dari deformasi tengkorak disengaja, bukan kondisi bawaan.
Tengkorak Paracas tetap menjadi subjek daya tarik, memberikan wawasan berharga tentang beragam praktik dan kepercayaan budaya kuno.
Mereka menantang persepsi modern modifikasi tubuh dan ekspresi budaya, menawarkan jendela unik ke dalam cara peradaban kuno memahami identitas, status, dan estetika.
Kesimpulannya, tengkorak Paracas lonjong lebih dari sekedar keingintahuan arkeologi. Mereka adalah bukti kecerdikan dan keragaman budaya manusia.
Studi tentang tengkorak ini terus memperkaya pemahaman tentang peradaban Paracas dan permadani sejarah manusia yang lebih luas.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
