
Pemilu AS Bisa Kacau, Pakar Ungkap Bahaya Besar di Depan Mata

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) makin gencar di tengah musim pemilu di Amerika Serikat (AS). Hal ini memicu kekhawatiran akan maraknya peredaran informasi palsu buatan AI yang umumnya berformat deepfake.
Deepfake merupakan konten visual berbentuk foto atau video yang bisa dibuat dengan mudah menggunakan material-material yang ada di internet.
Deepfake bisa meniru perawakan dan suara seseorang dan mengubahnya benar-benar menjadi kepribadian yang diinginkan pembuatnya.
Menurut laporan baru dari Moody pada pekan ini, AI-generatif dan deepfake menjadi masalah besar dalam menjaga integritas pemilu.
"Pemilu akan menantang, terutama dengan meningkatnya peredaran deepfake untuk menggiring opini sesat para pemilih," kata Vice President dan Analyst Moody, Gregory Sobel, dan Senior Vice President Moody, William Foster, dikutip dari CNBCÂ International, Kamis (11/7/2024).
"Jika berhasil, para penyebar disinformasi bisa memengaruhi suara pemilih dan berdampak pada hasil pemilu. Hal ini akan turut memengaruhi pembuat kebijakan dan berdampak pada kredibilitas institusi di AS," tertera dalam pernyataan tersebut.
Pemerintah AS sudah turun tangan dalam memerangi deepfake. Pada Mei lalu, Kepala Komisi Komunikasi Federal (FCC), Jessica Rosenworcel, mengajukan aturan baru yang meminta iklan TV politik, video, dan radio, untuk memberikan label konten yang dibuat dengan AI-generatif.
Media sosial tidak diatur oleh regulasi FCC, namun Komisi Pemilu Federal (FEC) turut mengawasi penyebaran AI di berbagai platform.
Beberapa platform juga sudah berinisiatif untuk memberikan label khusus untuk konten-konten buatan AI. Salah satunya Meta yang meminta pengiklan membubuhkan label AI pada setiap konten yang dibuat dengan AI.
Kendati sudah ada aturan tersebut, tak semua konten-konten buatan AI bisa diberikan label. Sebab, konten yang diunggah sangat banyak setiap harinya. Dalam jumlah besar, akan sulit mendeteksi konten buatan AI.
Moody memberikan peringatan bahwa deepfake saat ini sudah dijadikan 'senjata' oleh pemerintah atau organisasi non-pemerintah untuk menyebarkan propaganda di media sosial. Dalam bentuk paling ekstrem, bahkan bisa digunakan untuk memicu aksi terorisme.
Moody juga menggarisbawahi AS sebagai salah satu negara yang paling rentan terhadap kejahatan siber. Posisinya menempati urutan ke-19 dari 192 negara yang terdaftar di E-Government Development Index PBB.
"Tak menutup kemungkinan bahwa banyak oknum-oknum di luar lanskap politik AS yang mengeksploitasi AI-generatif untuk memengaruhi politik AS. Untuk pemilih, sebaiknya tetap tenang, siaga, dan pilih sesuai pilihan dengan mengambil informasi yang akurat," kata Jon Adams dari Securworks.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Viral Kamala Harris Hujat Joe Biden, Ternyata Ulah Elon Musk
