Bukti China Tak Butuh Amerika, Sia-sia Joe Biden Blokir
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Joe Biden masih terus melancarkan strategi menjegal China dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Salah satunya dengan memblokir akses chip AI ke China.
Kendati demikian, China terbukti tak gampang menyerah. Baru-baru ini, raksasa teknologi China ramai-ramai memamerkan inovasi mereka di sektor AI dalam Konferensi AI Dunia di Shanghai.
Lebih dari 150 produk dan solusi terkait AI dipamerkan selama konferensi berlangsung. Ada juga beberapa perusahaan asing yang meramaikan ajang tersebut, antara lain Tesla dan Qualcomm, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS).
Selain pameran, ajang tersebut juga menjadi momentum bagi beberapa perusahaan teknologi untuk meluncurkan produk AI terbaru mereka.
Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah SenseTime yang fokus sebelumnya fokus pada teknologi pengenalan wajah (facial recognition), namun kini beralih ke teknologi AI-generatif serupa ChatGPT.
SenseTime meluncurkan SenseNova 5.5 yang digadang-gadang sebagai model bahasa besar (LLM) paling canggih dan head-to-head dengan GPT-4o milik OpenAI, dikutip dari Reuters, Senin (8/7/2024).
Hal ini membuktikan sanksi AS ke China tak menghentikan langkah negara Tirai Bambu untuk mengukuhkan diri sebagai negara dominan pengembang AI.
Pejabat Huawei, Zhang Ping'an, mengakui keterbatasan akses chip canggih menyulitkan pengembangan AI di China. Kendati demikian, ia mengatakan China tak boleh kalah dan harus terus berinovasi dengan keterbatasan yang ada.
Menurut Zhang, jika China tak punya akses ke chip canggih, harus ada inovasi lain yang menjadi alternatif. Misalnya dengan mengembangkan komputasi cloud canggih untuk mengakomodir kebutuhan AI.
Hal ini diiyakan Liu Qingfeng, Kepala perusahaan teknologi Iflytek. Perusahaan tersebut sama dengan Huawei, masuk daftar hitam AS.
"Kita harus memiliki LLM yang independen dikembangkan dan dikontrol oleh China. LLM itu harus mampu mengalahkan standar global," kata dia.
(fab/fab)