Bumi Mau Kiamat, Eropa Bangun Pusat Data di Antariksa

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
01 July 2024 11:15
A view from the edge of space is seen from Virgin Galactic's manned space tourism rocket plane SpaceShipTwo during a space test flight over Mojave, California, U.S. December 13, 2018. Virgin Galactic/Handout via REUTERS.  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO ARCHIVES, NO SALES.
Foto: Pemandangan dari tepi angkasa terlihat dari pesawat ruang angkasa pariwisata roket berawak Virgin Galactic, SpaceShipTwo, selama penerbangan uji antariksa di atas Mojave, California, AS, 13 Desember 2018. Virgin Galactic / Handout melalui REUTERS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Meningkatnya kecerdasan buatan (AI) membuat kebutuhan pusat data meningkat. Hal ini mendorong Eropa untuk mengeksplorasi opsi ruang lain untuk pusat data, sekaligus dalam upaya untuk mengurangi pusat data yang membutuhkan banyak energi di Bumi.

Untuk itu, mereka merancang proyek Cloud Luar Angkasa Tingkat Lanjut untuk Emisi Nol Bersih Eropa dan Kedaulatan Data (Advanced Space Cloud for European Net zero emission and Data sovereignt/ASCEND).

Ini merupakan sebuah studi yang dilakukan selama 16 bulan untuk mengeksplorasi kelayakan peluncuran pusat data ke orbit.

Menurut Damien Dumestier, manajer proyek ASCEND, mereka telah sampai pada kesimpulan yang sangat menggembirakan.

Studi tersebut mengklaim bahwa pusat data berbasis ruang angkasa layak secara teknis, ekonomi dan lingkungan.

"Idenya adalah untuk melepaskan sebagian permintaan energi untuk pusat data dan mengirimnya ke luar angkasa untuk mendapatkan keuntungan dari energi tak terbatas, yaitu energi matahari", kata Dumestier kepada CNBC Internasional, dikutip Jumat (28/6/2024).

Proyek senilai 2 juta euro (Rp34 miliar) itu dikoordinasikan oleh Thales Alenia Space atas nama Komisi Eropa.

'tsunami data'

Kehadiran pusat data saat ini sangat penting untuk mengimbangi digitalisasi, tetapi juga membutuhkan sejumlah besar listrik dan air untuk menyalakan dan mendinginkan server mereka.

Menurut Badan Energi Internasional, total konsumsi listrik global dari pusat data bisa mencapai lebih dari 1.000 terawatt-jam pada tahun 2026, itu kira-kira setara dengan konsumsi listrik Jepang.

"Industri ini akan segera terkena gelombang tsunami data," kata Merima Dzanic, kepala strategi dan operasi di Asosiasi Industri Pusat Data Denmark.

Pusat data AI membutuhkan energi tiga kali lebih banyak daripada pusat data tradisional dan itu menjadi masalah, tidak hanya di sisi energi, tetapi juga sisi konsumsi.

"Pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk bagaimana kita membangun, merancang dan mengoperasikan pusat data." tambah Dzanic.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

Tags
Recommendation
Most Popular