Aplikasi Pengganti Google Ternyata Bahaya, Ordal Buka-bukaan Fakta

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
Rabu, 05/06/2024 12:35 WIB
Foto: Ilustrasi orang bermain handphone. (Getty Images/filadendron)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri Artificial Intelligence (AI) berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, produk-produk turunannya digadang-gadang sebagai pengganti mesin pencari Google.

Sebab, produk AI tak hanya akan membeberkan informasi. Namun juga bisa berinteraksi dengan pengguna, menciptakan informasi dalam bentuk teks, audio, dan visual, serta memberikan rekomendasi yang dibutuhkan.

Meski dampaknya bermanfaat bagi manusia, tetapi kecanggihan sistem AI dikhawatirkan akan mempermudah penyebaran disinformasi yang menyebabkan perpecahan. Selain itu, kecerdasan AI juga ditakutkan akan merenggut banyak pekerjaan manusia.


Kekhawatiran ini diungkapkan oleh banyak orang yang berada di dalam industri AI. Salah satu yang disinggung adalah terkait aliran uang yang deras dari para perusahaan AI untuk menghindari pengawasan produk oleh pemerintah.

"Kami memamhami risiko serius karena teknologi ini," tulis mereka, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (5/6/2024).

"Sekarang [perusahaan AI] hanya punya kewajiban yang tidak kuat untuk membagi sebagian informasi dengan pemerintah, dan tidak ada untuk masyarakat. Kami pikir mereka tidak bisa diandalkan untuk membaginya secara sukarela," jelas mereka menambahkan.

Orang dalam industri AI juga menyinggung soal perlindungan pengguna. Kekhawatiran muncul karena teknologi ini berkembang signifikan tanpa adanya regulasi yang mengikat. 

Tanpa pengawasan pemerintah, para karyawan juga tak berdaya untuk meminta perusahaan bertanggung jawab.

"Perlindungan pelapor biasa tidak cukup, sebab fokusnya ada pada aktivitas ilegal. Sementara banyak risiko yang dikhawatirkan belum diatur," ucapnya.

Sekelompok karyawan dan mantan karyawan OpenAI dalam sebuah surat terbuka blak-blakan soal produk-produk perusahaan yang digadang-gadang sebagai pengganti Google. Tujuh mantan karyawan, termasuk Daniel Kokotajlo, Jacob Hilton, William Saunders, Carroll Wainwright dan Daniel Ziegler, adalah beberapa di antaranya.

Empat karyawan yang masih bekerja untuk OpenAI juga ikut serta dalam surat tersebut. Namun tidak disebutkan identitasnya.

Sementara itu juru bicara OpenAI menyebutkan setuju dengan aksi perdebatan soal teknologi AI. Mereka juga berjanji akan terus terlibat untuk banyak pihak di dunia.

"Kami setuju perdebatan ketat sangat penting, karena pentingnya teknologi ini dan kami akan terus terlibat dengan pemerintah, masyarakat sipil dan komunitas lain di seluruh dunia," jelas OpenAI.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dorong Ekonomi Digital RI Lewat AI, Cloud & Data Center