Petani Ini Kerja Pakai Satelit, Bahagia Panen Berlimpah

Redaksi, CNBC Indonesia
17 May 2024 21:35
Karyawan Syngenta memeriksa jagung dengan alat pengukur kelembapan untuk memeriksa apakah tanaman siap dipanen, di ladang jagung di distrik Krishna di negara bagian selatan Andhra Pradesh, India, 1 April 2024. (REUTERS/Almaas Masood)
Foto: Karyawan Syngenta memeriksa jagung dengan alat pengukur kelembapan untuk memeriksa apakah tanaman siap dipanen, di ladang jagung di distrik Krishna di negara bagian selatan Andhra Pradesh, India, 1 April 2024. (REUTERS/ALMAAS MASOOD)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis satelit untuk agrobisnis sedang ramai-ramainya di India. Profit para petani meningkat pesat, begitu juga dengan besaran panen.

Lokeswara Reddy, seorang petani India yang bekerja memanfaatkan data satelit, mengatakan teknologi membantunya mengatasi permasalahan cuaca yang makin tidak jelas polanya sejak 10 tahun lalu..

Dalam satu dekade, laba per acre (4 ribu km2) dari perkebunan jagungnya naik dua kali lipat menjadi US$ 240 (Rp 3,8 juta) dari sebelumnya paling banyak US$ 120 (Rp 1,9 juta).

Reddy menggunakan data satelit yang dihimpun dan diolah oleh Cropin, startup asli India, yang kemudian diberikan kepada melalui raksasa industri pertanian Syngenta.

"Kami kini merasa lebih pasti soal cara bertani, [data satelit] menjaga kami dari perubahan iklim, hama dan penyakit, serta permasalahan jadwal pengairan," kata Reddy kepada Reuters, dikutip Jumat (17/5/2024).

Industri teknologi pertanian memang sedang berkembang pesat di India. 

Reuters menyatakan ada 2.743 startup pertanian di India, mayoritas menggunakan data satelit atau teknologi antariksa lainnya. Investor telah menggelontorkan modal ke startup pertanian India hingga US$ 1,3 miliar pada 2021, US$ 394,4 pada 2023, dan US$ 136,7 juta pada 2024.

Para perusahaan teknologi ini menghadapi tantangan untuk mempercepat dan memperluas adopsi teknologi luar angkasa di sektor pertanian India.

Kendala yang mereka hadapi termasuk kepemilikan lahan oleh petani di India yang rata-ratanya hanya 1,08 hektare. Selain itu, mayoritas petani tidak punya literasi digital yang baik.

"Pertanian memang bukan sektor yang akrab dengan teknologi dan para petani lebih banyak bergantung ke cara menanam tradisional, yang diajarkan secara turun menurun," kata Raghunath Reddy, manajer di Syngenta.

Cropin yang berdiri pada 2010 adalah startup yang didukung oleh Google, Gates Foundation, dan Amazon Web Services. Lewat kerja sama dengan petani, Bank Dunia, dan pemerintah India, Cropin melakukan digitalisasi di 244 desa yang mencakup 30.000 petak lahan pertanian dan 77 komoditas dengan iklim yang berbeda-beda.

Dengan dukungan data dari Cropin, 92 persen petani menikmati panen 30 persen lebih banyak dan pendapatan 37 persen lebih besar.

Selain data untuk petani, perusahaan fintech SatSure juga memanfaatkan data satelit untuk menentukan penyaluran pinjaman ke petani. CEO SatSure Prateep Basu menyatakan potensi bisnis pinjam meminjam untuk petani sangat besar karena 38 persen dari rekening bank India dimiliki oleh petani.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: India Manfaatkan AI Untuk Tambah Akurasi Prakiraan Cuaca

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular