
Game Buatan Tetangga RI Habiskan Rp 3,1 Triliun, Ramai Dikritik Pemain

Jakarta, CNBC Indonesia - Ubisoft Singapura akhirnya resmi meluncurkan video game yang sudah lama dinanti-nanti, 'Skull and Bones', untuk PlayStation 5, Xbox Series X/S, dan PC. Tak tanggung-tanggung, proses pengembangannya memakan waktu lebih dari satu dekade.
"Ini adalah kali pertama tipe game seperti ini diinisiasi oleh studio dari Singapura atau negara Asia Tenggara," kata Jean-Francois Valle, Managing Director Ubisoft Singapura, kepada CNBC International, dikutip Kamis (22/2/2024).
Pemerintah Singapura telah mengambil beberapa langkah untuk menggenjot industri game lokal. Pada 2016 lalu, Ubisoft Singapura menerima pendanaan dari Economic Development Board untuk mengembangkan game 'AAA' buatan dalam negeri.
Sebagai informasi, 'AAA' adalah klasifikasi game yang diproduksi dan didistribusikan dalam skala besar. Biasanya melibatkan studio terkenal dengan bujet pengembangan dan pemasaran yang besar.
Menurut data yang dikumpulkan perusahaan riset pasar YouGov pada 2020 lalu, setidaknya sepertiga populasi Singapura bermain game, baik di konsol maupun perangkat mobile.
Angkanya naik 90% di kalangan masyarakat berusia 18 hingga 24 tahun, dikutip dari CNBC International, Kamis (22/2/2024).
Namun, di antara para gamer tersebut yang sudah mencoba memainkan Skull and Bones, opininya terbelah dua. Situs agregator review Metacritic mencatat game anyar ini memiliki rating 64 dari 100.
Artinya, game tersebut masuk kategori tak disukai alias 'Generally Unfavorable' di antara para pemberi testimoni.
Kendati demikian, Valle mengatakan sejauh ini pihaknya senang dengan capaian yang didapatkan. Ia mengklaim jutaan orang sudah mendaftar untuk memainkan versi beta game tersebut secara gratis, menjelang perilisan resminya.
"Angkanya sesuai harapan. Sejauh ini, banyak pemain yang suka. Mereka memberikan masukan, dan kami telah memperbaiki beberapa bug," ia menuturkan.
Game RPG bernuansa perbajakan di dunia terbuka (open world) tersebut dibanderol dengan harga US$ 60 atau sekitar Rp 936.000-an untuk versi standar. Ubisoft Singapura mengatakan ada banyak pembaruan yang sudah direncanakan untuk game tersebut.
Skull and Bones menghabiskan biaya pengembangan sebesar US$ 200 juta atau setara Rp 3,1 triliun. Sebenarnya, game itu telah diumumkan pada 2017. Namun, perilisan resminya selalu saja ditunda mulai dari 2018.
Menurut beberapa laporan dari situs Kotaku pada 2021 lalu, game tersebut sudah tiga kali mengalami pergantian creative director selama proses pengembangannya.
Sayangnya, di media sosial dan beberapa forum game online, banyak pemain yang mengkritik game tersebut. Salah satunya menyorot soal grafis game yang tak realistis. Misalnya, tak ada animasi untuk baju basah, padahal game mengambil tempat di tengah laut.
Selain itu, karakter utama dalam game juga dikatakan tak bisa berenang. Ada banyak pembatasan grafis yang dilaporkan untuk game yang menamai diri 'open world' tersebut.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Game Buatan RI Mendunia, Masuk Ajang Bergengsi Internasional
