Alasan Patah Hati Terasa Sangat Sakit Menurut Sains
Jakarta, CNBC Indonesia - Punya hubungan asmara dengan orang yang kita cinta memang indah. Tapi jika hubungan itu tidak berjalan sesuai keinginan rasanya sangat sakit, apalagi jika sampai harus mengakhirinya.
Rasa sedih, marah, cemas, hingga sesak di dada yang melanda saat patah hati, ternyata dapat dijelaskan dari kacamata sains.
Putus dari sebuah hubungan disebut dapat memicu gelombang emosi negatif yang juga dapat terasa menyakitkan secara fisik.
Emosi negatif ini dipengaruhi oleh hormon, dengan peningkatan hormon stres kortisol, adrenalin dan noradrenalin, serta penurunan hormon bahagia serotonin dan oksitosin dalam tubuh.
"Hormon patah hati" ini juga dapat menyebabkan gejala fisik yang membuat orang merasakan sakit.
Ada alasan fisiologis mengapa patah hati bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan, kata Dr. Deborah Lee, penulis medis untuk Dr Fox Online Pharmacy di Inggris, dan gejalanya tidak hanya muncul di pikiran.
"Saat Anda jatuh cinta, terjadi pencurahan hormon secara alami. Ini termasuk hormon 'pelukan' oksitosin dan hormon dopamin 'merasa nyaman'," katanya, dikutip dari Live Science, Jumat (16/2/2024).
Namun saat putus cinta, kadar oksitosin dan dopamin turun, sementara pada saat yang sama terjadi peningkatan kadar salah satu hormon yang bertanggung jawab atas stres, yakni kortisol.
Peningkatan kadar kortisol ini dapat menyebabkan kondisi seperti tekanan darah tinggi, penambahan berat badan, jerawat, dan peningkatan kecemasan.
Menurut sebuah studi tahun 2011 di jurnal Biological Sciences, penolakan sosial seperti putus dengan pasangan, juga mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan rasa sakit fisik.
Mereka yang baru saja "dicampakkan" diperlihatkan foto mantan pasangannya. Pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) menemukan bahwa area otak yang biasanya berhubungan dengan cedera fisik, termasuk korteks somatosensori sekunder dan insula posterior dorsal diaktifkan.
"Efek neurobiologis dari patah hati bisa mencapai tingkat yang sangat tinggi sehingga disamakan dengan rasa sakit fisik yang dibuktikan dengan gejala fisik yang dilaporkan sendiri, seperti nyeri dada dan serangan panik, dan deskripsi perasaan menderita seperti perasaan terbentur atau hancur," kata Eric Ryden, seorang dokter psikologi klinis dan terapis di klinik Couples Therapy di Inggris.
"Patah hati tampaknya melibatkan beberapa mekanisme saraf yang sama seperti rasa sakit fisik." jelasnya.
(fab/fab)