Data Pengguna Bocor, Google Bayar Rp 5,4 Triliun
Jakarta, CNBC Indonesia - Alphabet yang merupakan induk Google sepakat membayar US$ 350 juta atau setara Rp 5,4 triliun untuk menyelesaikan kasus gugatan kelompok (class action lawsuit) terkait kebocoran data pada platform Google+.
Sebagai informasi, Google+ yang dulunya merupakan media sosial buatan Google kini sudah tidak beroperasi lagi. Namun, saat masih aktif, platform ini dituduh membocorkan data personal jutaan penggunanya.
Perusahaan menemukan adanya kebocoran data pada 2018 silam. Gugatan diajukan karena Google dinilai menutup-nutupi kebocoran data tersebut.
Gugatan dipimpin oleh Bendahara Umum Rhode Island James Diossa untuk mengamankan dana pensiun di negara bagian AS. Diketahui, Rhode Island memiliki saham di Alphabet.
Dari putusan pengadilan, diketahui bahwa Google tidak mengumumkan adanya kebocoran data Google+ saat pertama kali mendeteksinya. Alasannya, Google takut akan mendapat kecaman publik dan regulator.
Menurut Diossa, kala itu kasus kebocoran data Facebook dalam Cambridge Analytica masih terhitung baru, yakni pada 2016. Facebook mendapat kecaman di mana-mana gara-gara kasus tersebut.
Diossa menilai Google takut akan bernasib sama dengan Facebook, sehingga menutup-nutupi kebocoran data pengguna Google+.
Namun, pada akhirnya kebocoran data itu terendus ke muka publik. Saham Alphabet sempat longsor beberapa kali sebagai imbasnya. Raksasa tersebut juga sempat kehilangan nilai pasar sebesar miliaran dolar AS.
Menurut dokumen di Pengadilan Negeri Distrik California Utara, orang-orang yang membeli saham Google antara 23 April 2018 hingga 30 April 2019 akan diperbolehkan mengajukan kompensasi saham dengan nilai tertentu.
(fab/fab)