Amerika Merana Ditinggal China, Bos Nvidia Beberkan Fakta
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham Nvidia anjlok hampir 4% pada Rabu (22/11) waktu setempat. Padahal, raksasa chip asal Amerika Serikat (AS) tersebut baru saja mengumumkan kinera Q3 2023 yang lebih baik daripada prediksi analis.
Sentimen buruk mengguncang harga saham Nvidia, menyusul ketakutan investor atas dampak buruk kebijakan pemerintahan Joe Biden yang memblokir total akses chip AI ke China.
Padahal, China merupakan pasar terbesar ketiga untuk Nvidia. Kekhawatiran investor tentu memiliki dasar yang jelas.
Apalagi, Nvidia terang-terangan mengatakan pesimis terhadap kinerja bisnis pada 2024 mendatang. Hal tersebut disampaikan dalam keterangan resmi ke para investor.
"Kami memperkirakan penjualan kami ke beberapa pasar akan menurun secara signifikan pada kuartal keempat tahun fiskal 2024. Namun, kami yakin penurunan tersebut akan diimbangi oleh pertumbuhan yang kuat di wilayah lain," kata Chief Financial Officer (CFO) Nvidia, Colette Kress, dalam suratnya kepada pemegang saham.
Dalam pemaparannya kepada analis, Kress mengatakan Nvidia sedang berkoordinasi dengan beberapa klien di Timur Tengah dan China untuk mendapatkan lisensi dari AS, agar bisa menjual produk chip berkinerja tinggi.
Nvidia juga sedang mengembangkan produk data center baru untuk mematuhi kebijakan pemerintah dan tidak memerlukan lisensi khusus. Namun, ia mengatakan produk tersebut tak akan berkontribusi besar untuk kinerja perusahaan di kuartal mendatang, dikutip dari CNBC International, Kamis (23/11/2023).
Sepanjang Q3 2023, pendapatan Nvidia tumbuh 206% secara tahun-ke-tahun (YoY) menjadi US$ 18,12 miliar. Angka itu lebih tinggi dari prediksi analis yang mematok US$ 16,18 miliar.
Pasar China berkontribusi terhadap lebih darai seperlima total pendapatan Nvidia pada kuartal yang berakhir 29 Oktober 2023.
Profit perusahaan mencapai US$ 9,24 miliar atau US$ 3,71 per lembar saham. Angka itu naik dari profit US$ 680 juta atau 27 sen per saham di periode yang sama tahun lalu.
(fab/fab)