Polusi Perkotaan Bikin Was-was, Startup Bisa Bantu?

dpu, CNBC Indonesia
15 August 2023 09:57
Suasana gedung bertingkat tertutup kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (8/8/2023). Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga menggunakan masker untuk mengantisipasi polusi udara di Ibu Kota akibat polusi udara Jakarta dinilai sangat buruk.  (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: CNBC Indonesia/Faisal Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan alasan kualitas udara di wilayah Jabodetabek sangat buruk. Hal itu diungkapkan Siti usai rapat terbatas mengenai 'Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin lalu (14/8/2023).

"Ada beberapa faktor antara lain kemarau panjang, kemudian konsentrasi polutan, lalu ada emisi dari transportasi termasuk dari manufaktur industri," katanya.

Dia menyebut, penyebab pencemaran kualitas udara ini disebabkan oleh kendaraan bermotor. Karena dari catatannya pada tahun 2022 lalu, ada 24,5 juta kendaraan bermotor di mana 19,2 juta di antaranya sepeda motor.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengaku kesulitan untuk melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau membuat hujan buatan saat ini. Padahal opsi hujan buatan sangat diperlukan untuk menekan polusi udara.

Adapun dalam melakukan operasi TMC ada syarat dan kondisi tertentu yang harus dipenuhi, di antaranya kandungan uap air di udara dan perlu dilakukannya pengamatan.

Tak bisa dimungkiri, persoalan polusi udara saat ini menjadi perhatian dan kecemasan masyarakat sebagai isu yang mendesak. Bahkan beberapa tokoh dan publik figur telah banyak bersuara melalui media sosial yang ditujukan kepada pemerintah. Seiring dengan seruran tersebut dan kenyataan semakin canggihnya perkembangan teknologi, adakah solusi teknologi yang bisa membantu mengurai problem polusi udara?

Bermunculannya berbagai Perusahaan rintisan diharapkan bisa memberikan angin segar untuk mengatasi pencemaran udara. Seperti salah satu startup yang fokus pada daur ulang CO2, Databiota. Dengan memanfaatkan kombinasi antara data, teknologi, dan mikroorganisme untuk mengkonversi CO2 yang ada di udara. Tujuannya? Menciptakan masa depan yang lebih baik dengan lingkungan yang lebih bersih.

Founder Databiota Indarto Neura, menjelaskan Databiota mengembangkan Fotobioreaktor, dengan sistem filtrasi mekanis dan Sintetis Biologis yang memanfaatkan Mikroalga dengan sintetis biologis untuk menyerap emisi karbondioksida (CO2) hingga 3x - 6x lipat lebih cepat.

"Penggabungan teknologi fotobioreaktor dan memberdayakan mikroalga dengan sistem modular untuk menyerap emisi CO2 yang kemudian CO2 yang tertangkap tersebut didaur ulang menjadi produk yang berkelanjutan dan monitoring penyerapan emisi karbondioksida secara real time menggunakan sensor," ujarnya.

Kekuatan utama startup jebolan Program NextDev Telkomsel tahun 2023 ini terletak pada mikroorganisme unik yang mereka kembangkan. Dibesarkan dalam lingkungan terkontrol dan diberi nutrisi yang optimal, mikroorganisme ini berkembang menjadi 'super mikroorganisme' dengan kemampuan menyerap polusi luar biasa dan menghasilkan oksigen serta produk akhir lain seperti biorefinery dan biomass. Biomass dan biorefinery ini dapat menunjang kehidupan yang lebih berkelanjutan di mas depan di bidang pangan, pakan, material hingga energi terbarukan.

"Kami sangat terinspirasi dari kehidupan alamiah mikroalga melalui sifatnya, cara kerja dan melindungi lingkungan. Mikroalga bagi kami adalah mesin biologis dan agen canggih dari alam yang mampu kita berdayakan, mencakup beragam kelompok evolusioner yang ditemukan di dalam biota perairan," sambung Indarto.

Mikroalga adalah mikroorganisme yang tangguh, tumbuh cepat, adaptif dan efektif dengan potensi besar dalam menangkap emisi karbondioksida (CO2) dalam skala yang sangat besar.

"Solusi dan inspirasi ini, kami bawa ke daratan untuk menangkap emisi karbondioksida (CO2) langsung dari sumber emisi karbondioksida (CO2) dengan inovasi teknologi fotobioreaktor yang kami kembangkan sebelum lepas ke atmosfer" jelas Indarto lagi.

Industri merupakan penyumbang emisi karbondioksida (CO2) terbesar kedua setelah sektor pembangkit listrik. Sebanyak 215 juta ton CO2 telah dilepaskan, atau sekitar 37% dari total emisi di Indonesia. Salah satu penyumbang polusi di kota-kota besar berasal dari produksi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan industri.

Memanfaatkan lingkungan yaitu pohon untuk menyerap emisi karbondioksida (CO2), adalah salah satu solusi yang dilakukan untuk menyerap emisi karbondioksida (CO2). Akan tetapi memiliki kekurangan, aktivitas pohon untuk menyerap emisi karbondioksida membutuhkan waktu yang lama dari bibit pohon hingga menjadi pohon sedang, sehingga gas buang dari industri tetap lepas ke atmosfer, sementara lokasi hutan jauh dari sumber industri.

"Dari alasan tersebutlah, Databiota dengan memaksimalkan pemanfaatan mikroalgae dan teknologi dapat membantu pohon dalam menyerap emisi karbondioksida dengan metode CCU (Carbon Capture Utilization)," imbuh Indarto. 


(dpu/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jalan 8 Tahun, Telkomsel NextDev Sukses Bantu 100 Startup

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular