Ini Peran PNS Kemenperin di Kasus Penyelundupan iPhone BM
Jakarta, CNBC Indonesia - Bareskrim Polri menetapkan 6 tersangka dalam kasus IMEI ilegal di Indonesia. Ada 4 tersangka dari pihak swasta, 1 pegawai Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan 1 pegawai Bea Cukai.
Diketahui, semua HP yang digunakan di jaringan operator seluler di Indonesia harus terlebih dahulu melalui validasi IMEI. HP yang IMEI-nya didaftarkan dikelola lewat teknologi yang disebut sebagai CEIR (Centralized Equipment Identity Register).
CEIR dikelola oleh empat lembaga yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, dan operator seluler. Kasus pelanggaran IMEI ini merujuk pada masuknya produk elektronik tanpa birokrasi yang sesuai.
Kepala Bareskrim Polri (Kabareskrim) Komjen Wahyu Widada mengatakan bahwa modus pelaku adalah tidak melakukan proses permohonan IMEI untuk mendapat persetujuan Kominfo.
"Secara tanpa hak memasukkan data IMEI ke CEIR," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (28/7/2023).
Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri: Kombes Rizky Agung Prakoso Karo menjelaskan, peran 4 tersangka yang berasal dari pihak swasta adalah melakukan penjualan handphone.
Selanjutnya, mereka menyampaikan kepada produknya ke salah satu pegawai Bea Cukai. Akhirnya, yang memasukkan data tanpa mengikuti prosedur yang sesuai adalah oknum F yang merupakan pegawai di Kemenperin.
"Jadi saudara F ini operator yang memang dia memasukkan identitas tanpa melalui prosedur yang resmi," ia menjelaskan.
Komjen Wahyu menjelaskan bahwa peristia ini terjadi antara 10-20 Oktober 2022. Namun, penyelidikian berlangsung lama karena pelanggaran berada di ranah online sehingga sulit terungkap.
"Terkait dengan ada pihak swasta, oknum ASN, tentunya ini akan terus kita kembangkan, tidak berhenti di sini," ia menegaskan.
Temuan sementara, ada 191 ribu HP yang ditemukan melanggar ketentuan IMEI. Mayoritas sebanyak 173 ribu perangkat adalah iPhone.
Wahyu mengatakan hika merujuk dari PPh 11,5%, maka kerugian negara sejauh ini ditaksir Rp 353,7 miliar.
Pelaku dikenakan Pasal 46 ayat 1, untuk pasal 30 ayat 1, pasal 48 ayat 1, pasal 32 ayat 1, pasal 51 ayat 1, dan pasal 35 UU No. 19 Tahun 2006 tentang perubahan UU tahun 11 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang bisa dikenakan sanksi pidana penjara 12 tahun atau denda Rp 12 miliar.
(fab/fab)