Teknologi Amerika Jajah Arab, Joe Biden Diwanti-Wanti Ini

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Kamis, 27/07/2023 15:45 WIB
Foto: Proyek pulau surga Sindalah di Neom, Arab Saudi. (Dok. Neom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pejabat Arab Saudi mengumumkan bahwa Microsoft menginvestasikan US$2 miliar (sekitar Rp 30 triliun) untuk membangun fasilitas penyimpanan cloud di negara tersebut. 

Pengumuman itu dibuat di LEAP 2023, sebuah konferensi teknologi tahunan yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi. Investasi Microsoft di Arab secara spesifik mengarah ke Neom, pusat 'kota baru' yang dibangun Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). 

Mekanismenya mirip dengan pencana pusat cloud Google di Arab Saudi yang dikritik keras karena memungkinkan pemerintah Saudi menyusup ke perusahaan teknologi Barat.


Alan Woodward, pakar teknologi komputer di University of Surrey di Inggris, mengatakan kepada Business Insider bahwa otoritas Saudi berpotensi dapat mengakses sejumlah besar informasi politik sensitif yang disimpan melalui cloud.

"Pemerintah [Arab] pada dasarnya dapat melakukan apa yang diinginkannya," kata Woodward.

Woodward menambahkan, Arab sudah mewanti-wanti perusahaan Barat seperti Microsoft. Jika ingin beroperasi di Arab, maka datanya harus disimpan di negara tersebut.

"Itu untuk alasan yang jelas: mereka berpotensi mengaksesnya," katanya.

Mengutip New York Post, rilis pers Microsoft tentang investasi tidak membahas tentang sentimen tersebut. Keterangan dari raksasa teknologi itu malah menggembar-gemborkan wilayah pusat data sebagai pengembangan yang akan menangani kebutuhan residensi, keamanan, privasi, serta kepatuhan data organisasi, perusahaan, dan pengembang.

Hal itu disampaikan Samer Abu-Ltaif, VP dan Presiden Microsoft Eropa Tengah dan Timur, Timur Tengah dan Afrika.

Presiden Microsoft Arabia, Thamer Alharbi, menambahkan bahwa investasi tersebut mencerminkan komitmen jangka panjang Microsoft untuk Arab Saudi dan ambisinya untuk transformasi digital.

Kritikus telah lama tidak setuju dengan Abu-Ltaif dan Alharbi, terutama sejak Microsoft menolak mengungkapkan bagaimana mereka akan melindungi privasi data yang disimpan di Arab Saudi.

Arab juga telah mengaburkan undang-undang privasi, dan telah memenjarakan orang di masa lalu karena menentang pemerintah di media sosial.

Awal bulan ini, wanita Saudi Fatima al-Shawarbi dijatuhi hukuman 30 tahun karena mengkritik proyek Neom di Twitter.

Al-Shawarbi, yang berusia 20-an, juga dilaporkan ditangkap pada tahun 2020 karena menentang perlakuan Arab Saudi terhadap perempuan, menyerukan monarki konstitusional daripada kediktatoran yang ada saat ini.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat