El Nino Sudah Tiba, Ini Nasib Manusia dan Makhluk Bumi Lain
Jakarta, CNBC Indonesia - dan diramalkan sebagian besar terjadi hingga paruh kedua 2023. Pengumuman dilakukan oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) belum lama ini.
"Permulaan El Niño akan sangat meningkatkan kemungkinan memecahkan rekor suhu dan memicu panas yang lebih ekstrim di banyak bagian dunia dan di lautan," kata Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO, dikutip Jumat (7/7/2023).
Fenomena El Nino merupakan sistem iklim alami yang membuat suhu permukaan laut lebih hangat dari rata-rata Samudra Pasifik dekat khatulistiwa. El Nino biasanya akan terjadi setiap 2 hingga 7 tahun.
Taalas menjelaskan pengumuman ini sebagai pengingat bagi pemerintah seluruh dunia. Dengan begitu mereka bisa melakukan persiapan menghadapi El Nino dan dampak yang ditimbulkannya nanti.
"Deklarasi El Niño oleh WMO adalah sinyal bagi pemerintah di seluruh dunia untuk memobilisasi persiapan guna membatasi dampak terhadap kesehatan kita, ekosistem kita, dan ekonomi kita," tambahnya.
"Peringatan dini dan tindakan antisipatif dari peristiwa cuaca ekstrem yang terkait dengan fenomena iklim besar ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian," ujarnya lagi.
Sebelumnya National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memperkirakan El Nono akan menguat hingga musim dingin mendatang. Peristiwa itu terjadi di Bumi bagian utara.
Salah satu dampak yang bakal dirasakan dengan kehadiran El Nino adalah kenaikan harga komoditas seperti pangan dan pakaian. ahli iklim bernama Christopher Callahan mencatat kerugian di Bumi pada beberapa periode. Yaitu pada 1997-1998 mencapai US$ 5,7 triliun dan 1982-1983 sebesar US$4,1 triliun.
"Cuaca ekstrem yang terkait dengan El Niño menyebabkan banjir, kebakaran hutan, angin topan, dan bencana alam lainnya," pungkasnya dikutip CNN International.
Selain itu El Nino juga akan berdampak pada cuaca yang tidak normal di sejumlah wilayah. "Ini termasuk kekeringan di Asia Tenggara dan Australia yang biasanya hujan, dan curah hujan di gurun yang biasanya gersang di wilayah AS," kata profesor ilmu atmosfer di University of California Irvine bernama Jin-Yi Yu.