Gokil! Santri Kudus Bisa Foto Bintang Modal Kamera HP Xiaomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut astronomi sebagai ilmu tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet. Dari terminologi itu orang kadang berpikir kalau astronomi adalah ilmu tingkat dewa. Alias sangat susah dipelajari.
Sebagai contoh dalam mempelajari matahari. Seseorang harus mengerti sifat-sifatnya, termasuk hitungan presisi matematis dan fisikanya. Dan bagi kebanyakan orang itu tidak mudah.
Selain karena susah, astronomi juga kerap dipandang ilmu "elitis". Sebab, hanya orang-orang berduit saja yang menggelutinya karena alat-alatnya mahal. Belum lagi, mereka juga belum tentu bisa bekerja di ranah astronomi karena lapangan kerjanya minim.
Biasanya, orang-orang yang serius di dunia tersebut didasari oleh satu faktor, yakni hobi.
![]() Teleskop. (Ist) |
Namun, tak selamanya astronomi dan pegiatnya dipandang demikian. Selasa malam, (21/3/2023), CNBC Indonesia berkesempatan berbincang langsung dengan salah satu pegiat astronomi yang berupaya mematahkan pandangan tersebut. Dia ingin membumikan astronomi, khususnya di kalangan santri pesantren.
Pegiat itu bernama Nur Sidqon, Direktur Observatorium Yanbu'ul Qur'an Kudus. Sepanjang 30 menit, Sidqon berbicara panjang lebar tentang perjalanan dan upayanya merintis astronomi di pesantren.
Ketertarikan pria kelahiran Kendal itu terhadap astronomi tidak tumbuh dalam semalam. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), dia gemar mempelajari benda-benda langit, dari mulai planet, tata surya, sampai galaksi. Baginya, langit dan angkasa yang maha luas menghasilkan misteri besar yang sangat menarik untuk dibongkar.
Sayang, saat SD tidak ada pelajaran khusus bernama astronomi. Semuanya tergabung dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dan karenanya pertanyaan demi pertanyaan tentang luar angkasa masih menyeruak di benak Nur Sidqon ketika lulus dari SD.
"Saya mulai mempelajari serius astronomi atau ilmu falak saat sekolah Madrasah Aliyah di Kudus. Saya mempelajari falak langsung dari KH. Ahmad Rofiq Chadziq dan Kyai Azhar Lathif. Keduanya adalah penerus tokoh falak nasional, yakni KH. Turaichan Adjhuri dan KH. Noor Ahmad SS," katanya saat berbincang dengan CNBC Indonesia.
Sejak itulah Sidqon makin jatuh cinta pada falak. Beberapa jawaban dari pertanyaannya yang belum terjawab sejak SD akhirnya dapat diketahui.
Sidqon yang sudah kadung mesra dengan astronomi memutuskan mendaftar kuliah di jurusan Ilmu Falak, UIN Walisongo, Semarang lewat jalur beasiswa santri. Beruntung, lamaran Sidqon diterima, dia pun kuliah di prodi Ilmu Falak. Selama berkuliah itulah Sidqon aktif mengembangkan minat di astronomi Islam. Mulai dari pengamatan langit, membuat teleskop, dan aktif di kegiatan astronomi.
Sampai akhirnya dia tersadarkan akan satu hal: astronomi adalah ilmu yang tidak tersentuh masyarakat.
"Banyak orang menganggap astronomi susah untuk dijalankan padahal menarik. Alasannya karena instrumennya relatif mahal," ujarnya.
Pernyataan Sidqon tidaklah salah. Di e-commerce saja harga termurahnya sekitar Rp 10 juta, sedangkan yang mahal menyentuh ratusan juta. Harga memang berbanding lurus dengan kualitas. Namun, di sinilah letak masalahnya.
Alatnya yang mahal membuat masyarakat enggan menekuninya. Hingga akhirnya dia merumuskan satu kegiatan baru bernama mobile astrophotography. Sesuai namanya, kegiatan itu berupaya memanfaatkan smartphone untuk memotret situasi angkasa.
![]() Teleskop. (Ist) |
Kata Sidqon, "dalam menikmati astronomi media yang paling manjur adalah dengan foto atau dokumentasi. Foto berupaya menyederhanakan astronomis yang rumit menjadi lebih indah. Dan kamera HP membuat orang dapat menikmatinya."
Kegiatan ini bukan guyonan. Sidqon benar-benar melakukannya. Awalnya dia menggunakan Xiaomi Mi4 yang memiliki kamera terbaik dari segi lensa, kerapatan gambar, dan tingkat pencahayaan (ISO). Berkat HP seharga Rp 1 jutaan itulah dia sukses mengabadikan benda langit, termasuk galaksi bimasakti.
Keberhasilan itulah yang membuatnya mendirikan komunitas mobile astrophotography pertama di Indonesia. Satu per satu orang mulai bergabung dengannya untuk memotret langit hanya dari HP berharga Rp 1-3 jutaan, jauh di bawah harga teleskop profesional.
Mobile Astrophotography lantas memantik orang menyukai astronomi meski dalam ranah amatir. Begitu juga para santri di Ma'had Aly TBS Kudus dan Pondok Tahfidz Yanbu'ul Qur'an Menawan Kudus yang kini diasuhnya.
Bagi para santri, mengetahui rupa alam semesta membuat mereka mengetahui kehebatan dari Allah Swt, sehingga jadi sadar kalau mereka tidak ada apa-apanya. Akibatnya pemahaman iman dan taqwa mereka semakin tebal.
"Santri memiliki antusiasme tinggi. Di pesantren sebetulnya banyak santri yang berpotensi untuk menjadi ahli astronomi Islam atau ilmu falak, hanya saja tidak banyak pesantren yang memiliki SDM serta sarana prasarana pendukung laiknya Observatorium yang ada di pondok Tahfidz Yanbu'ul Qur'an Menawan ini, terlebih lagi sekarang bermodal HP pun bisa melakukan pengamatan bintang," ungkap Sidqon.
Karena HP memungkinkan orang memotret banyak angle di langit, komunitasnya, khususnya Sidqon sendiri, beberapa kali diajak kerjasama oleh astronom profesional dari berbagai kampus ternama. Sejak diikutsertakan itulah nama Nur Sidqon sebagai santri sukses naik daun dan dikenal sebagai perintis fotografi astronomi via HP di Indonesia.
(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]