Tarif Internet di Jakarta Bakal Naik! Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah revisi Peraturan Daerah No 8 tahun 1999 mengenai Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bisa menyebabkan tarif internet naik.
Salah satu yang disebut akan membebani masyarakat adalah pasal 4 poin D, yang mana pasal tersebut mengatur agar operator SJUT diwajibkan membayar tarif pemanfaatan secara rutin setiap tahun.
Jika ini terjadi, dikhawatirkan akan berdampak pada tarif langganan masyarakat baik itu listrik, air, gas dan internet di Jakarta.
Mengenai hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif, mengatakan kebijakan tersebut bisa saja menyebabkan kenaikan harga internet di Jakarta. Sebab cost atau biaya penggelaran naik.
"Terpaksa para ISP akan menaikan tarif, karena pasti beban biaya sewa tersebut akan disesuaikan ke harga layanan," ujarnya kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Senin (13/2/2023).
Namun sampai saat ini, APJII sendiri masih memonitor raperda yang baru ini.
Lebih lanjut mengenai raperda yang tengah dibahas Pemprof DKI dan DPRD ini dinilai oleh Direktur Eksekutif Kolegium Jusrist Institute Ahmad Remidi, akan bertentangan denagn UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta turunannya.
Dalam Pasal 71 Perppu Cipta Kerja bagian Telekomunikasi Pasal 34A dijelaskan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien.
"Selain itu di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta untuk menyediakan fasilitas bersama infrastruktur pasif telekomunikasi untuk digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan biaya terjangkau," ujar Redi dalam keterangan tertulisnya.
Sementara dalam PP 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran sebagai aturan pelaksana UU Cipta Kerja pasal 21 disebutkan, bahwa dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh penyelenggara Telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa tanah, bangunan, dan/atau infrastruktur pasif Telekomunikasi.
Sedangkan, dalam memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan, Pemerintah Daerah dan/atau instansi yang berwenang wajib berkoordinasi dengan Menteri.
Adapun, di PM 5/2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi juga disebutkan, dalam hal pada suatu lokasi telah tersedia infrastruktur pasif, Penyelenggara Telekomunikasi "dapat" memanfaatkan infrastruktur pasif dimaksud sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan kapasitas, dan kemampuan teknis infrastruktur pasif.
Selain itu tarif pemanfaatan infrastruktur pasif ditetapkan oleh penyedia infrastruktur pasif dengan harga yang wajar dan berbasis biaya. Jika tarif pemanfaatan infrastruktur pasif tidak sesuai dengan ketentuan, Menteri dapat menetapkan tarif batas atas harga pemanfaatan infrastruktur pasif.
"Dari beberapa regulasi tersebut sudah nampak jelas kalau Raperda yang diusulkan Pemprov DKI ini bertentangan langsung dengan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya,"ucap Ahmad Redi yang merupakan salah satu tim perumus UU Cipta Kerja.
(tib)
[Gambas:Video CNBC]
