JD.ID Tutup, Ini Deretan Ecommerce RI yang Gulung Tikar

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Senin, 30/01/2023 14:20 WIB
Foto: JD.ID (Detik.com)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu lagi ecommerce tumbang di Indonesia. Kali ini JD.ID yang akan menghentikan semua layanan pada 31 Maret 2023.

Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID, Setya Yudha Indraswara, mengonfirmasi penutupan layanan pada 31 Maret 2023. Sementara itu dalam laman resminya, JD.ID akan menyetop penerimaan pesanan per 15 Februari 2023 mendatang.

"Ini adalah keputusan strategis dari JD.COM untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya," kata Setya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (30/1/2023)


Persaingan bisnis e-commerce di Indonesia memang makin lama makin ketat. Dalam sekitar 15 tahun perkembangannya, sudah banyak perusahaan lokal dan asing yang gagal bertahan.

Berikut ini daftar ecommerce yang akhirnya terpaksa tutup layanan di Indonesia. Siapa saja? berikut CNBC Indonesia rangkum dari berbagai sumber.

1. Blanja.com

Foto: Taufan Adharsyah
blanja

Platform ini bertahan sekitar 8 tahun setelah diubah dari Plasa.com. Perusahaan e-commerce ini didirikan Telkom dalam kerja sama dengan raksasa iklan baris Amerika Serikat, eBay.

Telkom akhirnya menutup layanan tersebut pada 1 September 2020 lalu. Saat itu disebutkan penutupan layanan karena ada perubahan strategis.

2. Elevenia

Elevenia merupakan salah satu marketplace B2B Indonesia. Namun di tengah badai PHK startup, perusahaan menutup layanannya awal bulan ini.

Pada 2013, Elevenia didirikan hasil patungan XL Axiata dan perusahaan asal Korea Selatan SK Planet. Perusahaan patungan itu bernama PT XL Planet dan menjadi induk Elevania. Namun tahun 2017, XL Axiata mengumumkan rencana penjualan Elevania pada PT Jaya Kencana Mulia Lestari dan Superb Premium Pte. Ltd, perusahaan milik Grup Salim.

Elevenia baru-baru ini mengumumkan penutupan platform e-commerce mereka setelah bertahan selama belasan tahun.

3. Qlapa

Foto: QLAPA

Qlapa adalah salah satu perusahaan e-commerce pertama yang memilih fokus ke satu vertikal. Fokus utama perusahaan ini adalah menyediakan produk unik seperti karya seni dan cenderamata.

Ditutup pada 2019, perusahaan ini tidak mampu bersaing bersaing dengan e-commerce lain seperti Tokopedia dan Bukalapak Cs.

"Hampir 4 tahun yang lalu, kami memulai Qlapa dengan misi memberdayakan perajin lokal. Banyak pasang surut yang kami alami dalam perjalanan yang luar biasa ini. Kami sangat berterima kasih atas semua tanggapan positif dari para penjual, pelanggan, dan media. Dukungan yang kami terima sangat luar biasa dan membesarkan hati," tulis manajemen Qlapa merilis pernyataan di situs resminya.

4. Rakuten

Rakuten adalah pemain raksasa asal Jepang. Perusahaan ini masuk ke Indonesia menggandeng MNC Group. Perusahaan patungan didirikan dengan modal awal Rp 60 miliar.

Sayangnya, Rakuten hanya beroperasi sekitar 5 tahun d Indonesia. Menurut Reuters, Rakuten mundur dari perusahaan patungan di Indonesia karena pergeseran model bisnis yang tidak sesuai dengan konsep awal yang disepakati.

5. Cipika

Jika XL Axiata punya Elevenia, Indosat pernah memiliki Cipika. Berdiri pada 2014, Cipika adalah salah satu dari berbagai upaya Indosat memperluas bisnisnya ke sektor digital di era kepemimpinan Alexander Rusli.

Fokus utama Cipika adalah menyediakan tempat untuk pebisnis yang menyediakan produk elektronik dan makanan, berjualan online. Namun, Cipika ditutup pada 2017 bersama berbagai inisiatif bisnis digital Indosat yang lain karena perkembangannya dinilai lambat.

6. Multiply

Lahir sebagai media sosial, Multiply mencoba memperluas layanannya ke e-commerce berbekal dukungan pemodal asal Belanda yang juga pemegang saham utama Tencent, yaitu Naspers.

Pada 2011, platform Multiply Commerce dirilis. Saking seriusnya, Multiply memindahkan kantor pusatnya dari Amerika Serikat ke Indonesia.

Perkembangan yang tidak signifikan membuat Naspers menyetop aliran modal ke Multiply dan memilih langsung berinvestasi di salah satu platform e-commerce asli Indonesia, yaitu Tokobagus.

7. MatahariMall.com

Ecommerce lainnya adalah MatahariMall.com yang berdiri pada 2015. Perusahaan ini merupakan salah satu anak usaha Lippo Group dan Matahari Departement Store memiliki saham 20% di dalam platform.

CNBC Indonesia mencatat, MatahariMall berubah menjadi Matahari.com. Fokus bisnisnya berubah dari produk fesyen hingga elektronik dari pihak ketiga menjadi menjual produk-produk Matahari.

8. Tokobagus

Tokobagus adalah salah satu e-commerce yang lumayan agresif memasarkan layanannya. Konsep Tokobagus adalah iklan baris yang dialihkan ke platform digital.

Sebetulnya, Tokobagus belum tutup. Platform ini berganti nama dan beralih fokus dari e-commerce umum ke e-commerce di satu bisnis yang spesifik.

Kesuksesan Tokobagus membuat salah satu investor mereka, Naspers, memilih mencaplok seluruh perusahaan. Nama Tokobagus pun berganti menjadi OLX, brand e-commerce milik Naspers yang sudah beroperasi di beberapa negara.

Seiring dengan bergesernya model iklan baris ke marketplace, Tokobagus yang sudah berganti nama menjadi OLX Indonesia pada 2014, kurang mampu bersaing dengan para pemain baru seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Blibli.

Kini, fokus OLX di Indonesia adalah di pasar jual beli mobil bekas dengan nama OLX Autos (dulu bernama Belimobilgue.com sebelum dicaplok OLX). Adapun, platform listing propertinya kini dioperasikan oleh Lamudi.

9. JD.ID

JD.ID pertama kali beroperasi di Indonesia pada November 2015. JD.ID lahir dari kongsi antara Jingdong (JD.com) dengan firma ekuitas asal Singapura, Provident Capital.

Setelah rentetan PHK dan menutup layanan logistik, JD.ID resmi menutup layanannya memasuki tahun ke-delapan beroperasi di Indonesia. Dalam pengumumannya, layanan akan tutup pada 31 Maret 2023.

JD.com mengumumkan penutupan itu dalam situs resminya. Perusahaan juga menyatakan tidak lagi menerima pesanan per 15 Februari 2023 mendatang.


(dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat