Sukses IPO, Startup ini Tutup Nunggak Biaya Bayar Sewa Kantor

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Senin, 29/08/2022 07:45 WIB
Foto: dok LeEco

Jakarta, CNBC Indonesia - LeEco, startup asal China dengan cepat berhasil menanjak ke papan perdagangan ChiNext, kelompok saham yang mirip dengan Nasdaq di Amerika Serikat.

Pada 2015, LeEco mengumpulkan setidaknya 805 juta yuan dari pendanaan Seri A untuk divisi streaming olahraga serta penjualan sekitar 500 juta saham. Sementara itu, perusahaan induk publik LeEco, LeShi Internet, melaporkan pendapatan sekitar 13 miliar yuan (US$1,9 miliar) untuk tahun 2015, dan keuntungan 573 juta yuan ($85 juta).

Ekspansi cepat LeEco setelah listing memang sangat mengesankan. Dalam beberapa tahun, mereka memperluas bisnisnya dari layanan streaming online ke ekosistem perangkat keras, termasuk TV pintar, telepon pintar, sepeda, dan mobil.


Meski terlihat sukses, rupanya ada masalah yang meliputi LeEco. Jia Yueting, pendiri LeEco terlilit utang sebesar RMB 16,8 miliar (Rp 36 triliun). Selain itu, banyak anak usaha LeEco rugi dan berutang jutaan dolar, salah satunya adalah LeSports.

Unit streaming LeEco tersebut tutup setelah menunggak pembayaran sewa kantornya selama berbulan-bulan, menurut laporan pers lokal, dikutip dari Mingtiandi, Senin (29/8/2022).

LeSports menyewa lantai 33 dan 35 The Octagon K Wah International di Tsuen Wan. Sementara itu, Le Corporation menempati lantai 36.

Dilaporkan oleh media Hong Kong, pada Oktober lalu bahwa sepasang anak perusahaan LeEco telah gagal membayar sewa bulanan gabungan sebesar HK$1,04 juta sejak Mei tahun lalu. Hal ini membebani perusahaan bangkrut dengan kewajiban yang belum dibayar sebesar HK$10,4 juta.

LeEco mendirikan operasi formal di Hong Kong pada tahun 2015, tetapi perusahaan yang dikenal sebagai Netflix-nya China telah menjadi subyek dari banyak kasus pengadilan di wilayah tersebut.

Selain uang sewa yang belum dibayar, LeSports rupanya juga belum melakukan pembayaran ke penyedia jaringannya sehingga pelanggan Hong Kong tidak bisa menonton tiga pertandingan Liga Inggris pada Senin dan Sabtu lalu yang telah mereka bayar.

Le Corporation juga telah menjadi subyek dari beberapa kasus hukum di kota tersebut, termasuk gugatan sebesar US$224,000 atas biaya hak cipta yang diprakarsai oleh distributor film Sundream Motion Pictures pada Desember 2016, dan klaim HK$530,000.

Sebelumnya, sebuah perusahaan pemasaran juga menggugat anak perusahaan LeEco sebesar HK$14 juta ($1,8 juta) dalam biaya pemasaran yang belum dibayar pada Agustus 2016.

Permasalahan yang dihadapi LeEco, menurut banyak pihak, muncul karena ekspansi yang terlalu cepat. Namun, di balik ekspansi tersebut dilaporkan terjadi banyak masalah.

Diversifikasi LeEco membutuhkan suntikan uang tunai yang cukup besar, yang wajar hanya jika sebuah perusahaan berhasil laba. LeEco terlihat sebagai perusahaan yang sehat selama bertahun-tahun berhasil menggalang modal jutaan dolar.

Menurut Caixin, LeEco menikmati "5 tahun pertumbuhan dua digit", sejak 2010. Namun, sebagian besar dari bisnis LeEco, termasuk sekitar 39 anak usaha yang belum go-public, tidak pernah mengungkap kinerja keuangan mereka.

Seorang mantan pegawai mengatakan kepada Engadget bahwa LeEco memindahkan kas dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk menutupi kerugian.

Sedangkan mantan CEO layanan transportasi online Yidao Yongche, yang sempat memiliki 70% saham LeEco, menuduh mereka menyalahgunakan modal untuk menutupi utang mereka.

Pada September 2018, founder LeEco Jia Yueting dipaksa mundur dari perusahaan setelah perusahaan tersebut dicaplok oleh Sunac, konglomerasi properti China.


(dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dorong Ekonomi Digital RI Lewat AI, Cloud & Data Center